Pembangunan selalu dikaitkan dengan cita cita yang optimis yaitu adanya perbaikan dari kualitas hidup masyarakat. Sehingga melaksanakan pembangunan adalah dalam rangka untuk mencapai peningkatan kualitas hidup masyarakat yang muaranya pada tercapainya kesejahteraan masyarakat.
Pembangunan muncul karena masyarakat dan pemerintah negara dunia ketiga, setelah PD II berkeinginan untuk hidup sederajat dengan negara-negara maju. lni dilator belakangi karena adanya kesenjangan antara negara agraris dengan negara industry dalam hal tingkat kesejahteraannya. Negara agraris jauh tertinggal dan ini dialami oleh negara-negara dunia ketiga.
Pembangunan merupakan perubahan yang direncanakan oleh orang-orang yang akan mengadakan perubahan. Ke mana arah pembangunan tergantung pada keinginan orangorang yang mengadakan perubahan tersebut.
Pembangunan sering menjadi masalah bagi mereka yang berkepentingan misalnya antara :
- pengambil kebijakan dengan masyarakat
- kaum teoritisi dengan praktisi.
- kaum teoritisi dan praktisi (elite) dengan masyarakat luas.
Pembangunanisme
dalam pembangunan seolah-olah tersembunyi nilai-nilai kebaikan yang kemudian menjadi mitos (memitoskan pembangunan) , sehingga pembangunan mengalami sakralisasi. Dalam hal ini yang terjadi kemudian dalam proses pembangunan mengijinkan adanya pengorbanan-pengorbanan tertentu.
Persoalannya bahwa masih harus dicermati:
- kebaikan itu untuk siapa
- menurut siapa
- lapisan mana yang menikmati
- siapa yang menanggung beban
Kesemuanya itu sangat relatif. Disinilah masalahnya.
Pathologi pembangunan muncul pada saat seluruh mekanisme pembangunan diarahkan pada pengejaran target tertentu yang dasarnya efisiensi dan efektivitas. Dalam kondisi yang demikian kadang-kadang kemudian mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan.
Pembangunan yang pada umumnya berkehendak mengubah kondisi masyarakat supaya lebih baik dengan pemberdayaan ekonomi , di pihak lain sering menciptakan ketidak berdayaan politis lapisan tertentu (kondisi politik yang demokratis).
Birokrasi yang menjadi instrumen politis penggerak roda pembangunan, cenderung disembeded (tercerabut) dari kehidupan masyarakat yang demokratis, karena biasanya para birokrat lebih mengejar target pembangunan ekonomi , sehingga pengakaran birokrasi dalam sistem komunikasi politik yang demokratis cenderung menjadi utopia.
Diskusi publik sebagai cerminan demokrasi langsung kurang terjadi. Yang muncul kemudian adalah publik yang diintervensi oleh kekuatan politis negara, sehingga opini publik yang muncul bukanlah opini masyarakat tetapi justru opini elite politik atau negara . Akibat berikutnya keputusan teknis yang didasarkan atas diskusi dan opini elite politik kemudian ditransfer ke ruang publik sehingga seolah-olah menjadi opini publik
Referensi :
Hettne, Bjorn, 1985, Ironi Pembangunan Di Negara-negara Berkembang, Sinar Harapan Jakarta.