Lompat ke konten
Kategori Home » Sosial Politik » Konsensus Politik

Konsensus Politik

  • oleh

Cerita baik tentang konsensus politik dalam masyarakat Barat diperdebatkan oleh dua kelotnpok perspektif: the end of ideology dan the one dimensional society. Secara garis besar argumen the end of ideology seperti yang diungkapkan Lipset menganggap dukungan terhadap red flag wing dalam politik Barat telah menurun drastis, bersamaan dengan meredupnya

Leninisme dan Marxisme sebagai ideologi alternatif. Sebaliknya, isu-isu kebijakan yang bersifat ideologis mulai tersingkir oleh isu-isu lain yang lebih menekankan aspek pragmatisme-ekonomi.

Kecenderungan ini digambarkan sebagai proses berakhirnya konflik politik paling mendasar dalam masyarakat industrial. Menurut Buder dan Stokes berakhirnya konflik politik fundamental tersebut berkiatan dengan dua hal lainnya: pertama, melemahnya politik kelas, dan kedua, pergeseran debat politik ke centre ground.

Di lain pihak perspektif the one dimensional society yang dikemukakan Marcuse memulai analisisnya dengan memperhatikan kombinasi berbagai faktor struktural yang berperan penting dalam menyokong kontrol dan sistem manajemen sosial perekonomian modern. Faktor-faktor struktural tersebut adalah perkembangan spektakulaer sistem produksi kapitalisme, meningkatnya regulasi dalam persaingan bebas dan penetapan kembali prioritas nasional berdasarkan kepentingan strategis dalam perang dingin.

Implikasinya, menurut Marcuse, adalah depolitisasi secara masif. Urusan publik tidak lagi ditandai dengan perdebatan yang bersifat politis dan ideologis tapi terperangkap dalam perdebatan tentang cafa atau metode yang tepat untuk mengejar tujuan yang sudah given, yakni pertumbuhan ekonomi dan akumulasi kapital.

Depolitisasi ini bersumber dari merebaknya instrumental reason, yakni melauasnya perhatain dan kesadaran intelektual yang bertumpuk pada debat tentang metode dan cara yang paling efesien tanpa mempedulikan lagi persoalan-persoalan yang lebih mendasar atau filosofis tentang tujuan suatu masyarakat.

Situasi ini, lanjut Marcuse, diperkuat oleh upaya penunudkan kultural atas kelas subordinan melalui media massa yang mempetoduksi packaged culture melalui media massa dan industri periklanan yang menimbulkan efek false consciousness. Akibatnya masyarakat pada umunya dan kelas subordinan khusunya gagal menyadari dan menemukan kepentingan riilnya selain kepentingan super real yang cenderung melayani kepentingan akumulasi kapital.

Marcuse menambahkan packaged culture juga menciptakan modus perilaku baru yang cenderung adaptif, pasif dan patuh pada idelogi dominan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *