Pengertian Pembuktian
Pembuktian adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan di muka sidang berdasarkan alat-alat bukti yang sah dan menurut hukum pembuktian yang berlaku.
Tujuan Pembuktian
Tujuannya adalah untuk memperoleh kepastian bahwa suatu peristiwa/fakta/dalildalil yang diajukan itu benar-benar terjadi guna mendapatkan putusan hakim yang benar dan adil.
Asas Pembuktian
Berdasarkan pasal 1865 BW, Pasala 163 HIR dan Pasal 283 RBg, barang siapa yang mengaku mempunyai sesuatu hak,……..harus membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut. Dengan demikian beban pembuktian dibebankan kepada pihak yang berkepentingan, yaitu:
- Pihak yang mengaku mempunyai hak
- Pihak yang mengemukakan suatu peristiwa (keadaan) untuk menguatkan haknya atau membantah hak orang lain, maka ia harus membuktikan adanya hak atau peristiwa itu.
Penilaian Pembuktian
Yang berwenang menilai dan menyatakan terbukti tidaknya peristiwa ialah hakim yang memeriksa duduk perkaranya yaitu hakim tingkat pertama dan hakim banding.
Macam-macam Alat Bukti dan kekuatannya
Dalam pembuktian dikenal bermacam-macam alat bukti, yaitu:
1. Alat bukti tertulis atau surat
2. Alat bukti saksi
3. Alat bukti persangkaan
4. Alat bukti pengakuan
5. Alat bukti sumpah Kekuatan Alat bukti:
1. Bukti mengikat, artinya meskipun hanya ada satu alat bukti, telah cukup bagi hakim untuk memutus perkara berdasarkan alat bukti tersebut tanpa membutuhkan alat bukti yang lain. Hakim terikat dengan bukti tersebut, sehingga tidak dapat memutus lain daripada yang telah terbukti dengan satu alat bukti tersebut. Alat bukti ini tidak dapat dilumpuhkan dengan bukti lain. Contoh sumpah decisoir, pengakuan.
2. Bukti sempurna, artinya meskipun hanya ada satu alat bukti, telah cukup bagi hakim untuk memutus perkara berdasarkan alat bukti itu dan tidak memerlukan adanya alat bukti lain. Hakim terikat dengan alat bukti tersebut kecuali jika dapat dibuktikan sebaliknya, sehingga dapat dibuktikan dengan bukti lawan.
3. Bukti bebas, artinya hakim bebas menilai dengan pertimangan yang logis,
tidak terikat dan terserah keyakinan hakim untuk menilai, dapat mengesampingkan dan dapat dilumpuhkan, misalnya:saksi yang disumpah, saksi ahli dan pengakuan di luar sidang.
4. Bukti permulaan, artinya meskipun alat bukti itu sah dan dapat dipercaya kebenarannya, tetapi belum memenuhi syarat formil sebagai alat bukti yang cukup. Bukti ini harus ditambah alat bukti lain agar menjadi sempurna. Terhadap alat bukti ini, hakim bebas dan tidak terikat, misalnya akta di bawah tangan yang tanda tanan dan isinya diingkari oleh yang bersangkutan.
5. Bukti bukan bukti, artinya sesuatu yang nampaknya memberikan keterangan yang mendukung kebenaran suatu peristiwa, tetapi ia tidak memenuhi syarat formal sebagai alat bukti.