Lompat ke konten
Kategori Home » Arsitektur » Efisiensi Energi

Efisiensi Energi

  • oleh

Prinsip   merancang   urban   dengan   pemakaian   energi   se   efisien   perlu diterapkan, mengingat secara umum perubahan iklim dan kondisi fisik lingkungan kota disebabkan oleh polusi yang dihasilkan oleh proses pembangunan kota. Banyak dari polusi atmosfer disebabkan oleh pembakaran minyak bumi (fosil) untuk mendapatkan   energi   penunjang   kehidupan   kota.   Beberapa   elemen   yang mengkonsumsi energi untuk berlangsungnya kehidupan kota antara lain:

  • Bangunan — penerangan, pendinginan, pemanasan (terutama energi listrik)
  • Transportasi (energi bahan bakar minyak)
  • Komunikasi: telepon, telex, radio, TV (energi listrik)
  • Infrastruktur
  • Pertambangan
  • Industi

Lima puluh persen dari konsumsi minyak bumi di seluruh dunia dipakai untuk bangunan.  Selain  itu  energi  dipakai  untuk  membuat  bahan  bangunan,  untuk membawa bahan bangunan tersebut ke lokasi, serta dipakai pada saat proses pembangunan bangunan. Pemakaian bangunan-bangunan itu sendiri menghasilkan lima puluh persen CO2 di seluruh dunia, atau sekitar seperempat jumlah gas rumah hijau (Moughtin, 1996). Pemakaian energi juga menghasilkan kontaminasi air, hujan asam dan polusi udara di kota. Setengah dari gas CFCs (chlorofluorocarbons) yang diproduksi di seluruh dunia berasal dari bangunan, sebagai bagian dari AC, almari es, sistem pemanas air, pemakaian pembersih ruangan, dan sebagainya.

Dalam industri bangunan, energi dikonsumsi dalam dua cara: pertama adalah energi yang dipakai untuk pembangunan atau konstruksi bangunan dan infrastruktur kota, dan kedua adalah energi yang dipakai sepanjang usia bangunan (Vale dan Vale, 1993).   Para   perancang,   pengembang   dan   pemakai   bangunan,   harus melakukan   pemilihan   bahan-bahan   bangunan   dengan   hati-hati,   yaitu   bahan bangunan   yang   bersahabat   dengan   lingkungan,   pemakaian   pendekatan perancangan yang pintar, pemakaian dan pemeliharaan bangunan yang baik, dan bersamaan dengan kontrol perencanaan yang baik, dapat menurunkan kuantitas polutan yang masuk dalam lingkungan. Bahan bangunan sedapat mungkin juga dapat dipakai sepanjang usia bangunan.

Konsep   pembangunan   tata   guna   tanah   campuran (mixed-use   land development) dapat diterapkan di daerah urban untuk mengurangi pemakaian energi, disamping  untuk  mencapai  keragaman  ekonomi  dan  sosial,  sebuah  metode pengelolaan pertumbuhan metropolitan (Stenhouse, 1992). Penerapan konsep ini membuat kota menjadi lebih hidup. Pada pengembangan tata guna tanah campuran, berbagai kegiatan penduduk urban terkonsentrasi di suatu area, dengan rancangan konfigurasi fisik yang baik, sirkulasi internal, dan pencapaian eksternal. Secara fisik dan  fungsi  sating  berintegrasi,  mudah  dicapai  dengan  berjalan  kaki  ataupun transportasi umum.

Pembangunan tata guna tanah campuran yang berkepadatan tinggi apabila dirancang dengan hati-hati akan menunjang konservasi energi, khususnya dari transportasi, menurunkan biaya secara ekonomi dan lingkungan, mengkonsumsi sedikit sumberdaya alam, dan menurunkan biaya secara personal dibandingkan dengan tata guna tanah hanya untuk satu fungsi dengan kepadatan rendah.

Bentuk   kota   akan   mempengaruhi   pola   transportasi,   yang   selanjutnya mempengaruhi konsumsi bahan bakar dan jumlah gas buang. Bentuk kota pula yang mempengaruhi fasilitas transportasi umum, yaitu jalan dan jenis kendaraan umum, yang akhimya dapat mempengaruhi konversi tanah-tanah non-urban untuk kegiatan urban (Breheny dan Rookwood, 1993). Pada bentuk kota menyebar, dengan jarak dari satu tempat ke tempat lain cukup jauh, akan mempunyai pola transportasi yang mengkonsumsi bahan bakar lebih banyak daripada pola transportasi pada bentuk kota kompak. Sedangkan di kota-kota besar seperti Bangkok dan Jakarta yang setiap harinya mengalami kemacetan lalu lintas, bahan bakar juga menjadi semakin banyak dikonsumsi untuk kendaraan.

Banyaknya permasalahan urban yang disebabkan oleh transportasi, yang antara lain mengkonsumsi banyak energi dan menciptakan polusi, telah mendorong banyak negara maju melakukan upaya mengurangi pergerakan yang tergantung kepada kendaraan umum maupun pribadi, serta mencari pengganti bahan bakar bensin untuk kendaran dengan bahan lain yang tidak menimbulkan polusi. Sebagai contoh negara Swedia telah mengembangkan pengganti bahan bakar bensin untuk kendaraan, khususnya kendaraan umum, dengan biogas dari limbah manusia yang diolah, serta dengan ethanol dari pengolahan anggur. Kedua bahan bakar pengganti tersebut,  disamping  sebagai  upaya  menghindari  pemakaian  minyak  bumi,  juga menurunkan emisi karbon dioksida ke udara, yang artinya mengurangi polusi udara (Lothigius, 1996).

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan adanya krisis energi, penghematan energi dan alternatif jenis energi, sebagai berikut:

Krisis energi

Berbagai penyebab timbulnya krisis energi adalah:

  • Konsumsi energi dunia secara total dan per kapita meningkat dengan cepat
  • Di negara maju, kebutuhan akan minyak dan gas alam melebihi jumlah yang ada di alam
  • Hampir semua energi yang dipakai telah mencemari lingkungan
  • Lemahnya kebijakan dalam perencanaan pemakaian energi
  • Belum dikembangkannya teknik-teknik konservasi energi

Penghematan energi

Memperpendek aliran energi Bertujuan meminimalkan energi/panas terbuang

Gambar Upaya memperpendek aliran energi

Efisiensi energi

  • Pemakaian energi lebih sedikit dengan hasil maksimal

Misal:

-Lampu TL dengan jumlah watt kecil tetapi menghasilkan sinar terang

-Pemakaian transport umum, seperti KRL. untuk mengurangi pemakaian mobil pribadi

  • Mereduksi energi yang hilang melalui proses yang lebih efisien 3. Desain bangunan hemat energi
  • Pemakaian ventilasi untuk mendapat udara dan cahaya alami
  • Pemakaian bahan-bahan bangunan dan sistem konstruksi hemat energy

Referensi : Universitas Gadjah Mada

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *