Baik fiksi maupun nonfiksi dapat digunakan saat memberi treatment pada klien dalam bibliotherapy. Walaupun bukti-bukti penelitian terbaru mendukung bahwa fiksi dapat digunakan sebagai alat terapeutik yang baik, namun penelitian secara jelas menyimpulkan bahwa material bacaan yang berupa buku bantu diri (self-help book) secara empiris terbukti merupakan alat klinis yang sangat berhasil.
Pada permulaan tahun 1980-an, dilakukan sejumlah studi tentang penggunaan fiksi sebagai alat terapeutik. Penelitian dapat dikelompokkan pada beberapa kategori: prestasi akademik, keasertifan, perubahan sikap, perubahan perilaku, hubungan perkawinan, penurunan rasa takut, peningkatan konsep diri, dan keefektifan terapeutik.
Prestasi Akademik
Sebagian besar studi mengesakan bahwa bibliotherapy tidak meningkatkan prestasi akademik, namun ada studi yang menunjukkan bahwa bibliotherapy berdampak secara positif terhadap prestasi akademik. Whipple (1978) menyimpulkan bahwa bibliotherapy mampu meningkatkan prestasi akademik dalam ilmu biologi pada siswa yang berada di panti asuhan negara. King (1972) menemukan bahwa siswa berprestasi rendah yang menerima bibliotherapy sebagai tambahan pada kelas seni bahasa menunjukkan perolehan yag signifikan dibandingkan dengan siswa berprestasi rendah yang hanya mendapat kelas seni bahasa. Studi Lundstein (1972) melaporkan bahwa bibliotherapy membantu meningkatkan keterampilan komunikasi siswa-siswa sekolah dasar.
Peneliti lain menemukan bahwa bibliotherapy tidak mempengaruhi prestasi akademik secara positif. Bigge & Sandefur (1960) menemukan bahwa bibliotherapy tidak membantu siswa SMA meningkatkan prestasi akademiknya. Dixon (1970) menyimpulkan bahwa bibliotherapy bersama dengan pengajaran membaca remedial tidak meningkatkan keterampilan membaca. Livengood (1961) juga melaporkan bahwa bibliotherapy gagal dalam meningkatkan keterampilan membaca siswa. Studi yang dilakukan oleh Fonder (1968) menunjukkan bahwa bibliotherapy tidak meningkatkan prestasi akademik dalam kelompok siswa miskin. Penelitian yang dilakukan oleh Schultheis (1969) menemukan bahwa siswa kelas lima dan enam tidak memperoleh prestasi membaca setelah menjalani bibliotherapy.
Keasertifan
Penelitian menunjukkan bahwa bibliotherapy dapat menaikkan tingkat keasertifan. Mc Govern (1976) melaporkan bahwa keasertifan subjek yang mendapat bibliotherapy setelah mengikuti pelatihan keasertifan lebih tinggi dibandingkan dengan subjek yang hanya mengikuti pelatihan keasertifan saja. Allen (1978) dan Nesbitt (1977) menemukan bahwa perilaku asertif meningkat setelah subjek menyelesaikan program bibliotherapy.
Perubahan sikap
Jackson (1944), Litcher & Johnson (1969), dan Standley & Standley (1970) melaporkan bahwa bibliotherapy secara positif mengubah sikap anggota kelompok mayoritas (kulit putih) terhadap orang kulit hitam. Smith (1948) menyimpulkan bahwa siswa dapat melaporkan bagaimana bibliotherapy mengubah sikap mereka. Tatara (1964) menemukan bahwa bibliotherapy berhasil mengubah sikap terhadap ilmuwan. Wilson (1951) melaporkan efek positif dari bibliotherapy terhadap perubahan masalah-masalah sikap yang berat.
Perubahan Perilaku
Lewis (1967) menyimpulkan bahwa saat anak mengikuti program bibliotherapy, ekspresi perilaku agresfinya meningkat, namunperilaku selfishnya tidak menurun. Shirley (1966) menemukan bahwa siswa dapat melaporkan bagaimana buku mengubah perilaku mereka. Sedangkan studi dari McClasky (1966) menunjukkan bahwa bibliotherapy secara positif mengubah perilaku klien yang mengalami gangguan secara emosional.
Hubungan perkawinan
Sebagian besar penelitian menunjukka n bahwa bibliotherapy tidak meningkatkan hubungan perkawinan. Carr (1975) menemukan bahwa bibliotherapy tidak berhasil saat digunakan sebagai pendekatan untuk membantu orang mengatasi konflik perkawinan. Barton (1977) juga menyimpulkan bahwa bibliotherapy tidak membantu pasangan memecahkan masalah perkawinannya. Studi dari Baum menunjukkan bahwa penggunaan bibliotherapy dalam kelompok untuk pengayaan perkawinan tidak berbeda secara signifikan dari penggunaan format yang lebih umum dan terstruktur.
Mengurangi rasa takut
Penelitian awal menunjukkan bahwa bibliotherapy memberikan sedikit efek terhadap penurunan rasa takut. Bila Webster (1961) menemukan bahwa bibliotherapy dapat mengurangi rasa takut pada siswa kelas satu, sebaliknya dengan studi Dixon (1974) dan Link (1977) yang tidak menemukan keefektifan bibliotherapy dalam menurunkan rasa takut dan kecemasan pada individu-individu yang mereka teliti. Namun, studi-studi terbaru yang dilakukan oleh Chambers (1985), Dixon (1988), Mackenzie (1989) , Tindall (1986), Tremewan dan Strongman (1991), dan Tucker (1981) menyimpulkan bahwa fiksi memberikan makna yang efektif bagi anak dalam mengatasi rasa takutnya.
Konsep diri dan pengembangan diri
Kanaan (1975), King (1972), dan Penna melaporkan bahwa bibliotherapy memiliki dampak positif terhadap konsep diri anak. Namun, studi yang dilakukan oleh Caffee (1975), Dixon (1974), Roach (1975), dan Shearon (1975) tidak menunjukkan bahwa bibliotherapy meningkatkan konsep diri anak yang terlibat dalam penelitian.
Sejumlah studi menyimpulkan bahwa bibliotherapy secara positif berdampak pada perkembangan diri. Appleberry (1969) menemukan bahwa bibliotherapy dapat meningkatkan kesehatan mental populasi nonklinis anak sekolah dasar. Bibliotherapy membantu mahasiswa meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, mengembangkan insight, dan mengatasi stres (Amato, 1957). Mattera (1961) menemukan bahwa buku-buku bacaan membantu anak dalam memecahkan masalahnya. Studi Herminghaus (1954) menunjukkan bahwa bibliotherapy membantu menghasilkan perilaku pribadi yang diinginkan pada kelompok anak-anak yang berpartisipasi dalam penelitiannya. Namun studi dari Bigge & Sandefur (1960) menunjukkan bahwa bibliotherapy tidak meningkatkan perkembangan diri siswa SMA dari populasi nonklinis. Stephens (1974) menyimpulkan bahwa bibliotherapy tidak meningkatkan kepercayaan diri (self-reliance) siswa sekolah dasar.
Kegunaan terapeutik
Sebagian besar studi tentang bibliotherapy menunjukkan bahwa teknik ini dapat dinilai sebagai teknik terapeutik. Whipple (1978) menemukan bahwa bibliotherapy membantu meningkatkan kesehatan mental tahanan. Muehleisen (1976) menyatakan bahwa bibliotherapy mengurangi simtom-simtom psikiatris dan meningkatkan kekuatan ego klien. Saper (1967) melaporkan bahwa bibliotherapy yang dikombinasikan dengan kelompok terapi menciptakan keterlibatan yang lebih besar, perilaku memecahkan masalah, dan insight subjek dibandingkan dengan kelompok terapi saja.
Penelitian yang dilakukan selama tahun 1980-an memberikan kesan bahwa puisi, fiksi, dan bacaan inspirasional kurang efektif dibandingkan dengan buku bantu diri. Bisa jadi hal ini hanya kasus karena bacaan bantu diri lebih dapat dipertanggungjawabkan untuk penelitian berbasis empirik dibandingkan dengan fiksi.