Menurut teori psikodinamika, prasangka adalah agresi yang dialihkan. Pengalihan agresi terjadi apabila sumber frustasi tidak dapat diserang karena rasa takut dan sumber frustasi itu benar-benar tidak ada. Prasangka juga dapat timbul akibat terganggunya fungsi psikologis dalam diri individu tersebut.
Berdasarkan teori psikodinamika, prasangka timbul karena adanya rasa frustasi dan kepribadian yang otoriter.
a. Teori Frustasi
Menurut teori frustasi, prasangka merupakan manifestasi dari “displaced aggression” sebagai akibat dari frustasi. Asumsi dasar teori ini adalah jika tujuan seseorang dirintangi atau dihalangi, maka individu tersebut akan mengalami frustasi. Frustasi yang dialami akan membawa individu tersebut pada perasaan bermusuhan terhadap sumber penyebab frustasi. Hal itulah yang menyebabkan individu seringkali mengkambing hitamkan individu lain yang kurang memiliki kekuasaan.
b. Kepribadian Otoriter
Adorno, Frenkel, Brunswick, Levinson dan Sanfok (1950) pada bukunya yang berjudul The Authoritarian Personalitymenyebutkan bahwa prasangka adalah hasil dari karakteristik kepribadian tertentu yang disebut dengan istilah kepribadian otoriter. Tipe kepribadian ini ditandai dengan super ego yang ketat dan kaku, id yang kuat, dan struktur ego yang lemah. Kepribadian otoriter berkembang karena perasaan bermusuhan yang latent kepada oarng tua yang rigid (kaku) dan tidak terlalu banyak menuntut.
Sebagai contoh, anak yang memiliki orang tua dangan pola pengasuhan otoriter akan memiliki anggapan bahwa orang tua selalu benar karena memiliki kuasa akan dirinya dirumah. Hal itu dapat menyebabkan permusuhan dasar anak terhadap orang tuanya. Namun karena anak tidak berani untuk mengarahkan permusuhannya langsung kepada orang tuanya, ia akan mengarahkan permusuhan itu kepada temannya yang lemah atau tidak memiliki kekuasaan.