Lompat ke konten
Kategori Home » Arsitektur » Ekologi Kota Sebagai Lingkungan Terbangun

Ekologi Kota Sebagai Lingkungan Terbangun

  • oleh

Ekologi (istilah yang pertama kali dikenalkan oleh Haeckel di tahun 1869) didefinisikan sebagai studi tentang interaksi antara organisma, populasi, dan spesies bioloqi (termasuk manusia) dengan lingkungan hidupnya; perubahan komposisi dari spesies, dan aliran energi di dalam kelompok-kelompok spesies (ekosistem) (Yang, 1995). Interaksi antara lingkungan biologi dan fisik membentuk sebuah unit spasial yang disebut ekosistem.

Ekologi sebuah kota ditandai dengan adanya lansekap pola-pola jalan, tempat perbelanjaan, perkantoran, pusat pemerintahan, taman dan area permukiman. Selain itu, ada beberapa bagian kota yang sering dilupakan atau tidak mendapat perhatian, misalnya pinggiran sungai, rel kereta api, utilitas umum, tanah kosong, halaman rumah-rumah di kampung, dan sebagainya. Jadi ada dua jenis lansekap dimiliki oleh sebuah kota. Yang pertama. lansekap yang tertata, dengan bangunan-bangunan bagus, pohon-pohon, bunga, rumput yang terpelihara, kolam, plaza dan tempat-tempat yang direncanakan dan dirancang dengan baik lainnya. Lansekap   ini   dirancang   khusus   dengan   aturan-aturan   yang   resmi   dengan mengutamakan  keindahan:  Keberadaannya  tergantung  pada  maskan  energi  dan teknologi yang tinggi.

Lansekap jenis kedua biasanya ditandai dengan vegetasi alamiah yang tumbuh dengan sendirinya, dan genangan air atau banjir setelah turun hujan. Tempat-tempat ini, yang disebut lansekap vernakular, merupakan bagian kota yang sering dilupakan, tidak dirancang secara khusus. Menurut Hough (1995), jenis lansekap vernakular masih dianggap lebih mempunyai lingkungan alamiah, lebih mempunyai kedekatan dengan lansekap pedesaan.

Apabila kota menjadi semakin besar, ekologi kota menjadi berubah pula. Pada kota besar dan modern, pola dari ruang-ruang kota merupakan produk dari tekanan pasar, sistem transportasi dan ideologi rancangan yang secara radikal berbeda dengan kota-kota tua yang tradisional. Secara visual, bangunan-bangunan tinggi dan jalanjalan raya telah menciptakan lansekap kota dengan skala tidak manusiawi lagi, lebih tergantung pada kendaran bermotor daripada berjalan kaki. Tekanan ekonomi telah menciptakan lansekap bangunan tinggi yang terpanggang panas di siang hari dan tersapu angin, plaza-plaza luas tanpa isi, tempat parkir, jalan-jalan tol, dan tanah kosong tanpa difungsikan. Kota menjadi penuh dengan struktur beton, dan jauh dari suasana  alamiah  pedesaan.  Lansekap  ini  menjadi  lansekap  yang  steril,  yang menunjukkan kurangnya koordinasi dan kontrol pembangunan.

Pamakaian energi yang melimpah di kota turut menentukan bentuk dari kota. Pemakaian energi untuk pabrik, kendaraan, sistem pemanasan dan pendinginan, listrik dan lainnya sekitar seratus kali lebih besar daripada energi yang mengalir melalui ekosistem alamiah (Lang dan Armour, 1980). Sehingga kota telah memberi tekanan kepada  sistem  alamiah  dengan  pemakaian  energi  yang  tinggi  dan  pembuangan produk-produk yang tidak diinginkan. Ada masukan makanan dari daerah pertanian dan buangan ke dalam lingkungan berupa panas dan limbah. lndustri-industri yang mengambil air dari sungai atau air tanah dan mengembalikannya berupa limbah energi panas. Sampah organik dan berbagai jenis limbah padat dibuang ke permukaan tanah. sehingga menimbulkan sejumlah besar gas metan dan gas-gas lainnya dalam proses dekomposisinya.

Mudahnya mendapatkan energi dalam jumlah banyak membuat iklim mikro bangunan, bentuk dan gaya rancangan bangunan di kota-kota modern tidak lagi dipengaruhi oleh hambatan-hambatan alam. Steadman (1977) menunjukkan bahwa bentuk  luar  dari  gedung-gedung  tinggi  yang  tertutup  menjadi  konsekuensi  dari organisasi internal dan bahan bangunan yang dipakai. Ini sangat berbeda dengan arsitektur tradisional, yang mana disain eksterior bangunan merupakan respon dari masalah iklim dan upaya melindungi interiornya dari udara panas atau dingin. Dengan kemudahan mendapatkan energi tersebut, apabila tidak ada kontrol pembangunan yang  benar,  ekologi  urban  akan  terus  berubah  kearah  yang  semakin  jauh  dari lingkungan alamiah.

Gambar Interaksi antar komponen lingkungan

Referensi : Universitas Gadjah Mada

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *