Lompat ke konten
Kategori Home » Sosial Politik » Birokrasi Menurut Weber

Birokrasi Menurut Weber

  • oleh

Analisa Weber mengenai birokrasi hanyalah suatu aspek kecil dari perhatiannya yang besar mengenai fenomena yang khas dari peradaban Eropa Barat. Dalam pandangannya, tumbuhnya rasionalitas merupakan kunci penting untuk memahami perkembangan berbagai fenomena yang terjadi di dalam masyarakat Eropa pada masa itu. Ini sesuai dengan kenyataan bahwa salah satu ciri khas dari ide-ide teoritis yang dikemukakan Weber sangat luas terjalin dengan analisis historis.

Salah satu analisis yang penting dari Max Weber adalah mengenai sistem administrasi, yang menjadi sangat terkenal sejak Weber menampilkan suatu karakteristik struktural dari birokrasi yang dipergunakannya untuk melihat perbedaan bentuk organisasi yang ada, terutama dari segi rasionalitasnya.

Untuk menjelaskan hal ini, Weber mengembangkan penjelasannya tentang otoritas, yang dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu otoritas tradisional, kharismatik dan legal rasional. Tipe-tipe otoritas ini memiliki kaitan dengan struktur administrasi tertentu.

Tipe otoritas legar rasional menjadi dasar bagi bentuk sistem administrasi yang dalam perkembangnya dikenal sebagai birokrasi. Karakteristik dari suatu sistem birokrasi ditampilkan Weber melalui tipe ideal birokrasi.

Bentuk tipe ideal birokrasi, sebagaimana dikemukakan Weber (Johnson, 1986:232-233) memiliki sifat sebagai berikut:

1. suatu pengaturan fungsi resmi yang terus menerus diatur menurut peraturan.

2. Suatu bidang keahlian tertentu, yang meliputi

(a) bidang kewajiban melaksanakan fungsi yang sudah ditandai sebagai bagian dari pembagian pekerjaan yang sistematis,

(b) ketetapan mengenai otoritas yang perlu dimiliki seseorang yang menduduki suatu jabatan untuk melaksanakan fungsi-fungsi ini,

(c) bahwa alat paksaan yang perlu secara jelas dibatasi serta penggunaannya tunduk pada kondisi-kondisi terbatas itu.

3. Organisasi kepegawaian mengikuti prinsip hirarkhi, artinya pegawai rendahan berada dibawah pengawasan dan mendapat supervisi dari seseorang yang lebih tinggi.

4. Peraturan-peraturan yang mengatur perilaku seorang pegawai dapat merupakan peraturan atau norma yang bersifat teknis. Dalam kedua hal itu, kalau penerapannya seluruhnya bersifat rasional, maka spesialisasi diharuskan.

5. Dalam tipe rasional hal itu merupakan masalah prinsip bahwa para anggota staf administrasi harus sepenuhnya terpisah dari kepemilikan alat-alat produksi atau administrasi.

6. Dalam tipe rasional itu, juga terjadi bahwa sama sekali tidak ada pemberian posisi kepegawaian oleh seseorang yang sedang menduduki suatu jabatan.

7. Tindakan-tindakan, keputusan-keputusan dan peraturan-peraturan administratif dirumuskan dan dicatat secara tertulis.

Secara lebih rinci, apa yang dikemukakan Weber sebagai tipe ideal tersebut diatas meliputi:

(a). Terdapat pembagian Tugas

Semua tugas yang ada dalam organisasi dibagi-bagi kedalam beberapa kelompok tugas, yang kemudian dibagi-bagi pada kelompok tugas yang lebih kecil. Proses pembangian tugas ini akan membawa akibat dimana pekerjaan yang dilakukan setiap orang menjadi spesifik sifatnya. Selain itu, bidang tugas tiap orang juga menjadi makin terbatas luas cakupannya.

Munculnya pembagian tugas jugamembawa kearah terciptanya efisiensi, karena tiap bagian menjadi makin memiliki spesialisasi dalam, bidangnya masing masing. Pola pembangian dan pelaksanaan tugas makin jelas sehingga tingkah laku setiap orang dalam suatu situasi tertentu dapat diperkirakan sebelumnya.

(b). Hirarki Otoritas

Setiap organisasi selalu memiliki sistem hirarkhi. Setiap tingkat dalam hirarkhi itu berada dalam pengawasan tingkat yang lebih atas, kecuali tingkat yang paing atas dari hirarkhi itu. Secara teoritik, tingkat paling tinggi ini berada dalam pengawasanb pembentuk organisasi, atau jika organisasi itu merupakan organisasi yang dibentuk oleh para anggota, maka pengawasan dilakukan oleh setiap anggota. Setiap bagian hanya melaporkan tugasnya pada satu atasan. Kesatuan dalam perintah menjadi sangat penting dan harus dilakukan. Setiap atasan memerintahkan apa yang harus dikerjakan oleh bawahan. Karena setiap orang memiliki batas bidang tugas yang jelas dan memiliki spesialisasi dalam tugasnya, maka atasan tidak perlu ikut mencampuri tugas bawahan, sebaliknya bawahan menjadi tidak harus tergantung pada instruksi dari atasan.

(c). Sistem Pemeliharaan Dokumen Tertulis dan Formal

Suatu sistem birokrasi mengembangkan sistem penyimpanan arsip yang baik. Sejauh mungkin, semua keputusan formal yang dibuat harus diarsipkan. Perintah dan instruksi dibuat dalam bentuk tertulis. Ini menunjukkan bahwa dalam birokrasi dokumen formal dan tertulis dilakukan. Ini menunjukkan karakter organisasi yang makin tidak tergantung pada individu. Individu dalam suatu posisi dapat berganti-ganti, sehingga dengan adanya sistem kearsipan organisasi tidak mengalami kesulitan serta dapat menjelaskan apa yang terjadi di masa lalu dan apa yang terjadi sekarang. Formalisasi juga membantu bawahan untuk merumuskan apa yang diharapkan harus dilakukan olehnya, merumuskan bidang tanggung jawabnya, batas otoritas yang dijalankan, hak-hak individual yang dimiliki dan sebagainya. Formalisasi juga membantu atasan dalam melakukan hal-hal yang sama.

(d). Pengaturan, Tatacara dan Aturan

Suatu organisasi birokrasi juga memiliki kejelasan dalam proses pelaksanaan tugas atau kegiatannya melalui pengembangan taracara atau prosedur, aruran dan pengaturan. Interaksi antar bagian dalam organisasi terjadi ke atas, ke bawah maupun menyamping. Untuk mengatur semua itu diperlukan suatu sistem tatacara atau prosedur, aturan dan pengaturan sebagai petunjuk bagi anggota dalam berperilaku dalam organisasi tersebut. Rasionalitas, stabilitas dan kontinyuitas dapat dicapai oleh organisasi sehingga semuanya dapat diperkirakan sebelumnya. Organisasi makin rasional karena dengan adanya peraturan, dimana peraturan itu dibuat atas dasar suatu logika tertentu, individu dalam organisasi akan melakukan tindakan yang terbaik. Karena aturan itu pula, maka organisasi makin terbebas dari tingkah, khayalan dan perubahan pikiran tiba-tiba dari individu-individu dalam organisasi. Dengan adanya aturan ini pula maka organisasi memiliki kestabilan yang lebih baik dan tidak mudah mengalami kerusakan. Jadi fungsi dari tatacara, aturan dan poengaturan meliputi:

– organisasi makin tidak dipengaruhi oleh tingkah laku individu dan tidak menciptakan siatuasi dimana bawahan tergantung atasan dan sebaliknya, karena adanya aturan, pengaturan dana tatacara yang jelas.

– pada hal yang tertentu, terdapat kesatu paduan tindakan antar berbagai bagian dari organisasi dalam suatu situasi tertentu.

(e) Tenaga Ahli Terlatih

Dalam organisasi modern yang komplek, sangat dibutuhkan kemampuan dari setiap individu untuk menghadapi berbagai masalah sehingga untuk mencapai kemampuan itu setiap individu memerlukan leahlian, Jadi dalam organisasi yang demikian terdapat banyak ahli dalam berbagai bidang sesuai dengan bidang tugas dalam organisasi. Tanpa keahlian itu, akan timbul kesulitan bagi individu untuk menyelesaikan masalah dalam organisasi. Keahlian ini juga mendukung individu dapat membuat keputusan dengan cepat dan baik. Ini merupakan cara bagaimana tujuan organisasi dapat dicapai, dengan ini pula organisasi birokrasi makin menunjukkan karakternya sebagai organisasi yang efisien.

(f). Hubungan yang impersonal

Emosi dan sentimen dapat mengganggu rasionalitas dan obyektifitas serta dapat mendoriong terjadinya nepotisme dan penghargaan pada seseorang secara berlebihan. Dalam birokrasi, hubungan-hubungan antar orang menjadi formal, tidak berdasar pada subyektifitas tertentu dan meniadakan pengaruh emosi dan sentimen. Keputusan dibuat atas dasar hal yang pernah diputuskan atau pada peraturan dan tidak berdasarkan selain pada rasionalitas dan efisiensi. Suatu organisasi birokrasi tumbuh dan berkembang dalam suatu kondisi tertentu. dalam pengamatan Weber, tumbuhnya organisasi birokrasi ini dilatar belakangi perubahan sosial, khususnya revolusi industri yang terjadi di Eropa. Menurut Blau (Luthans, 1985:530) melihat ada empat faktor yang melatar belakang tumbuhnya birokrasi di Eropa pada waktu itu. Keempat faktor itu adalah:

(a) Bekembangnya ekonomi uang

(b) Munculnya sistem kapitalisme

(c) Kuatnya Etika Protestan

(d) Besarnya ukuran organisasi

Blau memberikan penjelasan dengan cukup cermat mengenai fenomena birokrasi dalam masyarakat Eropa waktu itu dengan melihat apa yang menjadi faktor-faktor yang melatar belakangi tumbuhnya birokrasi itu hadir secara bersama-sama. Namun untuk menjelaskan munculnya birokrasi di lain tempat, tidak semua faktor itu harus ada bersama-sama. Blau mengambil contoh tentang organisasi birokrasi yang tumbuh di Eropa pada masa sebelumnya, ternyata bukan akibat dari faktor-faktor yang disebutkannya. Demikian juga Blau melihat perkembangan organisasi birokrasi dinegara yang bukan kapitalis dan bukan penganut Protestan, seperti di Rusia, maka faktor munculnya kapitalisme dan kuatnya etika Protestan bukan menjadi faktor yang melatar belakai perkembangan organisasi birokrasi di ternpat itu.

Faktor perkembangan ekonomi uang dan faktor besarnya ukuran organisasi dipandang sebagai dua faktor yang berlaku umum bagi perkembangan organisasi birokratis. Namun, dua faktor yang lain yang dikemukakan oleh Blau, yaitu munculnya sistem kapitalisme dan kuatnya etika Protestan dapat menjadi iklim yang mendukung atau kondusif bagi berkembangnya organisasi birokratis.

Faktor yang paling penting dalam pandangan Blau adalah faktor berkembangnya ukuran dari dari organisasi. Faktor ini tidak memerlukan tiga faktor yang lain, artinya jika tiga faktor yang lain tidak ada, maka makin besarnya ukuran organisasi cukup untuk menumbuhkan organisasi yang birokratis. Blau memberi contoh, bagaimana hal itu dapat terjadi.

Di Mesir kuno telah berkembang organisasi cukup besar untuk mendukung pengelolaan air dan bangunan pendukung irigasi di Mesir. Gereja Katolik Roma mampu melakukan kontrol terhadap jutaan pengikutnya di seluruh dunia. Ini semua menunjukkan ukuran organisasi yang besar, yang tanpa suatu organisasi yang birokratis nampaknya sangat sukar dapat melaksanakan kegiatannya. Hal ini menjadi bukti bahwa faktor ukuran besarnya organisasi menjadi sangat penting, tanpa adanya tiga faktor lain yang dikemukakan Blau.

Apa yang dikemukakan Blau mengenai faktor yang mendukung perkembangan organisasi biroktasi sebagaimana dikemukakan terbukti tidak harus semuanya ada. Selain ada faktor terpenting, ada pula faktor penunjang. Jadi secara lebih jelas terlihat bahwa berkembangnya organisasi birokrasi disebabkan oleh faktor dari dalam dan dari luar organisasi. Faktor dari dalam, antara lain makin besar ukuran organisasi, kompleksnya tugas dalam organisasi dan sebagainya. Faktor dari luar misalnya perubahan ekonomi, sosial, politik dan sebagainya.

Keunggulan organisasi birokrasi menurut Weber ditunjukkan dari kenyatan bahwa pengalaman secara universal cenderung memperlihatkan bahwa tipe organisasi administrasi yang murni birokrasi, dari titik pandang yang murni teknis, mampu mencapai tingkat efisiensi yang paling tinggi, dan dalam pengertian ini secara resmi merupakan alat yang dikenal sebagai yang paling rasional untuk melaksanakan keharusan pengawasan terhadap manusia.

Organisasi birokratis unggul terhadap bentuk lainnya dalam ketepatan, stabilitas, dalam disiplin dan dalam keampuhannya. Salah satu alasan pokok mengapa bentuk organisasi birokratis itu memiliki efisiensi adalah karena organisasi ini memiliki cara yang secara sistematis menghubungkan kepentingan individu dan tenaga pendorong dengan pelaksanaan fungsi-fungsi organisasi.

Hal ini dijamin oleh kenyataan bahwa pelaksanaan fungsi organisasi yang sudah diatur secara khusus menjadi kegiatan utama bagi pekerjaan pegawai birokrasi, sebagai imbalan dari pelaksanaan fungsi yang dipercayakan itu, pegawai menerima gaji dan kesempatan untuk kenaikan pangkat dalam kariernya itu (Johnson, 1986:233).

Meskipun apa yang dikemukakan Weber merupakan tipe ideal suatu organisasi birokrasi, tetapi tipe ideal ini sangat berguna untuk memahami realitas organisasi yang pada umumnya cenderung memiliki karakteristik sebagai organisasi birokrasi. Akan tetapi, terhadap pandangan Weber ini telah berkembang pula berbagai kritik yang dikemukakan oleh banyak ahli. Walaupun demikian, konsep Weber ini merupakan konsep yang dipergunakan oleh banyak ahli untuk memahami fenomena organisasi birokrasi yang berkembang dewasa ini.

Beberapa kelemahan sistem organisasi birokrasi yang menjadi sasaran kritik dari para ahli ilmu sosial itu dapat ditampilkan dengan melihat sisi yang berlawanan dari apa yang dikemukakan Weber. Sebagai contoh, Weber mengemukakan bahwa dalam organisasi birokrasi terdapat spesialisasi yang menghasilkan efisiensi.

Para pengritik Weber menyatakan bahwa hasil penelitian empiris membuktikan bahwa spesialisasi selain meningkatkan produktifitas dan efisiensi, juga memiliki akibat samping berupa munculnya konflik diantara berbagai unit yang memiliki spesialisasi itu, yang dapat merugikan tujuan organisasi itu secara keseluruhan. Ini berarti bahwa spesialisasi meliliki fungsi sekaligus disfungsi bagi organisasi.

Contoh yang lain, adanya jenjang hirarkhis dalam birokrasi sangat berguna untuk memelihara kesatuan dalam perintah, kesatuan dalam koordinasi berbagai aktifitas dan orang dalam organisasi, memperkuat otoritas dan berguna dalam menyelenggarakan sistem komunikasi formal.

Dalam teori, hirarki dalam organisasi birokrasi meliputi orientasi ke atas dan orientasi ke bawah, tetapi pada kenyataannya secara praktis. orientasi yang dominan adalah yang ke bawah. Ini berarti bahwa inisiatif dari individu dan partisipasi bawahan seringkali mengalami hambatan dan komunikasi ke atas tidak dapat dilaksanakan.

Kelemahan lain dapat dilihat dari segi aturan dalam birokrasi. Aturan dalam birokrasi menurut Weber, memainkan peran penting dalam pencapaian tujuan organisasi birokrasi. Namun dalam pandangan para pengritik, aturan selain terdapat fungsi juga mengandung disfungsi.

Aturan kemudian menjadi ciri yang negatip dari birokrasi, terlalu banyak aturan yang harus dipenuhi. Selain itu, aturan kadang-kadang bergeser bukan sebagai instrumen untuk mencapai tujuan, tetapi menjadi tujuan itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan misalnya, berkembangnya kepercayaan yang salah dalam organisasi, yang menggunakan aturan sebagai indikator bagaimana sesuatu dilakukan dengan baik, aturan bukan sebagai indikator apakah sesuatu itu benar atau salah.

Birokrasi yang bersifat impersonal, yang tidak menempatkan hubungan persobal sebagai dasar dari hubungan sosial dalam organisasi, dalam pandangan para pengritik birokrasi juga memiliki fungsi dan disfungsi. Robert K Merton misalnya melihat bahwa konsekuensi dari hubungan yang impersonal dalam organisasi birokratis dapat menjadi gangguan bagi pencapaian tujuan organisasi secara umum. Ketaatan atau kepatuahan yang berlebih-lebihan terhadap aturan yang ada dalam organisasi birokrasi dan berkembangnya disiplin yang kaku akan membawa akibat bahwa aturan dan disipil itu menjadi tujuan penting dari organisasi birokrasi.

Masih banyak kritik yang dikemukakan oleh para ahli terhadap konsep birokrasi sebagaimana dikemukakan Weber, Selain kritik yang sangat teoritik, terdapat pula kritik yang memiliki orientasi berbeda. Misalnya kalangan pengikut Marx mengkritik birokrasi hanya sebagai alat dari kelas kapitalis yang dominan dalam mengontrol pihak lain.

Harus dipahami bahwa kritik yang dikemukakan ini menggambarkan suatu situasi dimana dalam masyarakat terdapat kelas kapitalis yang eksploitatif terhadap kelas lain dalam proses produksi dibawah sistem ekonomi yang kapitalistik. Dalam konteks yang lain, kritik semacam ini relevansi teoritik dan praktisnya perlu diuji kembali.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *