Lompat ke konten
Kategori Home » Sosial Politik » Hubungan antara Perubahan Budaya dan Kriminalitas

Hubungan antara Perubahan Budaya dan Kriminalitas

  • oleh

Telah disinggung pada uraian sebelumnya, bahwa salah satu dimensi dari perubahan sosial adalah perubahan budaya, dan perubahan budaya sendiri masih dapat dirinci menjadi beberapa dimensi lagi, yang bersifat material maupun imaterial.

Pada saat kita membicarakan mengenai pengertian dasar Sosiologi, telah dikemukakan pula beberapa definisi dari budaya, yang di dalamnya memang tersirat tentang adanya bentuk budaya material dan budaya imaterial.

Budaya memang merupakan salah satu unsur dari kehidupan masyarakat, bahkan adapula sejumlah ilmuwan yang mengatakan bahwa salah satu pembeda antara kehidupan komunitas manusia dan komunitas binatang adalah terletak pada keberadaan budaya. Manusia dinyatakan sebagai makhluk yang memiliki budaya, balk budaya dalam arti pola perilaku maupun budaya dalam arti materil.

Perubahan Pola Perilaku dan Kriminalitas

Dalam rangka mempertahankan keberadaannya, manusia selalu berusaha melakukan serangkaian tindakan,dan tindakan yang dilakukan itu akan selalu dinilai, dirasakan megenai baik buruk dan untung ruginya. Suatu tindakan yang mendatangkan keuntungan sudah tentu akan diulang, di pertahankan dan jika perlu dikembangkan. Sementara apabila suatu tindakan itu dirasa merugikan, maka manusia akan segera meninggalkan dan berusaha mencari pola perilaku lain yang lebih menguntungkan.

Itulah barang kali sebabnya, mengapa Horton and Horton (1971) dan H.M. Boodiesh dalam tulisannya berjudul Our Industrial Age (1961) menyatakan bahwa kehidupan manusia dari ujudnya yang paling sederhana sampai dengan kehidupan yang komleks seperti sekarang ini, telah mengalami berbagai tahapan.

Horton and Horton misalnya, melalui tulisannya berjudul Introductory Sociology menyebutkan bahwa pada mulanya manusia dalam suatu ikatan-ikatan kecil yang terdiri dari beberapa keluarga dan beranggotakan beberapa orang saja dengan berbekal hidup mulai pengumpulan bahan makanan dengan berburu didaerah-daerah terpencil, sehingga terbentuklah suatu masyarakat.

Sementara itu H.M Boodish secara lebih tegas dan rinci menyatakan bahwa :

Cepat ataukah lambat kehidupan manusia akan berproses dalam lima tahap sebagai berikut :

1. Hunting and Fishing (Tahap berburu dan menangkap ikan)

2. Pastoral (Tahap menetap)

3. Agricultural (Tahap bercocok tanam)

4. Handicraft (Tahap kerajinan tangan)

5. Industrial (Tahap industri

Tahap demi tahap itu berproses sejalan dengan pola pemenuhan kebutuhan hidup mereka pada saat itu. Pada saat manusia masih dapat menggantungkan diri pada mata pencaharian berburu dan menagkap ikan, mereka menempuh jalan hidup

berpindahpindah dari tempat yang satu ketempat yang lain, sambil mengikuti gerak binatang serta mencari tempat-tempat yang memungkinkan diperoleh binatang buruan. Kehidupan semacam ini oleh para ilmuwan disebut sebagai kehidupan nomaden.

Kehidupan semacam ini ternyata tidak dapat dipertahankan terus-menerus, mengingat kehidupan berpindah-pindah sambil mengikuti gerak binatang buruan dan mencari bahan makanan, ternyata makin lama semakin tidak menguntungkan dan tidak membawa hasil.

Disamping itu membanyaknya jumlah anggota kelompok yang berusia lanjut dan membebani proses perpindahan mereka, juga ikut andil dalam mempersulit gerak mereka, sehingga kehidupan man usia berangsur-angsur terdorong kearah kehidupan menetap atau memasuki tahap kehidupan yang disebut pastoral Pada tahap ini pembagian tugas sudah mulai dikenal dengan jalan membagi diri bahwa kaum pria masih tetap melakukan hunting and fishing, sementara kaum wanita menjadi pengolah bahan makanan yang didapat kaum pria dari berburu dan menangkap ikan, yang dilakukannya pada tempat yang telah disepakati bersama,tanpa harus berpindah-pindah tempat lagi.

Kehidupan menetap ini ternyata tidak luput juga dari kesulitan-kesulitan sebab kaum pria yang bertugas mencari bahan makanan itu kadang kala datang dengan tidak membawa hasil, sehingga kaum wanita yang tahu persis tentang kondisi bahan makanan yang tersedia, terpaksa tidak bisa tinggal diam dengan mengandalkan kepada kaum pria.Meraka kemudian mencoba merubah perlakuannya terhadap bahan makanan, yang semula diperlakukan sekali pakai habis, menjadi diupayakan untuk “dilahung “, dalam arti diawetkan.

Bagi binatang buruan diupayakan untuk bisa dipelihara dan diternakan, sedangkan untuk tumbuh-tumbuhan atau umbi-umbian diawetkan didalam tanah yang kemudian melahirkan kehidupan berternak dan bercocok tanam atau agricultural

Mengingat kehidupan bercocok tanam ini pun masih juga menghadapi tantangan, khususnya disekitar adanya serangan hama dan bencana alam, maka dalam rangka mempertahankan hidup, mereka memanfaatkan jari-jari tangannya untuk membuat alaalat pendukung pertanian yang pada awalnya memanfaatkan bahan dari batu, dan untuk kepentingan sendiri dalam kegiatan handicraft, akhirnya mengarah pada pembuatan barang-barang dengan menggunakan mesin dan untuk dijual, sehingga kehidupan mereka mengarah pada tahap industrial

Perlu diketahui pula, bahwa ketika mereka-menjalani hidup sebagai petani mereka mengenal pula kehidupan ladang berpindah, yang kadang kala perpendahan mereka itu sempat pula melahirkan konflik diantara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain dalam memperebutkan tanah subur yang akan digarapnya.

Disamping itu, pada saat mereka mulai merasa sulit untuk memenuhi kehidupannya hanya dengan bertani dan mulai mencoba menukar barang (barter), dan berdagang, maka serangkaian kesepakatan-kesepakatan dan aturan-aturan mulai terasa perlu difikirkan. Apabila pengaturan-pengaturan itu tidak tersedia, sangat mungkin yang terjadi adalah bargaining position yang tidak imbang dan dapat melahirkan tindak kriminal, karena mereka yang memiliki bargaining position kuat akan menekan mereka yang lemah.

Perubahan Budaya Material dan Kriminalitas

Berkenaan dengan adanya bentuk budaya materil, sebagai salah satu bagian dari budaya, maka perlu pula dilihat bagaimana keterkaitannya dengan kriminalitas.

Sekarang ini produk teknologi sistem komunikasi dan informasi sudah sedemikian pesat. Munculnya internet yang demikian cepat ternyata telah melahirkan pelakupelaku tindak kriminalitas “White Collar Crime”, suatu tindak kriminal yang dilakukan oleh mereka yang memiliki status sosial relatif tinggi dengan bentuk kriminalitas yang relatif canggih.

Berbagai macam bentuk kriminalitas yang terjadi berkenaan dengan keberadaan internet ini sudah sangat banyak bermunculan di sekitar kita. Demikian juga kriminalitas yang muncul berkenaan dengan keberadaan hand phone. Apalagi dengan aneka ragam fasilitas yang di berikan, seperti dengan adanya fasilitas SMS, maka berbagai penipuan, ajang selingkuh dan sebagainya telah terjadi dalam kehidupan pengguna hasil budaya material

Demikian pula berkenaan dengan adanya peralatan teknologi kamera. Kecanggihan peralatan pengambilan gambar, ternyata telah pula melahirkan tindak kriminalitas dalam bentuk pencurian gambar terhadap para artis atau model . dalam rangkaian acara casting dan sebagainya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *