William Dunn (dalam Winarno, 2002) mengemukakan bahwa setidaknya ada empat ciri masalah kebijakan, yakni :
1. Saling ketergantungan.
Masalah kebijakan pada hakekatnya bukan merupakan kesatuan yang berdiri sendiri, namun merupakan bagian dari seluruh sistem masalah yang disebut sebagai meses yaitu suatu sistem kondisi eksternal yang menghasilkan ketidakpuasan di antara segmen-segmen masyarakat yang ada.
2. Subyektivitas.
Suatu masalah tidak dapat mendefinisikan dirinya sendiri, akan tetapi is hams didefinisikan oleh individu maupun kelompok yang berkepentingan. Proses ini melibatkan pengalaman-pengalaman subyektif individu yang bersangkutan.
3. Sifat buatan.
Masalah kebijakan merupakan basil penilaian subyektif manusia, masalah kebijakan itu bisa diterima sebagai definisi-definisi yang sah dari kondisi sosial obyektif, dan karenanya masalah kebijakan dipahami, dipertahankan dan diubah secara sosial. .
4. Dinamika Masalah Kebijakan.
Cara pandang orang terhadap masalah pada akhirnya akan menentukan solusi yang ditawarkan untuk memecahkan masalah tersebut.
Isu Kebijakan
Jika masalah kebijakan merupakan whole sistem of problems, maka isu kebijakan tentu sama kompleksnya. Isu kebijakan tidak hanya mengandung ketidaksepakatan mengenai arah tindakan yang aktual dan potensial, tetapi juga mencerminkan pertentangan pandangan mengenai sifat masalah itu sendiri.
Dengan demikian, isu kebijakan merupakan hasil dari perdebatan mengenai definisi, klasifikasi, eksplanasi dan evaluasi masalah. Dengan demikian, isu kebijakan merupakan arah tindakan publik yang potensial maupun actual tentang hal-hal yang melibatkan berbagai kelompok kepentingan yang berbeda atau saling bertentangan dalam suatu mayarakat.
Kemampuan untuk mengenali perbedaan antara situasi problematic, masalah kebijakan dan isu kebijakan sangat penting untuk memahami berbagai cara bagaimana pengalaman sehari-hari diterjemahkan ke dalam ketidaksepakatan mengenai arah tindakan pemerintah yang actual maupun potensial.
Perumusan masalah sangat ditentukan oleh asumsi-asumsi dari para pelaku kebijakan, sebaliknya perumusan masalah menentukan cara bagaimana isu kebijakan didefinisikan. Sam hal yang harus dipahami adalah isu kebijakan yang sama dapat muncul berbagai definisi problema/masalah kebijakan yang beraneka ragam dan berbeda secara mendasar. Dalam hal ini suatu tindakan publik hams memperkecil atau mengatasi masalah tersebut. Dengan kata lain, masalah kebijakan dipengaruhi oleh persepsi dan nilai dari masing- masing kelompok yang berbada. Dalam hal ini, semua kelompok dapat setuju terhadap pentingnya suatu isu tertentu, tetapi berbeda secara mendasar dalam menerjemahkan problem/masalah yang timbul dari isu tersebut.
Referensi :
Suharto dan Nurharjatmo, Wahyu, 1992, Kebijakan Publik, Universitas Sebelas Maret Surakarta.