Konsepsi tentang pembangunan kota yang berkelanjutan merupakan penjabaran lebih lanjut dari konsepsi-konsepsi pembangunan berkelanjutan sebagaimana telah di bahas di atas. Kota yang berkelanjutan atau sustainable cities, didasari oleh pemikiran bahwa lingkungan kota mempunyai andil yang sangat besar bagi lingkungan dalam skala yang lebih luas. Lebih lanjut, oleh karena sebagian besar penduduk dunia akan tinggal di daerah perkotaan, ide-ide pembangunan yang berkelanjutan sudah sewajarnya diterapkan pula di lingkungan kota.
Pembahasan tentang konsep dasar dan prinsip-prinsip pembangunan kota yang berkelanjutan tidak dapat dilakukan tanpa pembahasan yang kritis dan holistik tentang lingkungan kota itu sendiri. Memahami lingkungan kota secara holistik berarti melihat lingkungan kota sebagai kesatuan yang integral, dinamik dan kompleks antara lingkungan fisik-alami dengan manusia dan sistim sosialnya. Dengan kata lain, pemahaman ini mengandung konsekuensi bahwa kita harus memahami lingkungan secara holistik, tidak terbatas pada aspek fisik-alami semata, tetapi juga aspek sosial, ekonomi, budaya, serta politik masyarakat dalam suatu sistem waktu dan tempat yang khusus.
Dalam beberapa tuiisan, saat ini banyak dipakai konsepsi ABC yang menjelaskan tiga komponen lingkungan yang tak terpisahkan yakni “Abiotik,” “Blotik,” serta “Culture.” Komponen pertama dan kedua yang menjelaskan tentang suatu kesatuan Iingkungan alami telah banyak dibahas, sementara komponen ketiga banyak dijelaskan sebagai keseluruhan sistem berfikir dan berkegiatan manusia. Akan tetapi yang biasanya terlewat dari penjelasan atau diskusi adalah tentang `integrasi’ antar ketiganya, yang dicirikan dengan kompleksitas, dinamika, dan ketidakpastian. Diskusi-diskusi tentang lingkungan kota, dengan demikian, harus diarahkan pada upaya-upaya untuk semakin memahami integrasi tersebut. Dalam kaitan ini, terdapat tidak tiga aspek penting yang harus kita perhatikan ketika kita berbicara tentang persoalan lingkungan kota serta upaya-upaya pengelolaannya.
Aspek pertama berkaitan dengan “dinamika perubahan” dari Iingkungan kota itu sendiri. Aspek ini sebenarnya sederhana dan mudah dipahami, akan tetapi seringkali diabaikan. Orang cenderung terjebak dalam pemikiran tradisionalkonservatip tentang sistem lingkungan kota yang statis dan mengabaikan dinamika atau perubahan. Akibat dari pemikiran ini kurang menguntungkan, oleh karena kepekaan kita terhadap proses-proses perubahan penting lingkungan menjadi kurang sehingga kemampuan kita untuk mempengaruhi proses-proses perubahan menuju keadaan yang lebih baik juga menjadi kurang. Sebagaimana telah banyak didokumentasikan, perubahan lingkungan saat ini dicirikan dengan semakin berkurangnya baik kuantitas dan kualitas lingkungan di berbagai belahan dunia. Dinamika perubahan lingkungan ini harus dipahami sehingga kita akan mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi dan mengarahkannya secara lebih baik.
Berikutnya, “kompleksitas” merupakan aspek kedua yang penting dalam membahas lingkungan kota. Kompleksitas disini diartikan sebagai keadaan dimana proses-proses perubahan lingkungan kota yang disebabkan oleh begitu banyak faktor atau variable berada di luar jangkauan kita untuk memahami atau memperkirakannya. Pemahaman akan kompleksitas ini penting oleh karena akan berpengaruh terhadap upaya-upaya kita dalam melakukan intervensi terhadap proses-proses perubahan lingkungan kota. Selama ini kita beranggapan bahwa keseluruhan faktor atau variable perubahan lingkungan kota selalu dapat kita identifikasikan, sehingga upaya-upaya intervensi terhadap proses perubahan tersebut dilakukan secara deterministik dengan target-target yang sangat jelas. Dalam kenyataanya, seringkali kita kecewa karena begitu kecil target-target tersebut dapat kita capai. Tak jarang malah, upaya-upaya intervensi justru menghasilkan target yang jauh berbeda dengan yang diinginkan. Dalam konteks inilah, sebagaimana akan dibahas dalam bab-bab selanjutnya, upaya-upaya pengelolaan lingkungan cenderung dikembangkan sedemikian sehingga dapat lebih mengantisipasi berbagai kemungkinan perubahan dan kompleksitas persoalan lingkungan.
Sangat erat terkait dengan aspek kedua tentang kompleksitas, “ketidakpastian” merupakan aspek ketiga yang penting dalam diskusi-diskusi tentang lingkungan kota. Ketidak-pastian disini diartikan sebagai keadaan dimana prosesproses perubahan lingkungan terjadi begitu dinamik dan di luar jangkauan kita untuk memperkirakan atau mempridiksikannya. Kasus kebakaran ribuan hektar hutan tropis di Kalimantan serta menurunnya produksi pangan yang disertai dengan krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia saat ini, yang akhirnya menyebabkan proses perubahan politik dan sosial yang cukup mendasar tentunya merupakan contoh nyata betapa proses perubahan lingkungan seringkali diluar jangkauan kita untuk memperkirakan atau memprediksikannya.
Tiga aspek di atas menjadi sangat penting diperhatikan oleh karena berkaitan erat dengan ide-ide tentang pembangunan kota yang berkelanjutan. Sebagaimana akan dibahas Iebih lanjut dalam bab-bab berikut dari buku ini, saat ini mulai banyak dipikirkan tentang ide-ide pembangunan kota yang berkelanjutan yang pada dasarnya menekankan pada pengelolaan lingkungan kota yang penuh dengan ketidak-pastian, kompleksitas, dan perubahan. Pembangunan kota yang berkelanjutan memang didasari pada prinsip-prinsip ekologis, akan tetapi tidak melupakan kaitan yang erat bahwa lingkungan kota tidak saja terdiri dari lingkungan ekologis, melainkan juga merupakan lingkungan ekonomis dan sosial.
Aspek panting lain yang biasa didiskusikan dalam konsepsi tentang kota yang berkelanjutan berkaitan dengan sistem produksi dan konsumsi lingkungan kota. Dalam kerangka ini, kota mensyaratkan adanya pemasukan besar sumberdaya dan produk-produk alam; makanan, bahan bakar, air, material bangunan dan produkproduk. lain, agar kehidupan di dalamnya dapat berjalan baik. Peningkatan kebutuhan dari kota berarti peningkatan eksploitasi hutan, tanah pertanian, laut dan tambang. Ini juga berarti peningkatan sisa-sisa produk; limbah padat, polutan udara dan air, yang masuk ke lingkungan dan menyebabkan masalah kesehatan bagi penduduk dan akan membahayakan kapasitas produksi dari ekosistem. Sebagai tambahan, mengalirnya produk-produk diatas ke dalam kota membutuhkan banyak energi, ruang dan tempat terbuka untuk membuang Iimbahnya.
Untuk membangun kota yang berkelanjutan, aliran besar dari produk-produk itu harus dikurangi dan limbahnya harus menyatu kedalam siklus alam, dengan tujuan untuk membentuk sumberdaya alam yang baru. Substansi toksik dalam produk harus dihilangkan. Seluruh upaya ini mensyaratkan pola-pola konsumsi baru dan pengembangan gaya hidup yang lebih berkelanjutan. Juga mensyaratkan caracara baru mengorganisasikan kota yang lebih berwawasan lingkungan. Tetapi adakah strategi secara umum untuk kota yang berkelanjutan?
Pembangunan kota yang berkelanjutan merupakan proses yang dinamik sejak bertahun-tahun Iamanya. Ini memerlukan partisipasi menyeluruh dari para aktor dalam masyarakat dan meliputi perubahan-perubahan penting dalam berbagai sektor. Sejumlah ukuran, seperti promosi cinta Iingkungan dan sektor bisnis yang berwawasan lingkungan perlu ditakukan. Juga kerjasama antara pemerintah lokal dan masyarakat untuk memberdayakan dan mencari cara lain mendapatkan kebutuhan hidup masyarakat miskin, merupakan isyu penting.
Isyu kunci lain dari keberlanjutan kota adalah kerjasama antar kota-kota tetangga, kerjasama antara kota dan desa-desa disekitarnya, bentuk-bentuk baru dari perencanaan tata guna tanah dan pembangunan urban yang berkelanjutan. Dalam Agenda 21, salah satu hasil Konferensi Bumi di Rio de Janeiro tahun 1992, salah satunya direkomendasikan adanya pengurangan migrasi ke kota-kota besar. meningkatkan kehidupan di desa dan mendorong pembangunan kota-kota berukuran menengah. Tujuannya adalah untuk meningkatkan lapangan kerja dan fasilitas perumahan bagi masyarakat.
Meskipun demikian, masih ada pula kekhawatiran bahwa pembangunan urban yang berkelanjutan dengan memenuhi rekomendasi-rekomendasi yang disusun di Konferensi Bumi Rio sulit dicapai. Ada pendapat bahwa menuju pembangunan urban yang berkelanjutan adalah tidak mungkin tanpa perbaikan menyeluruh dari kondisi Iingkungan kota. Dalam kegiatannya, kota perlu mengurangi penggunaan sumberdaya, meminimalkan jumlah limbah dan mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan bermotor. Tetapi tanpa pengelolaan lingkungan yang baik, masalah-masalah lingkungan dapat muncul seperti tingginya tingkat polusi udara dan air, banjir dan menumpuknya sampah.
Untuk mencapai tujuan pembangunan urban yang berkelanjutan, di negara maju perhatian banyak diberikan pada konservasi dan pemeliharaan baik lingkungan alamiah maupun buatan yang ada. Ada 3 hal yang merupakan prinsip perancangan urban yang berkelanjutan, yaitu: pertama, pemakaian kembali bangunan, jalan dan infrastruktur yang sudah ada, serta komponen dan material bangunan yang telah didaur ulang. Kedua, konservasi sumberdaya alam, flora, fauna, dan landsekap. Material bangunan harus didapatkan dari sumber-sumber yang berkelanjutan. Ketiga, pola dan konstruksi pembangunan baru harus memakai energi seminimal mungkin. Setiap bangunan baru harus dirancang fleksibel sehingga dapat dipakai untuk fungsi yang berbeda sepanjang usia bangunan tersebut.
Meskipun demikian, dalam konteks proses urbanisasi yang berlangsung di negara sedang berkembang, ‘memenuhi kebutuhan saat ini’ dengan sama dan merata harus menjadi perhatian, baik dalam hal ekonomi, sosial, politik, keamanan dan harmoni untuk menuju masa depan yang berkelanjutan. Menurut Drakakis-Smith (1996) secara umum ada 5 syarat khusus yang harus dipenuhi agar tercapai pembangunan urban yang berkelanjutan, yaitu:
• Pemerataan dalam distribusi keuntungan pertumbuhan ekonomi;
• Akses terhadap kebutuhan dasar manusia;
• Keadilan sosial dan hak-hak kemanusiaan;
• Kepedulian dan integritas lingkungan;
• Kepedulian terhadap adanya perubahan sepanjang ruang dan waktu.
Mitlin dan Satterhwaite dalam Pugh (1996) berpendapat bahwa syarat-syarat tersebut perlu diterapkan untuk mencapai pembangunan permukiman yang berkelanjutan. Komponen berkelanjutan mensyaratkan aksi pencegahan penurunan aset-aset lingkungan sehingga sumberdaya untuk kegiatan manusia dapat terus berlanjut (UNCHS, 1996). Aksi pencegahan tersebut meliputi:
• Meminimalkan pemakaian atau limbah sumberdaya-sumberdaya yang tidak dapat didaur ulang, termasuk aset-aset budaya dan sejarah, serta konsumsi energi dan material dalam industri, komersial dan domestik;
• Pemakaian berkelanjutan dari sumberdaya-sumberdaya yang dapat didaur ulang, seperti air, tanaman pertanian dan produk-produk biomas;
• Meyakinkan bahwa limbah dapat diabsorbsi secara lokal dan global, seperti oleh sungai, laut dan atmosper.
Meskipun kemampuan untuk mencapai tujuan tersebut akan berkaitan dengan kondisi ekonomi suatu negara, kebijakan-kebijakan untuk pembangunan urban yang berkelanjutan dapat dan harus dikenalkan melalui strategi pengelolaan secara komprehensif, apapun situasi ekonomi yang ada.