Pendidikan inklusif adalah ketika semua siswa, terlepas dari tantangan apa pun yang mungkin mereka hadapi, ditempatkan di kelas pendidikan umum yang sesuai dengan usia yang ada di sekolah lingkungan mereka sendiri untuk menerima instruksi, intervensi, dan dukungan berkualitas tinggi yang memungkinkan mereka mencapai kesuksesan dalam kurikulum inti (Bui, Quirk, Almazan, & Valenti, 2010; Alquraini & Gut, 2012).
Sekolah dan ruang kelas beroperasi dengan dasar pemikiran bahwa siswa penyandang disabilitas pada dasarnya sama kompetennya dengan siswa tanpa disabilitas. Oleh karena itu, semua siswa dapat menjadi peserta penuh di kelas mereka dan di komunitas sekolah setempat. Sebagian besar gerakan tersebut terkait dengan undang-undang bahwa siswa menerima pendidikan mereka di lingkungan yang paling tidak membatasi (LRE).
Ini berarti mereka bersama teman sebayanya tanpa cacat semaksimal mungkin, dengan pendidikan umum penempatan pilihan pertama untuk semua siswa .
Pendidikan inklusif yang sukses terjadi terutama melalui penerimaan, pemahaman, dan perhatian terhadap perbedaan dan keragaman siswa, yang dapat mencakup fisik, kognitif, akademik, sosial, dan emosional. Ini bukan untuk mengatakan bahwa siswa tidak perlu menghabiskan waktu di luar kelas pendidikan reguler, karena kadang-kadang mereka melakukannya untuk tujuan yang sangat khusus — misalnya, untuk terapi wicara atau okupasi. Tapi tujuannya adalah ini harus menjadi pengecualian.
Prinsip penggeraknya adalah membuat semua siswa merasa disambut, ditantang dengan tepat, dan didukung dalam upaya mereka. Juga sangat penting bahwa orang dewasa juga didukung. Ini termasuk guru pendidikan reguler dan guru pendidikan khusus, serta semua staf dan fakultas lain yang merupakan pemangku kepentingan utama dan itu juga termasuk orang tua.