Pengadaan hutan di dalam kota atau disebut hutan kota sangat diperlukan, khususnya untuk fungsi penghijauan kota yang mampu menciptakan iklim mikro perkotaan. Disebut hutan kota karena jenis tanaman yang ditanam berupa pohon-pohon besar, yang ditanam secara berkelompok menyerupai hutan. Pengadaan hutan kota telah banyak dijumpai di kota-kota besar.
Misalnya hutan kota di kawasan tugu Monas di Jakarta, atau di kampus Universitas Indonesia di Depok. Kebun Raya Bogor di Bogor dan Central Park di tengah kota New York merupakan salah satu contoh hutan kota yang cukup luas. Meskipun demikian, tidak semua kota di Indonesia memiliki hutan kota.
Satu hal yang dianggap sebagai kendala dalam pengadaan hutan kota adalah tidak tersedianya lahan yang cukup luas di kota. Padahal sebenamya hutan kota tidak memerlukan lahan khusus, karena dapat diadakan dimana saja, bahkan di lahan yang sempit pun dapat dipakai sebagai hutan kota. Seperti juga lahan untuk pertanian kota, hutan kota dapat memakai lahan-lahan kosong yang kurang berfungsi, seperti bantaran sungai, lahan kosong disekitar pekuburan, halaman bangunan pemerintah yang cukup luas, dan sebagainya.
Apabila tata letak hutan kota dapat direncanakan secara khusus, maka dapat dipilih lokasi yang strategis, misalnya ditengah kota, yang dapat dimanfaatkan pula sebagai taman kota dan berfungsi sebagai paru-paru kota. Di kawasan permukiman penduduk, hutan kota juga diperlukan, meskipun hanya berukuran kecil, yang terdiri dari beberapa pohon saja. Hutan kota juga dapat diadakan di pinggiran kota, yang berfungsi sebagai sabuk hijau, pembatas antara kota dan kawasan di luamya. Tetapi pengadaan sabuk hijau ini akan memerlukan lahan yang sangat luas, yang tidak semua kota di Indonesia dapat memenuhinya. Jadi, hutan kota sangat fleksibel dalam luas dan bentuknya.
Seperti telah banyak disinggung di sub-bab sebelumnya mengenai manfaat tanaman, maka manfaat hutan kota sebagai penghijaun kota antara lain adalah untuk:
- Mengontrol udara disekitamya, termasuk mendinginkan udara dan mengatur arah dan kecepatan angin;
- Mencegah erosi tanah, mengurangi polusi udara dan suara;
- Habitat burung dan hewan lainnya;
- Rekreasi, lebih mendekatkan diri pada alam;
- Pendidikan tentang alam bagi anak anak;
- Pergantian suasana di dalam kota;
- Lansekap kota.
Selain itu, hutan kota dapat pula menghasilkan produk-produk hutan, seperti kayu dan buah-buahan, yang dapat dimanfatkan penduduk.
Pengadaan hutan kota saat ini tampaknya belum menjadi perhatian utama dari para pengelola kota. Penghijauan kota di kota-kota di Indonesia masih cenderung mengutamakan nilai estetika saja, sehingga yang terbentuk adalah taman-taman kota dengan tanaman perdu dan rumput yang tertata rapi dan teratur, serta bersih, dalam arti tidak banyak pohon besar yang dapat mengganggu penampilan rancangan taman tersebut.
Di beberapa kota, taman penghijauan ini mempunyai nama, misalnya Taman Kalpataru, Taman PKK, Taman Lingkungan, dan sebagainya. Jenis penghijauan seperti ini jelas membutuhkan pemeliharaan tinggi, sehingga pada kenyataannya banyak taman-taman tersebut yang terlantar karena kurangnya pemeliharaan. Disamping itu jenis penghijauan ini tidak memberi manfaat secara optimal kepada lingkungan.
Penghijauan kota seharusnya lebih mementingkan fungsinya untuk penyeimbang lingkungan, daripada sekedar untuk keindahan. Hutan kota, apabila dipelihara dengan baik akan menunjang keindahan kota, disamping bermanfaat sebagai penyeimbang lingkungan dan bermanfaat bagi penduduknya.
Bentuk hutan kota
Telah disinggung di atas bahwa hutan kota dapat diadakan di semua tempat atau kawasan dengan berbagai bentuk lahan kota, seperti di lahan sempit, luas, memanjang, dan sebagainya. Bentuk hutan kota menurut Fandeli (2001) pada berbagai penggunaan lahan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel Bentuk hutan kota pada berbagai penggunaan lahan
Sumber. Fandeli, 2001
Dari tabel di atas terlihat bahwa bentuk dari hutan kota terutama ditentukan oleh luas lahan yang ada, sedangkan karakteristik vegetasi yang ditanam tergantung dari lokasi hutan dan luas lahan.
Luas hutan kota
Berapakah sebaiknya luas hutan yang harus dimiliki oleh suatu kota? Tentunya semakin luas hutan yang ada akan semakin baik bagi suatu kota, mengingat banyaknya manfaat yang dimiliki oleh hutan kota. Tetapi kenyataannya, hampir di semua kota besar di Indonesia, jumlah luas ruang terbuka hijau semakin lama semakin berkurang, sehingga hutan kota yang sudah ada pun banyak yang beralih fungsi atau tidak terpelihara.
Secara idela luas hutan kota dapat ditentukan berdasarkan beberapa faktor dominan, yaitu tingkat cemaran, kenyamanan, dan upaya konservasi jenis flora endemik (Fandeli, 2001). Salah satu indikator, yaitu produksi Carbon (002) yang dihasilkan oleh aktifitas penduduk kota dapat dipakai untuk menentukan luas hutan kota. Didasarkan pada penyerapan CO2 oleh pohon dalam proses fotosintesis dan selanjutnya proses respirasi menghasilkan bio massa, maka sebenarnya dapat dihitung berapa jumlah pohon yang hams ditanam. Dengan asumsi bahwa setiap orang dalam kegiatannya mengeluarkan Carbon dan di supply oksigen oleh satu pohon, maka setiap kota perlu memiliki jumlah pohon sebanyak jumlah penduduknya. Dengan asumsi ini maka perhitungan untuk luas hutan kota dapat dilihat pada Tabel ini.
Tabel Perhitungan luas hutan kota berdasar emisi Oksigen dan absorbsi Carbon
Sumber. Fandeli, 2001
Catatan: Perhitungan didasarkan DKI jakarta dengan 10 juta penduduk, emisi Carbon di udara 325 ton/tahun.
Apabila ditinjau dari faktor kenyamanan, maka kemampuan pohon untuk mempengaruhi suhu di sekitamya mempunyai peranan besar. Dalam proses transpirasinya, pohon dapat mendinginkan suhu disekitarnya yang membuat orang dibawahnya merasa nyaman. Orang semakin merasa nyaman dan nikmat apabila berada di hutan kota yang berstrata banyak, beraneka ragam jenis, banyak jumlahnya dan ditata baik (Irwan, 1997). Perhitungan jumlah pohon dan luas hutan kota dapat dilakukan dengan asumsi setiap rumah minimal harus memiliki satu atau dua pohon besar, seperti Tabel berikut ini.
Tabel Luas hutan berdasar suhu yang nyaman
Sumber. Fandeli, 2001
Catatan: asumsi 1 Ha = 200 pohon
Luas hutan kota dapat pula diperhitungkan dari banyaknya jenis flora endemik. Pengadaan hutan kota dapat dipakai sebagai upaya konservasi jenis flora endemik. Banyak jenis pohon dan tanaman lainnya yang dapat ditanam pada hutan kota. Semakin banyak jumlah dan jenis flora yang ditanam, tentunya semakin luas pula kebutuhan lahan untuk hutan kota.
Pemilihan jenis pohon
Pemilihan jenis pohon untuk ditanam juga perlu mendapat perhatian. Seringkali pohon yang dipilih adalah jenis pohon yang cepat tumbuhnya, seperti angsana atau sengon, Pohon-pohon ini mempunyai umur tidak panjang, disamping tidak mempunyai batang yang kuat. Selain itu juga jenis pohon yang sedang popular dan diminati pada saat itu, seperti pohon glodogan yang berbentuk tajuk, ramping menjulang keatas. Jenis pohon ini tentu saja tidak dapat memberi keteduhan, serta berumur pendek. Meskipun demikian, pohon-pohon ini banyak ditanam di kota-kota di Indonesia.
Jenis pohon yang sesuai untuk hutan kota atau penghijauan kota pada umumnya di Indonesia yang beriklim panas-lembab sebenamya adalah:
- pohon besar, bercabang banyak dan berakar tunggang,
- berbatang kayu keras, tidak mudah patah,
- berdaun lebat, membentuk payung atau kanopi,
- berumur panjang,
- berbuah atau tidak berbuah
Beberapa contoh pohon yang dapat dipakai untuk hutan kota adalah: mahoni, kenari, trembesi, dan asam jawa. Pohon-pohon ini mempunyai masa pertumbuhan yang relatif lama, sehingga sambil menunggu besarnya pohon-pohon tersebut, pada penanamannya dapat diseling dengan pohon jenis lain yang cepat tumbuhnya, seperti angsana atau sengon.
Pemerintah dan masyarakat perlu menyadari dan memahami pentingnya penghijauan kota, khususnya hutan kota, karena keberadaan hutan kota merupakan upaya kerjasama antara pemerintah dan masyarakat. Sebagai contoh, penghijauan di lingkungan perumahan dilakukan oleh masyarakat secara gotong royong, dengan bibit-bibit pohon sumbangan dari pemerintah daerah; atau masyarakat turut menjaga kelestarian hutan kota yang dikelola oleh pemerintah, dalam arti tidak merusaknya.
Pemerintah dan para ahli kehutanan dapat pula bekerjasama, misalnya menyelenggarakan pelatihan tentang pengelolaan hutan kota bagi pegawai pemerintah yang terlibat dalam penghijauan kota, serta masyarakat. Pemerintah dan para ahli juga perlu mengenalkan dan menggalakan kepada masyarakat jenis pohon yang sesuai untuk kebutuhan kota yang beriklim panaslembab, khususnya untuk fungsi penyeimbang lingkungan.