Lompat ke konten
Kategori Home » Arsitektur » Konsepsi Pembangunan yang Berkelanjutan

Konsepsi Pembangunan yang Berkelanjutan

  • oleh

Konsepsi pembangunan berkelanjutan mulai populer dengan diterbitkannya laporan berjudul “Hari Depan Kita Bersama” (Our Common Future) pada tahun 1987. Dalam banyak tulisan, definisi pembangunan yang berkelanjutan yang secara umum dapat diterima adalah “Sustainable development is defined as development that meet the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs” (World Commission on Environment and Development, 1987). Atau pembangunan yang berusaha memenuhi kebutuhan hari ini tanpa  mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan  mereka.

Definisi ini mengandung tiga gagasan, yaitu pembangunan, kebutuhan dan generasi  mendatang.  Menurut  Blowers (1993)  pembangunan  berbeda  dengan pertumbuhan.  Pertumbuhan  adalah  ekspansi  fisik  atau  kuantitatif  dari  sistem ekonomi, sedangkan pembangunan adalah konsep kualitatif yang berkaitan dengan perbaikan, kemajuan, termasuk kemajuan dimensi budaya, sosial dan ekonomi. Istilah ‘needs’ mengenalkan gagasan distribusi sumberdaya: ‘memenuhi kebutuhan dasar untuk semuanya dan memperluas kesempatan untuk mengeluarkan aspirasi bagi   kehidupan   yang   lebih   baik’ (World   Commission   on   Environment   and Development, 1987). Konsepsi ini didasarkan pada kenyataan bahwa penduduk miskin  di  dunia  tidak  mampu  untuk  mendapatkan  kebutuhan  dasar  mereka, sementara penduduk kaya dapat dengan mudah mendapatkan kebutuhan hidup sesuai dengan keinginan mereka. Sehingga biaya untuk pemakaian lingkungan menjadi amat mahal, sebab di satu sisi harus memenuhi standard kebutuhan penduduk kaya dan di sisi lain harus memenuhi kebutuhan dasar penduduk miskin. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan tampaknya lalu menjadi isyu-isyu politik, moral dan etik, yang berkaitan dengan pendistribusian sumberdaya didalam dan di antara bangsa-bangsa. Pembangunan berkelanjutan merupakan gerakan kearah pemerataan sosial yang lebih besar baik untuk alasan moral maupun politik. Tidak ada perbedaan antara negara-negara utara dan selatan, dan masalah lingkungan menjadi masalah bersama penduduk bumi.

Gagasan ketiga, `generasi mendatang’ mengenalkan konsep pemerataan antar generasi, yang mana kita mempunyai tugas untuk menjaga planet ini dan menyerahkannya kepada generasi mendatang dalam kondisi yang baik. Menurut orang-orang Indian di Amerika Utara: `Kita tidak mendapatkan bumi tempat kita tinggal ini dari orang tua kita, tetapi kita telah meminjamnya dari anak-anak kita’. Pemyataan ini dapat diartikan bahwa kita tidak memiliki bumi ini selamanya, tetapi bumi ini milik bersama dari generasi ke generasi, sehingga masing-masing generasi harus menjaga planet ini dari segala macam kerusakan.

Elkin dan kawan-kawan dalam bukunya Reviving the City (1991) menjelaskan bahwa untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan, pemakaian sumberdaya oleh  generasi  saat  ini  harus  terbatas  dan  seminimum  mungkin  agar  generasi mendatang masih tetap dapat memakai sumberdaya tersebut dalam kondisi yang sama atau lebih baik. Syarat lain merurut Elkin adalah bahwa setiap kerusakan lingkungan  yang  terjadi  karena  pembangunan  harus  dibayar  melalui  peraturanperaturan dan atau insentif. Hambatan-hambatan keberlanjutan mungkin sulit untuk ditentukan dengan tepat. Meskipun demikian, adalah mungkin untuk mengidentifikasi arah dari perubahan pola konsumsi sumberdaya yang perlu untuk menghindari kerusakan lingkungan akibat konsumsi sumberdaya yang berlebih dengan segala dampaknya.   Identifikasi   ini   merupakan   langkah   untuk   menentukan   tipe   dari pembangunan dan perancangan urban yang lebih berkelanjutan.

Sementara itu Emil Salim (1988) pada saat menjadi Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup mengatakan bahwa pembangunan berkelanjutan berkaitan erat dengan upaya-upaya pembangunan yang mempunyai wawasan lingkungan. Pembangunan   diartikan   sebagai   proses   jangka   panjang   untuk   mencapai kesejahteraan dari generasi ke generasi dalam waktu yang tak ditentukan. Selain itu Salim (1991)   juga   menekankan   bahwa   pembangunan   berkelanjutan   harus memperhatikan aspek sosial, atau ‘hubungan harmonis antara individu manusia dan kelompok-kelompok sosial’.

Dalam Deklarasi Rio dari Konferensi Bumi yang diselenggarakan di Rio de Janeiro pada bulan Juni 1992, kriteria pembangunan yang berkelanjutan dirumuskan sebagai berikut:

  1. Integritas Ekologi: mempertahankan sistem penunjang kehidupan, melestarikan keanekaragaman genetik dan meyakinkan pemakaian yang berkelanjutan dari spesies dan ekosistem.
  2. Efisiensi: mengkaji langkah-langkah atau metode alternatif dari pembangunan dalam hal biaya (uang, waktu, personil dan kenyamanan publik).
  3. Keadilan Sosial: upaya untuk mendapat kesempatan dan pengakuan yang sama dalam pemenuhan kebutuhan diantara individu dan keluarga, kelompok sosial, jender, generasi dan spesies.
  4. Integritas Budaya: mempertahankan kekayaan tradisi dan kultur masyarakat dunia

Singkatnya, pembangunan berkelanjutan memang merupakan satu konsep yang terus berkembang dan dapat terus menjadi perdebatan. Tulisan berikut tidak akan   mengkaji   berbagai   perkembangan   pemikiran   tentang   pembangunan berkelanjutan, akan tetapi akan meringkas ide-ide dasar yang banyak didiskusikan, yang secara umum dapat diringkas menjadi lima butir sebagai berikut.

Pertama,  konsepsi  pembangunan  berkelanjutan  menekankan  pentingnya ‘integrasi’   antara   ide-ide   ‘pembangunan’   dan   ‘lingkungan’   yang   sebelumnya cenderung  dipertentangkan.  Kedua,  pembangunan  berkelanjutan  berpijak  dari pandangan bahwa konsepsi tentang pembangunan tidaklah cukup hanya diartikan sebagai ‘pertumbuhan’ ekonomi semata melainkan mencakup pula pembangunan dalam anti yang lebih luas dan dalam antara lain menyangkut kualitas hidup dan kehidupan   manusia   secara   keseluruhan.   Ketiga   konsepsi   pembangunan berkelanjutan menyadari terdapatnya batas-batas teknologi dan lingkungan untuk mendukung   proses   pembangunan   yang   tidak   terkontrol.   Keempat,   konsepsi pembangunan   berkelanjutan   menekankan   pentingnya   aspek   sosial-politik, khususnya keadilan dan demokrasi yang merupakan aspek tak terpisahkan dari persoalan-persoalan lingkungan. Dan terakhir, atau kelima, konsepsi pembangunan berkelanjutan menyadari adanya ketimpangan situasi dan dengan sendirinya juga sasaran dan prioritas pembangunan antara negara-negara berkembang dan negaranegara maju.

Ringkasnya, perkembangan pemikiran tentang pembangunan berkelanjutan saat ini mengkristal pada disepakatinya dua prinsip utama pembangunan yakni pelestarian  lingkungan  dan  kesejahteraan  sosial.  Dengan  kata  lain  konsepsi pembangunan berlanjut mencoba mengintegrasikan pendekatan deep-ecology yang mewamai gerakan-gerakan pelestarian lingkungan yang dikritik terlalu utopia dan hanya menekankan kepentingan pelestarian lingkungan alam, dengan pendekatan anthropocentris yang dikritik terlalu egois menekankan hanya pada kepentingan manusia. Dapat disimpulkan disini bahwa pembangunan berkelanjutan mengandung dimensi yang luas, tidak saja dimensi fisik-ekologis, melainkan juga dimensi sosial, budaya dan politik. Perlu dicatat disini bahwa dimensi sosial, budaya, dan politik pembangunan   berkelanjutan   ini   semakin   menjadi   penting   di   negara-negara berkembang, oleh karena ketimpangan sosial, ekonomi, dan politk yang begitu besar.

Sebagaimana  dikemukakan  oleh  Redclift (1987), konsepsi  pembangunan berkelanjutan memang bukan merupakan blue-print atau cetak biru yang statik dan deterministik,  melainkan  merupakan  suatu  konsep  yang  dinamik  dan  terbuka sehingga perlu terus dikaji dan dikembangkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *