Lompat ke konten
Kategori Home » Ilmu Psikologi » Akibat Konflik Fungsional dan Disfungsional

Akibat Konflik Fungsional dan Disfungsional

  • oleh

Dalam Perbincangan sehari-hari, terminilogi konflik secara tegas dikonotasikan negatif. Konflik diartikan sebagai kemarahan, konfrontasi langsung, pemaksaan dan perilaku yang menghancurkan. Pada kenyataannya, bagaimanapun konflik memiliki dua efek ganda, tergantung bagimana terjadinya, konflik dapat menguntungkan dan merugikan.

Akibat  Konflik Disfungsional

Beberapa akibat negatif yang dihasilkan konflik sudah terlalu jelas. Sebagai contoh, berakibat sering menimbulkan emosi negatif yang berlebihan dan menjadi sungguh tertekan. Konflik sering berhubungan dengan komunikasi antara individu, kelompok atau divisi. Dalam hal ini, konflik tersebut dapat terjadi tetapi menghilangkan koordinasi di antara mereka. Mengalihkan perhatian dan membutuhkan energi jauh dari tugas utama dan usaha untuk mencapai tujuan pokok organisasi. Dalam seluruh hal tersebut, konflik dapat mempengaruhi efektivitas organisasi secara serius.

Konflik juga meningkatkan tendensi kedua belah pihak menggunakan stereotipe negatif. Anggota-anggota kelompok atau unit yang berlawanan berusaha mempertegas perbedaan-perbedaan di antara mereka. Perbedaan-perbedaan diintepretasikan secara negatif, sehingga setiap pihak menemukan. Lebih jauh, konsekuensi destruktif termasuk didalamnya timbulnya oposisi yang tidak terkendali dan membiakkan ketidakpuasan, yang menyebabkan terurainya ikatan kebersamaan dan akhirnya mendorong kepada hancurnya kelompok. Di antara konsekuensi yang lebih tidak disukai adalah penghambatan komunikasi, pengurangan kepaduan kelompok, dan dikalahkannya tujuan kelompok ketimbang pertikaian. Secara ekstrim, konflik dapat menghentikan berfungsinya kelompok dan secara potensial mengancam kelangsungan hidup kelomok.

Akibat  Konflik Fungsional

Meskipun konflik sering mempunyai dampak yang merugikan bagi organisasi, tetapi dalam kondisi tertentu justru akan menghasilkan hal-hal yang sangat menguntungkan.

Pertama, konflik menjadikan persoalan-persoalan yang sebelumnya telah diabaikan menjadi lebih terbuka. Dengan terbukanya suatu persoalan, pihak-pihak yang terlibat menjadi mampu lebih memahami persoalan yang sesungguhnya, sehingga mampu memandang persoalan secara obyektif dan proporsional. Dengan asumsi yang demikian, maka konflik akan bermanfaat.

Kedua, konflik memotivasi orang pada kedua belah pihak pada persoalan yang sesungguhnya sehingga mengetahui dan memahami posisi satu sama lain secara lebih sungguh-sungguh, Hal ini membantu perkembangan keterbukaan dan menjadikan setiap pihak memasukkan aspek-aspek dari pandangannya yang berbeda pada diri mereka sendiri.

Ketiga, konflik sering mendorong pertimbangan bagi ide dan pendekatan baru, memfasilitasi inovasi dan perubahan. Hal ini terjadi, sebab sekali konflik secara terbuka meletus, organisasi atau unit kerja tidak dapat melanjutkan kegiatannya seperti biasa. Kebutuhan akan keputusan yang teg s, kebijakan baru, pergeseran personal, atau kadang-kadang sebuah struktur internal yang baru, dan perubahan yang sesuai mungkin akan mengikutinya kemudian.

Keempat, fakta yang berkembang menunjukkan bahwa konflik dapat membimbing kepada keputusan yang lebih baik. Di saat pembuat keputusan menerima informasi yang tidak sesuai dengan mereka lihat—kasus yang sering di  saat  konflik  timbul—mereka berusaha membuat  keputusan  lebih  baik dan berusaha mendapat keputusan yang lebih tepat dari pada saat kontroversi tidak ada.               

Hal ini hanya terjadi, tentunya,  jika konflik memaksa orang mempertentangkan asumsi-asumsi mereka, diperbenturkan dengan ide-ide yang baru, dan mempertimbangkan posisi yang baru. Jika, bagai marah dengan konfrontasi ide-ide yang berbeda, hasilnya justr jauh menjadi kacau.

Kelima, konflik meningkatkan loyalitas kelompok, meningkatkan motivasi dan performan di dalam kelompok atau unit-unit yang terlibat. Setiap pihak berusaha  melakukan  untuk  mendapatkan  hasil  yang  lebih  baik  dari  yang dikerjakan saingannya. Jika tidak terlalu jauh, hal-hal seperti ini menghasilkan efek yang menguntungkan.

Akhirnya, dari pengamatan terakhir menunjukkan bahwa konflik, khususnya cognitive conflict, bagi pandangan yang berlawanan di bawa kepada diskusi terbuka, dapat meningkatkan komitmen organisasi. Sebaliknya, bila diskusi jadi macet dan pertukaran pandangan yang berbeda tidak diperbolehkan terjadi, kepuasan kerja akan menurun.

Sebagai kesimpulan, konflik sesungguhnya dapat memiliki kontribusi ke arah efektifitas organisasi. Sebagai catatan, bagaimanapun keuntungan-keuntungan tersebut terjadi hanya ketika konflik ditangani secara hati-hati dan tidak lepas kontrol.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *