Konsep ini berdasarkan tolok ukur kelestarian produksi yang diwujudkan dengan volume kayu (m3) yang dapat dipungut secara lestari. Volume kayu yang dipungut diharuskan seimbang dengan riapnya. Pengaturan hasil rebangan (etat tebangan) didasarkan atas riap dari suatu unit perusahaan hutan.
Untuk mewujudkan konsep ini maka diperlukan peraturan jangka panjang untuk menyeimbangkan pemungutan dan pertumbuhan dengan tata waktu pemungutan dan penanaman serta organisasi pelaksana. Dalam konsep ini hutan diperlakukan sebagai modal dan yang dipungut adalah riapnya, atau diperlakukan sebagai bunga modal hutan. Apabila dikelola secara lestari maka modal akan memberikan bunga modal dan produksi sepanjang masa.
Volume yang ditentukan dalam etat tersebut merupakan volume maksimum, sedangkan realisasi produksi dari KPHP dipengaruhi oleh banyak faktor. Dengan demikian kelestarian produksi akan dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja produksi. Untuk di Jawa KPHP ini sudah diwujudkan dengan pembentukan KPH-KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan) yang ada di wilayah Perum Perhutani misalnya: KPH Cepu, KPH Ngawi dsbnya.
Dalam mekanisme kelestarian produksi pada hutan tanaman, dapat dijelaskan secara garis besar seperti berikut:
A. Model Pada Hutan Tanaman Yang Telah Menghasilkan (telah mencapai umur daur)
Prosedur atau cara pengaturan kelestarian hutan seperti berikut:
1. Pekerjaan Tata Hutan
2. Menghitung Potensi Hutan (modal) dengan mengadakan inventarisasi hutan (timber cruising).
3. Dalam menghitung potensi hutan sekaligus dilakukan klasifikasi hutan berdasarkan: produktif, tak produktif, kelas hutan.
4. Menghitung Etat luas dan Etat Volume taksiran, dengan menghubungkan Potensi Hutan yang Produktif dengan daur yang telah ditetapkan.
5. Memilih petak-petak yang akan ditebang (umur tegakan, umur daur).
6. Petak-petak yang dipilih ditebang untuk jangka waktu setahun merupakan Rencana Teknik Tahunan Tebangan.
7. Petak-petak yang telah ditebang pada tahun berikutnya harus ditanam kembali, menjadi Rencana Teknik Tahunan Tanaman.
8. Dari petak-petak yang telah ditanam sampai dengan umur daurnya diperlukan kegiatan pemeliharaan/penjarangan sesuai dengan jadwal umur tanaman dan frekuensi penjarangan. Apabila dari hasil pengukuran petak coba dilapangan tegakan perlu dijarangi maka masuk Rencana Teknik Tahunan Pemeliharaan/ Penjarangan.
9. Hutan yang tidak produktif perlu dirombak menjadi hutan yang produktif dengan menebang dan mengadakan penanaman kembali.
Dalam hutan tanaman lestari untuk keperluan belanja perusahaan telah dapat diindentifikasi jenis dan volume pekerjaan melalui RKT/RTT untuk setiap jenis pekerjaan. Setiap jenis pekerjaan telah direncanakan menurut volume dan tempat pekerjaannya (petak-petaknya) secara terperinci.
Secara makro belanja tahunan apabila volume pekerjaan telah diketahui dari biaya satuan per kegiatan telah diketahui maka biaya keseluruhan adalah hasil perkalian antara volume dan biaya satuan. Dari segi perencanaan kelestarian produksi, model yang dipakai oleh Perum Perhutani dengan adanya Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) pada setiap Bagian Hutan selama jangka waktu 10 tahun dan selanjutnya dijabarkan dalam RTT sudah cukup akurat dan dapat dipakai sebagai dasar pembelanjaan perusahaan hutan (Formulasi dalam nilai rupiah/finansial)
Kegiatan-kegiatan teknis kehutanan yang merupakan kegiatan pokok perusahaan hutan telah dapat diprediksi untuk setiap jenis kegiatan:
a. Perencanaan
b. Pemanenan Hasil Hutan
c. Penanaman
d. Pengadaan Bibit
e. Pemeliharaan
f. Perlindungan Hutan
g. Pemasaran Hasil Hutan
Kegiatan lain non teknis termasuk pelayanan kantor dll. Pembelanjaan perusahaan hutan sebenarnya mengikuti saja keperluan teknis dan non teknis yang secara keseluruhan sudah dirumuskan dalam kelestarian hutan (produksi). Pembelanjaan dari sisi biaya harus mencakup jumlah yang diperlukan dalam rangka mewujudkan kelestarian di lapangan, sedangkan dari sisi pendanaan selain bersumber dari penjualan kayu, masih terdapat peluang pendanaan dari berbagai sumber dana internal/eksternal perusahaan. Dinamika masalah pembelanjaan ini menjadi tanggung jawab Direktur/Manajer keuangan/Finansial untuk menyelesaikan. Selain di Perum Perhutani, sudah ada beberapa unit HTI di luar Jawa yang telah melaksanakan pengelolaan hutan tanaman secara lestari. Misalnya PT Musi Hutan Persada, PT Arara Abadi, PT RAPP, yang pada umumnya Perusahaan ini menanam jenis Acacia Mangium, dengan tujuan menghasilkan kayu bulat untuk bahan baku pulp untuk industri kertas. Daur tanaman berkisar kurang lebih 8 tahun.
B. Model Pada Hutan Alam yang telah menghasilkan
Pada prinsipnya prosedur/ cara pengaturan kelestarian hutan alam dan hutan tanaman adalah sama, yang berbeda adalah terutama dalam konsepsi mengenai tebang pilih pada hutan alam dan konsepsi tebang habis pada hutan tanaman. Pada Hutan Alam konsep permudaannya adalah dengan permudaan alam, sedangkan pada hutan tanaman adalah dengan permudaan buatan.
Cara pengaturan kelestarian hutan secara garis besar seperti berikut:
1. Pekerjaan Tata Hutan
2. Menghitung Potensi Hutan Alam (Modal) dengan inventarisasi hutan (timber cruising).
3. Dalam menghitung Potensi Hutan Alam sekaligus dilakukan klasifikasi hutan; berdasarkan : produktif, tak produktif, kelas diameter dan jenisnya.
4. Menghitung Potensi yang Produktif (kelas diameter 50 cm ke atas)
5. Menghitung AAC (Annual Allowable Cut) luas maupun Volume, dengan menghubungkan potensi hutan alam yang produktif dengan rotasi tebang (Cutting cycle).
6. Memilih petak-petak yang akan ditebang, Tebang Pilih dengan diameter 50 cm ke atas.
7. Petak-petak yang dipilih ditebang untuk jangka waktu setahun merupakan Rencana Karya Tahunan Tebangan.
8. Petak-petak yang sudah ditebang dilakukan kegiatan:
a. Perkayaan Tanaman, apabila jumlah permudaan (sesuai) tidak mencukupi.
b. Pembebasan, untuk membebaskan sempai, sapihan dan tanaman pengganggu.
c. Penjarangan apabila diperlukan (tegakan terlalu rapat)
C. Model HTI Dalam Pembangunan
Yang dimaksud HTI dalam pembangunan adalah HTI tersebut belum melaksanakan pemanenan dan kelestarian produksi terus menerus. Jenis dan volume pekerjaan HTI dalam pembangunan ditentukan oleh besarnya volume pekerjaan penanaman. Apabila pekerjaan tanaman telah ditentukan makan pekerjaan lainnya mengikuti misalnya: pengadaan bibit, pemeliharaan, perlindungan dll. Hal ini akan berlangsung terus sampai umur daur tanaman dan selanjutnya sesuai dengan daur akan dilaksanakan pemanenan hasil secara lestari. Sesudah ini maka mengikuti pengelolaan hutan secara lestari.