Wilbur Schramm (1980), menceritakan bahwa 500 tahun yang lalu, di sebelah
timur Laut Mati ada sebuah desa, Bab elh-Dhra. Selama berbad-abad, desa ini
menjadi persinggahan musafir padang pasir, karena airnya yang terkenal. Kira-kira
tahun 3000 s.M., beberapa keluarga pindah ke Bab elh-Dhra dan mendirikan
perkampungan pertanian yang pertama. Ribuan tahun perkampungan ini berdiri
sampai akhirnya hilang dan sejarah manusia. Yang tinggal hanyalah petilasan dan
peninggalannya.
Komunikasi, seperti Bab elh-Dhra, ramai dikunjungi bermacammacam
sarjana. Tetapi umumnya mereka hanya tinggal saja, seperti musafir
padang pasir, lalu melanjutkan perjalannya masing-masing. Komunikasi begitu
esensial dalam masyarakat manusia sehingga setiap orang belajar tentang manusia
mesti sekali waktu menolehnya. Komunikasi telah ditelaah dan berbagai segi:
antroplogi, biologi, ekonomi, sosiologi, linguistik, psikologi, politik, matematik,
engeneering, neurofisiologi, filsafat, dan sebagainya (Budd dan Ruben, 1972).
Yang agak menetap mempelajari komunikasi adalah sosiologi, filsafat dan
psikologi. Sosiologi mempelajari interaksi sosial. Interaksi sosial harus didahului
oleh kontak dan komunikasi.
Karena itu, setiap buku sosiologi harus menyinggung
komunikasi. Dalam dunia modern, komunikasi bukan saja mendasari interaksi
sosial. Teknologi komunikasi telah berkembang begitu rupa sehingga tidak ada satu
masyarakat modern yang mampu bertahan tanpa komunikasi. De Fleur, D’Antonio,
dan De Fleur (1977:409) menulis;
“Untuk memahami organisasi dan berfungsinya kelompok yang sekompleks
masyarakat, kita perlu meneliti sistem komunikasi pada seluruh tingkatannya.
Salah satu tingkatannya, komunikasi massa, mengisyaratkan penggunaan alatalat
mekanis dan elektronis.
Ketika masyarakat modern tumbuh lebih besar dan
lebih kompleks, media tersebut makin diandalkan untuk mencapai tujuan
kelompok tertentu seperti menyebarkan berita, menyajikan hiburan massa,
menjual barang, mengarahkan kesepakatan politik, dan sebagainya. Para ahli
sosiologi sangat tertarik pada cara bagaimana berbagai corak masyarakat
mengembangkan sistem komunikasi massa tertentu untuk mencapai tujuan
mereka.”
Kutipan di atas agak panjang untuk melukiskan ciri khas pendekatan sosiologi.
Sosiologi mempelajari komunikasi dalam konteks interaksi sosial, dalam mencapai
tujuan-tujuan kelompok. ini tampak jelas dan beberapa definisi komunikasi yang
menggunakan perspektif sosiologi. Cohn Cherry (1964) mendefinisikan komunikasi
sebagai “usaha untuk membuat satuan sosial dan individu dengan menggunakan
bahasa atau tanda. Memiliki bersama serangkaian peraturan untuk berbagai
kegiatan mencapai tujuan”. Harmack dan Fest (1964) menganggap komunikasi
sebagai “proses interaksi di antara orang untuk tujuan integrasi interpersonal dan
interpersonal”. Edwin Neuman juga (1948) mendefinisikan komunikasi sebagai
“proses untuk mengubah kelompok manusia menjadi kelompok yang berfungsi”.
Aliran sosiologi yang mewarnai studi komunikasi ialah aliran interaksi simbohik
(Blumer, 1969).
Filsafat sudah lama menaruh perhatian pada komunikasi, sejak kelompok
Sophist yang menjual retorika pada orang-orang Yunani. Aristoteles sendiri menulis
De Arte Rhetorika. Tetapi filsafat tidak melihat komunikasi sebagai alat untuk
memperkokoh tujuan kelompok, seperti pandangan sosiologi. Filsafat
mempersoalkan apakah hakikat manusia komunikan, dan bagaimana ia
menggunakan komunikasi untuk berhubungan dengan realitas lain di alam semesta
ini; apakah kemampuan berkomunikasi ditentukan oleh sifat-sifat jiwa manusia atau
oleh pengalaman; bagaimana proses komunikasi berlangsung sejak kognisi, ke
afeksi, sampai perilaku; apakah medium komunikasi merupakan faktor sentral
dalam proses penilaian manusia; dan sebagainya. Bila sosiologi melihat posisi
komunikasi dalam hubungan timbal balik antara manusia dan alam semesta. Kaum
fenomenologi, misalnya, melihat pesan sebagai objek kesadaran yang dinamis.
Pesan ditelaah dengan menghubungkannya pada kondisi-kondisi empiris yang
menjadi konteks pesan tersebut (Lanigan, 1979).
Psikologi juga meneliti kesadaran dan pengalaman manusia. Psikologi
terutama mengarahkan perhatiannya pada perilaku manusia dan mencoba
menyimpulkan proses kesadaran yang menyebabkan terjadinya perilaku itu. Bila
sosiologi melihat komunikasi pada interaksi sosial, filsafat pada hubungan manusia
dengan realitas lainnya, psikologi pada perilaku individu komunikan.
Fisher menyebut empat ciri pendekatan psikologi pada komunikasi: penerimaan
stimuli secara indrawi (sensory reception of stimuli), proses yang mengantarai
stimuli dan respon (internal mediation of stimuli), prediksi respons (prediction of
response), dan peneguhan respons (reinforcement of responses). Psikologi melihat
komunikasi dimulai dengan dikenainya masukan kepada organ-organ pengindraan
kita yang berupa data. Stimuli berbentuk orang, pesan, suara, warna – pokoknya
segala hal yang mempengaruhi kita.
Ucapan, “Hai, apa kabar”, merupakan satuan
stimuli yang terdiri dari berbaai stimuli pemandangan suara, penciuman, dan
sebagainya. Stimuli ini kemudian diolah dalam jiwa kita – dalam “kotak hitam” yang
tidak pernah kita ketahui. Kita hanya mengambil kesimpulan tentang proses yang
terjadi pada “kotak hitam” dan respons yang tampak. Kita mengetahui bahwa bila ia
tersenyum, tepuk tangan, dan meloncat-loncat, pasti ia dalam keadaan gembira.
Psikologi komunikasi juga melihat bagaimana respons yang terjadi pada masa
lalu dapat meramalkan respons yang akan datang.
Kita harus mengetahui sejarah respons sebelum meramalkan respons individu masa ini. Dan di sinilah timbul
perhatian pada gudang memori (memory storage) dan set (penghubung masa lalu
dan masa sekarang). Salah satu unsur sejarah respons ialah peneguhan.
Peneguhan adalah respons lingkungan (atau orang lain pada respons organisme
yang ash). Bergera dan Lambert menyebutnya feedback (umpan balik). Fisher tetap
menyebutnya peneguhan saja (Fisher, 1978:136-142).
Walaupun tampak kental sekali warna behaviorisme pada uraian Fisher –
seperti yang diakuinya sendiri – ia telah menunjukkan keunikan pendekatan
psikologi, di samping secara tidak langsung menjelaskan cakupan psikologi.
Belum ada kesepakatan tentang cakupan psikologi. Ada yang beranggapan
psikologi hanya tertarik pada perilaku yang tampak saja, sedangkan yang lain tidak
dapat mengabaikan peristiwa-peristiwa mental. Sebagian psikolog hanya ingin
memerikan apa yang dilakukan orang; sebagian lagi ingin meramalkan apa yang
akan dilakukan orang; sebagian lagi menyatakan bahwa psikologi baru dikatakan
sains bila sudah mampu mengendalikan perilaku orang lain. Daripada repor memilih
pendapat yang paling benar, George A. Miller membantu kita membuat definisi
psikologi yang mencakup semuanya: Psychology is the science that attempts to
describe, predict, and control mental and behavioral events (Miller, 1974:4). Dengan
demikian, psikologi komunikasi adalah ilmu yang berusaha menguraikan,
meramalkan, dan mengendalikan peristiwa mental dan behavioral dalàm
komunikasi. Peristiwa mental adalah apa yang disehut Fisher “internal mediation of
stimuli”, sebagai akibat berlangsungnya komunikasi. Peristiwa behavioral adalah
apa yang nampak ketika orang berkomunikasi.
Komunikasi adalah peristiwa sosial – peristiwa yang terjadi ketika manusia
berinteraksi dengan manusia yang lain. Mencoba menganalisa peristiwa sosial
secara psikologis membawa kita pada psikologi sosial. Memang, bila ditanyakan di
mana letak psikologi komunikasi, kita cenderung meletakkannya sebagai bagian
dan psikologi sosial. Karena itu, pendekatan psikologi sosial adalah juga
pendekatan psikologi komunikasi.
E.A. Ross dalam bukunya yang benjudul Social Psychology mendefinisikan
psikologi sosial sebagai ilmu “yang berusaha memahami dan menguraikan
keseragaman dalam perasaan, kepercayaan, atau kemauan – juga tindakan – yang
diakibatkan oleh interaksi sosial” (dikutip dan Dewey, 1967:3). Sejak itu, puluhan
definisi psikologi sosial muncul (sebagaimana yang biasa terjadi pada setiap disiplin
ilmu). Salah satu definsi mutakhir (Kaufmann, 1973:6) menyatakan:
“Psikologi sosial adalah usaha untuk memahami, menjelaskan dan meramalkan
bagaimana pikiran, perasaan, dan tindakan individu dipengaruhi oleh apa yang
dianggap sebagai pikiran, perasaan dan tindakan orang lain (yang
kehadirannya boleh jadi sebenarnya, atau disiratkan”
Bila individu-individu berinteraksi dan saling mempengaruhi, maka terjadilah (1)
proses belajar yang meliputi aspek kognitif dan afektif (aspek berpikir dan aspek
merasa), (2) proses penyampaian dan penerimaan lambang-lambang (komunikasi),
dan (3) mekanisme penyesuaian din seperti sosialisasi, permainan peranan,
indentifikasi, proyeksi, agresi dan sebagainya.
Bagaimana psikologi komunikasi menganalisa peristiwa-peristiwa komunikasi ?
Seorang psikolog komunikasi akan menggunakan pendekatan yang berbeda.
Pertama, ia menyingkirkan semua sikap memihak dan semua usaha manilai secara
normatif (mana yang benar, mana yang salah). Ia akan mencari prinsip-prinsip
umum yang menjelaskan pendekatan di atas. Prinsip itu dinyatakan dengan rumus:
Bila X, maka Y. Bila terjadi keadaan tertentu, maka timbul perilaku tententu. Bila
kedua belah pihak yang berkomunikasi mempunyai kerangka rujukan (frame of
reference) yang berbeda, maka perbedaan pendapat akan makin meruncing. Atau
bila satu pihak menunjukkan superioritas, maka pihak yang lain akan melakukan
komunikasi yang defensif (lihat perihal komunikasi defensif). Pernyataan-pernyataan
ini menunjukkan hubungan sebab dan akibat, yakni suatu hipotesis atau teori.
Kedua, ketika merumuskan prinsip-prinsip umum, psikolog komunikasi harus
menguraikan kejadian menjadi satuan-satuan kecil untuk dianalisa. Komunikator
dapat diamati dan dianalisa karakteristiknya sebagai sumber informasi. Ia dapat
meneliti kerangka rujukan yang dipakai kedua belah pihak yang berkomunikasi. Ia
dapat pula melacak pola komunikasi interpersonal yang dilakukannya. Atau ia
memusatkan perhatian pada proses penyandian (encoding) pesan yang terjadi.
Memilih segmen-segmen tertentu memang tidak menceritakan seluruhnya. Tetapi
dengan cara ini, teori dapat diuji pada situasi yang lain. Dampak sikap superior
dapat diulangi dalam satu eksperimen. Betulkan bila saya “menggurui” orang lain, ia
pun akan “menggurui” saya pula? Tanpa segmentasi, kita tidak mungkin mengulang
seluruh situasi percakapan itu sekali lagi.
Ketiga, psikologi komunikasi berusaha memahami peristiwa komunikasi dengan
menganalisa keadaan internal (internal state,), “suasana batiniah” individu. Bila
sosiolog memusatkan perhatian pada struktur sosial yang mempengaruhi tingkah
laku; ahli bahasa pada tata bahasa, tata kalimat, dan makna kata; biolog pada
komposisi fisik dan organis manusia; maka psikolog pada perasaan, motif, atau cara
individu mendefinisikan situasi yang dihadapinya. Psikolog mencoba
“menyingkapkan” apa yang tersembunyi di balik layar panggung komunikasi.
Psikologi adalah detektif yang mencari “penjahat” yang bertanggung jawab atas
terjadinya peristiwa yang menarik.