Lompat ke konten
Kategori Home » Hukum » Hukum Humaniter Internasional

Hukum Humaniter Internasional

  • oleh

Ruang Lingkup Hukum Humaniter Internasional

Hukum humaniter merupakan bagian dari hukum perang. Menurut Mochtar Kusumaatmadja, Hukum perang dibedakan menjadi:

1. Jus ad bellum, yaitu hukum tentang perang, yang pada intinya mengatur tentang dalam hal bagaimana negara dibenarkan menggunakan kekerasan bersenjata.

2. Jus in hello, yaitu hukum yang berlaku dalam perang, yang dibagi menjadi:

a. Hukum yang mengatur cara dilakukannya perang. Bagian ini biasanya disebut The Hague Laws,

b. Hukum yang mengatur prlindungan orang-orang yang menjadi korban perang.

Bagian ini biasanya disebut The Geneva Laws.

Lebih lanjut Beliau mengatakan bahwa, hukum humaniter adalah merupakan bagian dari ketentuan yang mengatur perlindungan korban perang, berlainan dengan hukum perang yang mengatur perang itu sendiri dan segala sesuatu yang menyangkut cara melakukan perang itu sendiri. Dengan demikian ketentuan-ketentuan dalam Konvensi Jenewa adalah identik dengan hukum humaniter.

Jean Pictet, membagi hukum humaniter internasional menjadi Hukum perang, yang termasuk didalamnya Hukum Den Haag dan Hukum Jenewa, dan Hukum Hak-hak asasi Manusia.

Tujuan dan Asas-asas Hukum Humaniter

Hukum humaniter mencoba untuk mengatur agar suatu perang dapat dilakukan dengan lebih memperhatikan prinsip-prinsip kemanusiaan atau sering dikatakan untuk lebih memanusiawikan perang. Tujuan lain adalah:

  • melindungi korban perang baik kombatan atau penduduk sipil dari penderitaan yang tidak perlu
  • menjamin hak asasi manusia yang sangat fundamental bagi mereka yang jatuh ketangan musuh
  • mencegah dilakukannya perang secara kejam tanpa mengenal batas kemanusiaan.

Guna mencapai tujuan tersebut dalam hukum humaniter dikenal asas-asas:

a. Asas kepentingan militer, dimana pihak yang bersengketa dibenarkan menggunakan kekerasan untuk menundukkan pihak lawan guna mencapai tujuan perang,

b. Asas Perikemanusiaan, dalam hal ini pihak yang bersengketa diharuskan memperhatikan perikemanusiaan. Mereka dilarang menggunakan kekerasan yang menimbulkan penderitaan yang berlebihan,

c. Asas Kesatriaan, bahwa di dalam perang kejujuran harus diutamakan. Penggunaan alat yang tidak terhormat, penggunaan tipu muslihat, dan pengkianatan dilarang.

Di samping itu, dalam hukum humaniter dikenal suatu prinsip yang sangat penting, yaitu Prinsip Pembedaan (distinction principle), yaitu suatu prinsip atau asas yang membagi penduduk dari suatu negara yang sedang berperang ke dalam dua golongan yaitu Kombatan (Combatant) dan Penduduk Sipil (Civilian).

Kombatan adalah golongan penduduk yang secara aktif turut serta dalam permusuhan. Sebagai konsekuensinya, bila ia tertangkap oleh pihak musuh memiliki status sebagai tawanan perang, dan berhak memndaptkan perlindungan secara mahusiawi. Termasuk dalam golongan ini adalah Angkatan bersenjata, Milisi dan Korps Sekarelawan, dan Levee en masse.

Sedangkan penduduk sipil adalah golongan penduduk yang tidak berhak turut serta dalam permusuhan. Konsekuensinya, mereka tidak boleh dijadikan sasaran dalam permusuhan dan memilik hak untuk mendapatkan perlindungan dari tindakan permusuhan.

Sumber Hukum Humaniter

Hukum humaniter internasional yang merupakan bagian dari hukum internasional publik, maka ketentuan mengenai sumber hukum internasional sebagaimana terdapat dalam pasal 38 ayat 1 Statuta Mahkamah Internasional juga berlaku, yaitu:

  • Perjanjian internasional
  • Hukum kebiasaan internasional
  • Prinsip Hukum umum

Keputusan pengadilan dan ajaran para ahli

Beberapa perjanjian internasional yang menjadi sumber hukum humaniter adalah:

a. Konvensi Den Haag 1899

b. Konvensi Den Haag 1907, terutama:

– Konvensi III Den Haag 1907 tentang Cara Memulai Permusuhan,

– Konvensi IV Den Haag 1907 tentang Hukum dan Kebiasaan Perang di Darat

– Konvensi V Den Haag 1907 tentang Negara dan Orang Netral dalam Perang di Darat

– Konvensi XIII Den Haag 1907 tentang Hak dan Kewajiban Negara Netral dalam Perang di Laut

c. Konvensi Genewa 1949, yang terdiri dari 4 Konvensi yaitu:

– Konvensi I, mengenai perbaikan keadaan anggota angkatan perang yang

luka dan sakit di medan pertempuran darat

– Konvensi II, mengenai perbaikan keadaan anggota angkatan perang di Laut yang luka, sakit dan korban karam

– Konvensi III, mengenai Perlakuan tawanan perang

– Konvensi IV, mengenai perlindungan orang-orang sipil di waktu perang

Konvensi Genewa 1949 dilengkapi dengan 2 Protokol Tambahan, yaitu Protokol Tambahan I, 1977 tentang Perlindungan Korban Perang dalam Pertikaian Bersenjata Internasional, dan Tambahan II, 1977 tentang Perlindungan Korban Perang dalam Pertikaian Bersenjata Non-Internasional

d. Beberapa Deklarasi atau Protokol lainya, seperti Deklarasi Paris 1856, Deklarasi St. Petersburg 1868, Protokol Jenewa 1925, Protokol London 1936, dan sebagainya.

e. Hukum Kebiasaan dan Prinsip-prinsip hukum internasional, sebagai mana di kenal dengan Klausula Martens. Klausula ini pada prinsipnya mengatakan bahwa, apabila hukum humaniter belum mengatur suatu ketentuan hukum mengenai masalah-masalah tertentu, maka ketentuan yang dipergunakan harus mengacu kepada prinsip-prinsip hukum internasional yang terjadi dari kebiasaan yang terbentuk diantara negara-negara beradab; dari hukum kebiasaan; serta dari pendapat publik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *