Sebelurn kita bicarakan tentang toksikokinetika terlebih dahulu perlu dikaji nasib atau kisah perjalanan za kimia beracun ( misalnya obat, pestisida, zat tambahan makanan ) di dalam tubuh. Sebagaimana terlihat pada layar peraga, pada dasarnva zat beracun dapat masuk ke dalam tubuh melalui jalur intravaskular ( misal: intravena. intrakardial. intraarteri ) atau ekstravaskular ( misal: oral, inhalasi. intrarnuskular, subkutan, intraperitoneal, rektal).
Selanjutnya untuk dapat sampai ke sirkulasi sistemik, zat beracun selanjutnya mengalami disposisi ke cairan atau jaringan tubuh. Disposisi mencakup dua peristiwa, yakni distribusi dan eliminasi. Adanya peristiwa distribusi, meniungkinkan zat beracun ( dalam bentuk utuh ) mencapai sesuatu sel atau jaringan sasaran ( reseptor tempat aksi).
Di sel sasaran ini, secara langsung tak langsung, zat beracun tadi mengadakan antaraksi, yang akibatnya berupa timbulnya sesuatu efek toksik yang diinginkan. Pada sisi lain, zat beracun mengalami eliminasi, yakni langsung diekskresikan ke luar tubuh atau mengalami metabolisme terlebih dahulu sebelum diekskresikan. Meskipun demikian, hasil metabolisme sesuatu zat beracun, tidak selalu bersifat tak aktif ( tidak toksik ). Adakalanya,
metabolit toksik in mungkin manglami redistrihusi, sehingga dapat rnencapai sel sasaran tertentu, dan menimbulkan efek toksik. Bila diekskresikan demikian yang bertanggung jawab terhadap timbulnya efek toksik zat beracun, adalah zat kimia utuhnya atau metabolitnya.
Dari peristiwa ini terjadi rnelalui suatu rangkaian prosos: absorpsi, distribusi, dan eliminasi. Ketiga proses inilah yang menentukan kebetadaan zat beracun didalam sd sasaran. Dengan demikian ketiga proses ini memungkinkan menentukan toksisitas suatu zat beracun.
Asas umum terapi keracunan
Keracunan, baik yang disebabkan oleh lajak takar-obat atau bahan beracun lain. merupakan peristiwa yang tidak mengenal tempat dan waktu. Peristiwa semacam itu dapat terjadi di rumah, tempat kerja, rumah sakit, tempat rekreasi, dan bahkan di tempat perhelatan atau pesta. Akibat yang ditimbulkan, berkisar dari gangguan ringan sampai berat, bahkan fatal. Bila penderita keracunan (anak-anak atau dewasa) di bawa ke pusat-pusat perawatan (Puskesmas. Klinik, Rumah Sakit), mereka mungkin berada dalarn keadaan sadar (asimtomatik atau simtomatik, sernisadar, atau tidak sadar.
Bergantung pada mekasnisme aksi yang memerantarai, penampakan berbagai gej ala atau tanda keracunan maupun pengakhiran aksi racun, dapat berlangsung cepat atau lambat. Keadaan ini utamanya bergantung pada sistem translokasi racun di dalam tubuh penderita, yang keefektifannya dipengaruhi oleh faktor intrinsik racun terkait dan faktor intrinsik penderita. Jadi, waktu dan keefektifan translokasi-racun, sangat menentukan keberadaan (besar kadar dan lama tinggal) racun di tempat aksinya maupun keparahan akibat yang ditimbulkannya.
Berdasarkan atas fakta dan pemikiran di atas, mudah difahami bila kecepatan dan ketepatan dijadikan asas utama penatalaksanaan keracunan. Kecepatan diperlukan untuk mengatasi dan mengurangi berbagai gejala/tanda yang mungkin akan memperburuk kondisi penderita, sehingga akibat yang fatal (misal kematian) dicegah sedini mungkin. Selain itu, kecepatan juga diperlukan guna membatasi penyebaran racun di dalam tubuh dan meningkatkan pengakhiran aksinya. Ketepatan dengan pemilihan strategi terapi Berdasarkan atas etahuan atau informasi ada tentang jenis racun, masuknya racun, kemungkinan luas penyebaran racun, dan bagai faktor intrinsik racun maupun faktor intrinsik menderita.
Berdasarkan atas tujuan dan semboyan terapi keracunan di pada umumnya pakar sepakat bahwa tindakan pertama sebaiknya dilakukan atas penderita keracunan akut ialah terapi suportif (memelihara fungsi vital seperti pernafasan dan ulasi) guna memperbaiki kondisi (menyelarnatkan jiwa) penderita bersangkutan. Selanjutnya. diikuti dengan terapi antidot (mengurangi intensitas efek toksik) guna batasi penyebaran dan meningkatkan pengakhiran aksi racun terkait, sehingga ya lebih lanjut dapat dicegah sedini mungkin. Seperti teringkas pada gambar 1, terdapat tiga tatacara yang dapat dikerjakan untuk mencapai tujuan terapai keracunan, yakni:
1. Geser kemiringan (slope) fase absorpsi atau distribusi ke arah kanan (Gb. I .C), sehingga kecepatan ahsorpsi racun diperlambat (intensitas efek toksik turun lebih cepat).
2. Geser kemiringan fase eliminasi ke arah kin (Gh.1.D), sehingga eliminasi racun dipercepat (intensitas efek toksik turun lebih cepat).
3. Geser ke atas ambang toksik, KTM (Gb.1.E) (intensitas efek toksik turun lebih cepat). Pada hakikatnya, ketiga strategi dasar terapi keracunan atas dapat dikerjakan metode tak khas atau khas, sebagaimana teringkas pada tabel I. Metode tak adalah metode urnum yang dapat ditrapkan untuk sebagian besar racun, metode khas hanya ditrapkan bila racun penyebabnya telah tersidik dan wa antidotnya tersedia.
Kapan salah satu atau lebih strategi terapi keracunan diterapkan, utamanya tung pada perkiraan rentang waktu i saat masuknya racun, gejala-gejala toksik timbul samsi penderita siap menjalankan terapi, Misal, kecepatan absorpsi suatu relatif cepat (waktu untuk mencapai kadar puncak dalam plasma 15 menit). Demikian pula kecepatan elimiinasinya (t112 = I jam). Kemudian penderita siap terapi antidot 20 jam setelah gejalagejala keracunan tampak Dalam hal ini, terapi-engurangan absorpsi distribusi racun serta peningkatan eliminasi racun masih diperlukan?
Informasi rentang waktu di atas dapat diperoleh selama as anamnesis pada penderita (bila mungkin) atau orang membawanya dilakukan. Dan tentu saja, selain informasi yanq waktu, pilihan strategi terapi juga dipertimbangkan hasil pemeriksaan klinik maupun laboratorik yang diperoleh.
A. Penggeseran kurva fase absorpsi ke kanan
1. Metode tak khas:
a. Emetika (apomorfina, sirup ipeka)
b. Pernuntahan mekanis (sentuhan jan pada kerongkongan bagian atas atau telak) c. Pembilasan lambung
d. Penetralan kimia (penetralan asam-basa)
e. Penyerapam (arang aktif)
2. Metode khas:
Pembentukan kompleks yang kurang toksik
Zat | Antidot | Produk |
Besi | Sodium bikarbonat | Ferokarbonat |
Besi | Deferoksamina | Besi kalat |
Perak nitrat Sodium kiorida | Perak klorida | |
Nikotina | Potaswin permanganat | Produk oksidasi |
Fluorida | Kalsium laktat | Kalsium fuorida |
B. Pergeseran kurva fase distribusi ke kanan
1. Metode tak khas:
a. Penjerat ion dengan cara merubah pH darah (perbaikan keseimbangan asambasa
b. Penggantian tempat ikatan racun (infus albumin)
2. Metode khas:
Pembentukan produk metabolisme yang kurang toksik dengan cara hambatan bersaing metabolisme
Zat | Antido | Antido |
Sianida | Methemoglobin | Sianmethemoglobin |
Sianida | Tiosulfat | Tiosianat |
Metanol | Etanol | Hambatan bersaing |
Fluoroasetat | Asetat atau monoasetin | Penggantian bersaing |
Heparin | Protamina | Pembentukan kompleks |
Pergeseran kurva fase eliminasi ke kiri:
1. Metode tak khas:
a. Hemodialisis b. Dialisis pentoneal c. Pertukaran transfusi
d. Penyesuaian pH dan diuresis (membasakan air kencing untuk asarn organik lemah dan mengasamkan air kencing untuk basa organik lemah)
2. Metode khas:
Peningkatan ekskresi atau pembentukan produk kurang toksik dengan cara kelasi kompleksasi.
Zat | Antidot | Mekanisme |
Ion bromina | Ion kloraida | Peningkatan ekskresi ginjal |
Strontium | Kalsium | Peningkatan ekskresi ginjal |
Timah, nikel, kobalt, kupri | EDTA | Kelasi |
Merkuri, arsenat, emas | BAL (dimerkaprol) | Kelasi |
Kupri | d-penisilamina | Kelasi |
Botulinus | Lisme | Kornpleksasi |
Fosfat organik | Pralidoksim | Reaktifasi enzim nukleofil |
Penaikan ambang toksik (KTM)
1. Metode tak khas:
a. Pernafasan buatan mekams untuk memelihara eksigenasi darah b. Pemeliheraan sirkulasi darah
c. Pemeliharaan keseimbangan elektrolit d. Pemeliharaan fungsi ginjal
2. Metode Khas
Penggunaan antagonis farmakologi atau jalur pengganti
Zat | Antidot | Mekanisme |
Dikumarol, warfarin | Vitamin K | Antagonisme |
Insektisida organofosfat | Antropiana | Antagonisme |
-fluorourasil | Timidina | Jalur pengganti |