Ada enam persoalan besar yang saling berkaitan yang harus ditanggulangi sebelum menerapkan produksi metabolit sekala besar, yaitu (a) pengendalian organisasi sel, diferensiasi serta pembentukan produk, (b) ketidakmantapan sel, (c) karakteristik pertumbuhan sel, (d) penggumpalan sel dan pengaruhnya terhadap perpindahan massa, (e) kesukaran dalam pembebasan produk, isolasi, dan permurnian, dan (f) ketahanan sel yang rendah terhadap gesekan.
1. Pengendalian organisasi sel, diferensiasi dan pembentukan produk
Perubahan komposisi media dan lingkungan sel akan mengubah hasil produk dan kecepatan pertumbuhan sel. Korelasi antara besamya hasil dan kecepatan tumbuhan dapat positif maupun negatif. Dapat pula ditambahkan bahwa perubahan komposisi media dan lingkungan akan mengakibatkan perubahan dalam penggumpalan sel. Pada umumnya diferensiasi diperlukan untuk pembentukan produk dan bahwa tingginya kecepatan tumbuh dan tingginya biosintesis produk merupakan hal yang sangat didambakan.
Sebagai contoh, kasus adalah bahwa kultur set unggul Catharanthus roseus dapat menghasilkan alkaloid (ajmalisina dan serpentina) lebih tinggi daripada tanaman aseli atau sel yang telah terdiferensiasi. Seleksi yang cermat terhadap galur atau varietas pada tumbuhan tertentu juga akan menghasilkan produk yang tinggi walaupun seringkali terjadi penurunan produktivitasnya (Dougall,1985), bila hal tersebut bertangsung dalam jangka waktu lama. Jaringan atau sel ini tidak pertu melakukan fotosintesis dan sumber karbon dari luar harus diberikan, misalnya sukrosa atau glukosa. Karena pengaruh pencahayaan sering dijumpai sel-sel bewama hijau, mungkin berfungsi menimbun klorofil.
2. Ketidakmantapan sel
Kultur sel tumbuhan dalam penyimpanan lama dan subkultur yang berkali-kali akan mengalami perubahan yang nyata. Dalam tingkat sel akan kehilangan kemampuan untuk memproduksi bahan kimia tertentu. Hal ini merupakan salah satu tantangan yang harus dihadapi pada kultur sel dalam sekala besar. Keadaan umum yang sering dijumpai adalah suatu kenyataan bahwa sel yang telah disimpan lama akan kehilangan kemampuan regenerasi. Salah satu perkiraan menyatakan bahwa kumpulan sel tersebut terdiri dari sel yang berbeda-beda sifatnya atau dapat dikatakan bahwa sel tersebut heterogen. Selain perubahan bentuk yang dapat diamati juga akan terjadi perubahan kromosom dalam ploidi. Sumber keragaman sel dalam kultur sel kemungkinan diakibatkan adanya mikroorganisme yang mencemari,misalnya virus atau spiroplasma yang sering terdapat dalam seltumbuhan dan akibatnya tidak begitu jelas terhadap kultur sel. Keterlibatan cemaran tersebut terhadap biosintesis metabolit sekunder belum diketahui (Dougall,1985).
3. Ciri khas pertumbuhan sel
Sel tumbuhan amat lambat pertumbuhannya, yaitu dalam kecepatan maksimum setara dengan waktu ganda sekitar 20 jam. Kebanyakan sel unggul mempunyai waktu ganda (doubling time) 30 sampai 60 jam. Kecepatan yang pasti dari pengandaan sel sangat sulit untuik diukur, karena tidak adanya petunjuk yang khas dari tingkat pertumbuhannya. Kesulitan pengukuran ini juga ditambah faktor adanya fenomena sel yang membentuk gumpalan sel (agregat). Ketidaksamaan dalam ciri khas pertumbuahan sel secara in vitro akan mengakibatkan timbulnya dampak yang sangat beragam pada produksi sekala besar. Sebagai contoh, walaupun pada kultur suspensi sel lingkungannya berbentuk cairan namun demikian ada kecendaingan sel untuk melekat pada dinding bejana pada permukaan media. Pertumbuhan “cincin” ini merupakan suatu faktor yang mengakibatkan tidak homogennya sistem dan berpengaruh terhadap perpindahan massa.
Nutrisi dalam media yang relatif sederhana cukup untuk mendukung pertumbuhan cemaran. Perhatian istimewa harus diberikan untuk menghindari pncemaran tersembunyi dalam lekuk-liku bejana kultur. Dalam praktek kemungkinan terbawanya cemaran oleh sel unggul harus diperhatikan pada waktu kultur sel unggul tersebut digunakan sebagai inokolum. Kegagalan pada tahap ini akan menimbulkan persoalan yang serius pada tahap awal kultur sel secara besar- besaran. Kecepatan pertumbuhan sel yang rendah ini menimbulkan akibat, yaitu bahwa bioreaktor harus besar ukurannya dan penjagaan pencemaran cukup sulit.
4. Penggumpalan sel dan pengaruhnya terhadap perpindahan massa
Sel-sel tumbuhan dalam media cair mempunyai kecendrungan untuk membentuk gumpalan dalam ukuran makroskopik. Gumpalan tersebut dapat terdiri dari ribuan sel. Timbulnya agregat akan mengakibatkan kendala perpindahan, massa yang menyebabkan lingkungan sel yang berada di tengah tidak sama dengan yang di tepi. Biasanya sel-sel di tengah secara morfologi jelas berbeda dengan sel-sel yang terletak di tepi. Sel-sel dalam gumpalan nampaknya memiliki angka unjuk mitotik yang berbeda dengan sel tunggal. Dapat ditambahkan di sini, bahwa kapasitas untuk embriogenesis somatik seeing berkaitan dengan gumpalan yang berukuran dalam kisaran tertentu. Kapasitas untuk membangun hubungan antara sel dalam gumpalan juga perlu diperhatikan.
Tingkat penggumpalan selular juga berkaitan dengan cara pengadukan. Jadi kultur sel tumbuhan memiliki sistem serba berbeda, Ketidaksamaan (hetrogenitas) tersebut mungkin diinginkan, respon biologik dari kultur sel menunjukkan bahwa keserba-berbedaan ini tingkatnya tergantung pada pengadukan, parameter lingkungan. Sejalan dengan keserba-berbedaan ini mengakibatkan sistem yang rumit dan menimbulkan persoalan yang nyata dalam penafsiran dan pengukuran keterulangan (reprodusilitasnya). Jelas bahwa kondisi pengadukan dalam sekala besar berbeda dengan sekala kecil. Hal ini berpengaruh terhadap kecepatan pengendapan gumpalan maupun keteradukan yang tidak seragam yang akan mengakibatkan bertambah besarnya ukuran gumpalan dan keserba-berbedaan.
5. Kesukaran dalam pembebasan produk, isolasi dan pemurniannya
Besar-kecilnya hasil senyawa kimia yang diperoleh mungkin tak mencapai sasaran karena hasil yang diperoleh dari kultur sel tumbuhan sering terlalu rendah. Hasil yang rendah ini diakibatkan oleh produktivitas sel yang rendah serta metode penyarian yang tidak sesuai. Perlu diingat bahwa proseudr penyarian yang digunakan untuk bagian tumbuhan asal tidak selalu cocok bila diterapkan pada biomassa., misalnya alkaloid terikat lebih erat dalam dalam biomassa. Perbedaan kekuatan ikatan antara senyawa yang terdapat di dalam tumbuhan asal dan pada kultur tidak diketahui dengan jelas.Perolehan kembali senyawa dalam biomassa memerlukan metode yang lebih baik, yaitu membiarkan produk terbebas dari sel dan menjaga agar sel masih dalam keadaan hidup untuk memproduksinya lagi. Jadi biomassa ini harus dapat digunakan kembali dan peristiwa ini terjadi pada sistem amobil. Sistem amobil ini merupan sumbangan yang penting dalam memecahkan persoalan ini, baik dipandang dari segi prakis maupun segi ekonomi (Brodelius,1984).
6. Ketahanan sel yang rendah terhadap gesekan
Karena ukuran sel tumbuhan besar dan cenderung membentuk gumpalan maka sifatnya lebih peka terhadap gesekan daripada sel ragi atau bakteri. Fermentor konvensional sering tidak tepat untuk kultur sel tumbuhan karena tidak mampu untuk mengaduk sama rata tanpa menimbulkan kerusakan sel. Perpindahan oksigen ini tidak secepat yang dikehendaki dalam respirasi mikroorganisme karena respirasi sel tumbuhan lebih lambat. Sifat racun oksigen terhadap sel tumbuhan juga harus diperhitungkan.
Selanjutnya akan diuraikan mengenai sejarah perkembanga rancang-bangun biorekator yang telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu.