Wadiah dari segi bahasa diartikan sebagai meninggalkan, meletakkan atau meletakan sesuatu pada orang lain untuk dipelihara dan dijaga. Jadi Wadiah adalah titipan murni, dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip kehendaki
Landasan hukum Wadiah
Al Qur’an
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat (titipan) kepada yang berhak menerimanya
(QS An Nisaa (4) : 58)
Jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercaya itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya
(QS Al Baqarah (2) 283)
Hadits
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sampaikanlah amanat (tunaikan) amanat kepada orang yang berhak menerimanya dan jangan membalas khianat kepada orang yang
telah mengkhianati”
(HR Abu Daud dan menurut Tirmidzi hadis ini Hasan sedangkan Imam Hakim mengkatagorikan sahih)
Ibnu Umar berkata bahwasannya Rasulullah SAW telah bersabda, “tiada kesempurnaan Iman bagi setiap orang yang tidak beramanah, tiada shalat bagi yang tidak bersuci”
(HR Thabrani)
Rukun Wadiah
- Penitip / pemilik barang / harta (muwaddi’)
- Penerima titipan / orang yang menyimpan (mustawda’)
- Barang / harta yang dititipkan
- Aqad / Ijab Qabul

Prinsip wadiah yang diterapkan adalah wadiah yad dhamanah, yang diterapkan pada giro.
- Pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipian
- Bank boleh memanfaatkan harta titipan
- Implikasi hukumnya sama dengan qardh, atau sama dengan yang dilakukan Zubair Bin Awwam pada zaman Rasulullah SAW
Prinsip wadiah yang lain adalah wadiah yad amanah, yaitu harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi
- Keuntungan dan kerugian menjadi hak dan kewajiban bank (pemilik dana dapat diberi bonus tanpa perjanjian)
- Bank dapat mengenakan biaya administrasi untuk menutupi biaya yang benar-benar terjadi tidak boleh overdraft