Lompat ke konten
Kategori Home » Sosial Politik » Faktor-faktor penyebab munculnya Neo-Liberalisme

Faktor-faktor penyebab munculnya Neo-Liberalisme

  • oleh

Ada bebarapa faktor yang mendorong munculnya neoliberalisme. Yang pertama adalah munculnya perusahaan multinasional (multinational corporations-MNC) sebagai kekuatan yang nyata dan bahkan memiliki aset kekayaan yeng lebih besar daripada negara-negara kecil di dunia. Mereka ini rata-rata mempunyai kantor pusat di negara-negara maju (Amerika Serikat, Uni Eropa, Kanada, Jepang, Australia) memanfaatkan fasilitas infrastruktur yang dimiliki oleh negara-negara itu.

Akan tetapi, gerak mereka dibimbing bukan oleh nasionalisme, tetapi sematamata oleh insting, mengeruk laba di manapun kesempatan itu ada di dunia. Pada saat kritis, mereka dapat mengubah ,odal yang begitu besar yang mereka miliki menjadi barganing power, dan memaksa tidak sedikit negara-negara bertekuk lutut, nahkan juga negara rumah asal mereka (home country). Tidak berlebihlebihanlah kalau mereka sering disebut “new rulers of the world” oleh Wartawan BBC, John Pilger.

Kedua, munculnya organisasi atau “rejim internasional” yang berfungsi sebagai surveillance system. Untuk menjamin bahwa negara-negara di seluruh dunia patuh menjalankan prinsip pasar bebas dan perdagangan bebas, di dunia saat ini dikenal organisasi dan institusi internasional yang terus-menerus memantau negara-negara.

Tiga yang utama yang harus disebut di sini adalah World Trade Organization (WTO) yang dapat menjatuhi hukuman pada negara-negara yang tidak patuh pada perdagangan bebas. Dua yang lain berkaitan dengan institusi keuangan, yaitu World Bank dan lnternasional Monetary Fund (IMF). Dengan mengandalkan tim yang kuat tersebar ke seluruh dunia, mereka ini mampu membuat evaluasi dan laporan tahuan (annual report) atas negara-negara di seluruh dunia, menyebarkan informasi itu ke seluruh dunia yang akan diacu oleh berbagai lembaga keuangan dan lembaga konsultasi untuk membuat evaluasi.

Ketiga, sebagai variabel independen dari semuanya ini adalah revolusi di bidang teknologi komunikasi dan transportasi yang amat dahsyat selama 20 tahun terakhir ini. Teknologi informasi dan transportasi mencapai tingkat kemajuan sedemikian rupa sehingga terjadilah apa yang oleh Anthony Giddens disebut “time-space distanciation” atau oleh David Harvey “time-space compression” Keduanya ingin mengatakan bahwa ruang dan waktu sekarang tidak relevan lagi. Bagi perilaku bisnis perkembangan ini memang diharapkan karena dengan demikian mereka tidak lagi mengalami hambatan apapun untuk menggerakkan barang maupun modal ataupun mengkoordinasikan produksi ke manapun di dunia. Tanpa kemajuan teknologi seperti ini tidak mungkin terjadi kemajuan-kemajuan neoliberal.

Terakhir, dari perspektif realis harus disebutkan bagaimana negara-negara kuat (umumnya negara maju) memakai kekuatan yang dimilikinya untuk menaklukkan negara yang lebih lemah (umumnya negara yang sedang berkembang). Secara khusus perlu disebut di sini peran Amerika Serikat, satusatunya negara yang mempunyai kekuatan militer maupun ekonomi yang tiada tandingannya di planet bumi.

Mengingat ukuran ekonominya yang sedemikian besar, negara superpower ini jelas mempunyai kepentingan besar terhadap perdagangan bebas dan investasi di tingkat global. Tapi, seperti yang diamati oleh Stephen Krasner, sesudah ambruknya sistem Bretton Woods, ditambah krisis minyak pada awal tahun 1970-an, Amerika Serikat kehilangan perannya sebagai “hegemon” (penguasa total) dan memperlihatkan kelakuan yang tidak beda dari negara-negara Dunia Ketiga, yaitu sebagai “free rider” (pendompleng).

Sistem keuangan dan sistem perdagangan internasional yang ia dulu ikut ciptakan untuk kesejahteraan dunia, kini diobokobok dan dimanipulasi untuk kepentingannya sendiri. Tapi ini tidak berarti bahwa ia berusaha mengubah atau menghancurkan sistem tersebut. Sebagai free-reder, Amerika Serikat amat berkepentingan menjadi penjamin kelangsungan sistem ekonomi neoliberal, dan akan mempertahankannya mati-matian seperti dulu membela kapitalisme dari serangan komunisme Uni Soviet dan sekutu-kutunya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *