Berdasarkan penelitian terdahulu temyata bahwa biosintesis metabolit sekuder meningkat bila sel mengalami diferensiasi atau organogenesis. Dalam budidaya set tumbuhan ada dua tipe fitohormon yang di gunakan, yaitu auksin dan sitokinin. Sebagai contoh auksin yang paling banyak digunakan adalah 2,4D, sedangkan anggota lainya IAA, IBA, NAA. Sebagai contoh sitokinin, misalnya kinetin dan BA (bensiladenina) yang kadang-kadang digunakan untuk mempercepat pertumbuhan sel. Banyak penelitian yang mempelajari pengaaih kedua tipe fitohormon tersebut terhadap biosintesis metabolit sekuder. Secara umum, telah diketahui bahwa IAA dan BA dapat menaikkan aktivitas enzim RNAase sehingga tingkat pembentukan RNA menurun dan ini berpengaruh terhadap pembentukan metabolit sekuder.
Dilaporan oleh Carew dan Krueger (1977) bahwa kenaikan 2,4-D pada kultur sel Catharanthus roseus akan sedikit menaikkan produksi alkaloid indol. Sebaliknya, penurunan kadar 2,4-D uga akan menurunkan pertumbuhan dan produksi alkaloid indol serta perolehan alkaloid indol dalam media. Kadar 2,4-D yang optimal untuk produksi alkaloid adalah 1 bpj. Penambahan IAA dalam media akan mengubah baik secara kualitatif maupun kuantrtatif profil alkaloid daiam kultur sel tersebut. Dilaporkan pula oleh Dicosmo dan Towers (1984) bahwa 2,4-D akan menekan produksi alkaloid (ajmaiisina dan serpentina) pada kultur suspensi sel Catharanthus roseus, tetapi dengan penambahan (AAproduksi alkaloid tersebut akan meningkat. Penambahan BA dan auksin, produksi akan dinaikkan namun pertumbuhan akan turun. Biosintesis metabolit sekunder akan drtekan oleh GA (giberelin) (Zenk et a/., 1977). Produksi alkaloid yang tinggi pada kultur sel Cinchona pubescens terjadi pada penambahan IBA, zeatin, atau 2,4-D; kadar zeatin optimum sebanyak 1 |xM. Pada kultur kalus Stephanie cepharantha ditemukan alkaloid biskolaurina, yaitu berbamina dan aromolina bila dalam media ditambah IAA dan kinetin; kombinasi NAA dan kinetin juga dapat menghasilkan alkaloid tersebut namun kadamya rendah, sedangkan penambahan IAA dan kinetin akan dihasilkan alkaloid lebih tinggi dari pada tanaman asal.
Biosintesis alkaloid fenantrena , misalnya papaverina, morfina, kodeina, dan tebaina dalam kultur suspensi sel Papaver bracteatumditekan oleh 2,4-D pada kadar 0,1 bpj. Sebaliknya dilaporkan oleh peneliti lain bahwa produksi tebaina, morfina, dan kodeina dalam kalus Papaver somn’rferum berbeda-beda bila media ditambah 2,4-D, NAA, 6-N-(2-isopentenil) aminopurina, dan kinetin. Bila media ditambah 2,4-D dan kinetin maka alkaloid utama adalah kodeina, sedangkan morfina dan tebaina hanya diproduksi dalam kadar yang rendah. Dilaporkan pula bahwa pada subkultur, produksi alkaloid menurun atau tidak mantap.
Kalus Nicotiana tabacum setelah disubkulturkan selama lima tahun temyata tidak mengandung alkaloid lag!, apabila media ditambah 2,4-D, sedangkan bila ditambah IAA maka akan diproduksi anabasina, anatabina, dan nikotina. Dilaporkan pula oleh Dicosmo dan Towers (1984), bahwa produksi alkaloid dalam kultur Nicotiana tabacum akan optimal bila media ditambah 0,15 dan 0,20 bpj NAA, di luar kisaran tersebut kadar nikotina akan lebih rendah. Secara umum dapat drtarik kesimpulan bahwa kenaikan kadar 2,4-D, IAA atau NAA maka kadar nikotina akan menurun pada kultur sel Nicotiana tabacum. Pada kadar 1 bpj, penambahan 2,4-D, 10 bpj untuk NAA, 100 bpj untuk IAA, dan 5 bpj untuk kinetin akan menghambat biosintesis nikotina. Apabila dalam media hanya ditambah 6-N-(2-isopentenil) aminopurin temyata yang diakumulasi hanya tebaina.
Dalam Dicosmo dan Tower (1984) dilaporkan lebih lanjut bahwa biosintesis antosianin dalam kultur suspensi sel Daucus carota Terjadi bila tidak diberi 2,4-D. Penambahan 2,4-D akan menghambat biosintesis antosianin; pada kadar 10 ^M biosintesis antosianin akan dihambat dengan sempuma. Akan tetapi, pada kultur sel Haplopappus gracilis akan terjadi sebaliknya, yattu penimbunan antosianin akan terjadi bila medianya ditambah 2,4-D sebanyak 4,5×10 \iM; pemindahan pada media tanpa auksin, tetapi diganti dengan kinetin atau BA maka biosintesis antosianin akan dirangsang. Pada penambahan GApada kedua macam kultur suspensi sel tersebut maka biosintesis antosianin akan ditekan. Hal in! merupakan akibat dari dihambatnya pembentukan enzim PAL.
Dilaporkan oleh peneliti lain, bahwa 2,4-D, IAA, dan BA akan mengakibatkan peningkatan biosintesis kumarin, misalnya skopoletin dan skopolin. IAA dan BA mengakibatkan kadar kedua senyawa kumarin tersebut meningkat baik di dalam media maupun di dalam biomassa. Dilain pihak penambahan 2,4-D mengakibatkan meningkat-nya penimbunan glikosida dalam biomassa tetapi aglikon dalam media akan turun. Senyawa etilena, asam absisat, dan GA bila ditambahkan dalam media maka biosintesis senyawa tersebut tidak dipengaruhi.
Produksi sterol dalam kalus Euphorbia tirucalli akan naik bila dalam media pertumbuhan ditambah IAA dan akan turun bila ditambah BA. Dilaporkan oleh Kaul dan Staba (1968) serta Kaul (1969) bahwa produksi diosgenin dalam kultur kalus Dioscorea deltoidea akan meningkat bila dalam media ditambah 2,4D dengan kisaran kadar 0,1 – 1 bpj; tanpa penambahan 2,4-D akan terjadi diferensiasi dan kadar diosgenin turun.
Penelitian tentang pengaruh fitohormon dan optimasi produksi metabolit sekunder dapat disimpulkan bahwa penambahan auksin dengan kadar tinggi akan menekan produksi metabolit sekunder, sedangkan pada kadar rendah akan mengakibatkan produksi metabolit sekunder meningkat, walaupun dari beberapa hasil penelitian diperoleh hasil yang berlawanan dengan kesimpulan ini.