Berkaitan dengan kenyataan bahwa organisasi senantiasa tidak berada dalam suatu ruang hampa, tetapi berada dalam suatu lingkungan yang memiliki hubungan saling pengaruh secara timbal balik, maka sejumlah permasalahan dalam kaitannya dengan lingkungan ini dapat diajukan.
Apakah suatu organisasi dapat menentukan sendiri “jalan hidupnya” dengan melakukan serangkaian perubahan-perubahan?. Atau, dapatkan suatu organisasi tetap terjaga kelangsungan hidupnya dengan melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan? Atau sebaliknya, perubahan likungan yang telah membuat organisasi yang tidak mampu melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan akan segera berakhir keberadaannya?.
Persoalan-persoalan diatas merupakan persoalan yang berkaitan dengan pengaruh timbal batik di -antara organisasi dan lingkungan. Isu sentral dari persolan ini adalah mengenai determinesme lingkungan dan kemampuan organisasi untuk melakukan pilihan dan beradaptasi terhadap lingkungannya.
Telah sejak lama persoalan apakah lingkungan menentukan seleksi terhadap kelangsungan hidup organisasi atau sebaliknya kemampuan organisasi melakukan adaptasi terhadap lingkungan menjadi bahan perdebatan dikalangan para ahli Teori Organisasi. Dasar dari gagasarn pemikian ini sebenarnya bersumber dari teori Darwin mengenai seleksi alam, yang menyatakan bahwa hanya spesies yang mampu melakukan penyesuaian dengan perubahan lingkungan akan dapat bertahan hidup.
Ini berarti spesies itu terseleksi atau terpilih untuk tetap hidup oleh lingkungannya, sedang yang tidak dapat melakukan penyesuan terhadap perubahan lingkungan alam akan mati.
Perdebatan dikalangan para ahli Teori Organisasi dengan isu sentral mengenai “adaptasi versus seleksi” ini telah berlangsung sejak lama. Dalam hal ini para ahli Teori Organisasi menggunakan konsep lingkungan populasi (population ecology) sebagai dasar Untuk memahami masalah tersebut.
Ekologi lingkungan (population ecology) yang diangkat para ahli Teori Organisasi itu menunjukkan bahwa totalitas atau hubungan-hubungan diantara semua organisasi dan lingkungannya dapat diterapkan pada teori organisasi untuk menjelaskan bagaimana lingkungan menentukan kelangsungan hidup dari organisasi-organisasi tersebut. Ini berarti bahwa jika faktor-faktor lingkungan melakukan seleksi terhadap kelangsungan hidup organisasi-organisasi yang ada, maka hanya organisasi yang terbaik saja yang mampu bertahan hidup dalam lingkungan itu.
Organisasi yang demikian akan menemukan posisinya dan akan bertahan hidup dalam masyarakat. Teori ini menyatakan bahwa dalam proses ini terdapat, jika ada, hanya sedikit kemampuan organisasi untuk beradaptasi, misalnya melalui suatu rencana perubahan yang dilakukan oleh organisasi. Alam akan melakukan seleksi dan akan menyingkirkan organisasiorganisasi yang tidak dapat bertahan dalam seleksi alam.
Implikasi dari pendekatan determinisme lingkungan ini antara lain adalah kecilnya harapan bagi tindakan pengelolaan organisasi dapat melakukan kontrol terhadap perubahan. Kunci utama dalam penyesuaian lingkungan bagi organisasi adalah apa yang disebut dengan kelembaman organisasional (organizational inertia), yaitu suatu kondisi yang dimiliki oleh organisasi untuk tidak mudah berubah, karena respon dari luar diserap oleh kekuatan dalam organisasi dan kekuatan ini kemudian meniadakan kekuatan ke arah perubahan itu sehingga tidak terjadi perubahan dalam organisasi. Makin kuat kelembaman atau intertia ini, makin sukar untuk melakukan kontrol terhadap perubahan. Banyak faktor yang membentuk kekuatan intertia ini, seperti misalnya struktur komunikasi, politik internal, norma-norma institusional dan sebagainya. Faktor-faktor ini dapat menciptakan terjadinya inertia organisasional dan pada saat yang sama menciptakan pula kemampuan adaptasi yang lemah.
Dalam pandangan pendekatan determinisme lingkungan ini setiap organisasi pada dasarnya dapat memiliki suatu bentuk kekuatan untuk menembus kelembaman atau inertia organisasional tersebut. Jika kemampuan ini mampu menembus inertia organisasional itu maka suatu adaptasi yang tidak lancar (sluggish adaptation) terhadap perubahan lingkungan sebenarnya telah terjadi, meskipun kondisi yang demikian merupakan suatu bentuk adaptasi terhadap perubahan likungan yang tidak sesuai dengan yang diharapkan sebelumnya. Terlepas dari kondisi; di atas, baik inertia organisasional maupun momentum untuk menembus inertia organisasional merupakan faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kemampuan organisasi untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan.
Terhadap pandangan pendekatan determinisme lingkungan ini sebenarnya dapat diajukan beberapa permasalahan, antara lain, apa tujuan dari argumentasi pendekatan lingkungan ekologi diterapkan pada perubahan organisasi dan adaptasi?. Dapatkan organisasi berubah dan melakukan adaptasi?. Benarkan lingkungan secara sederhana melakukan seleksi alam terhadap organisasi-organisasi yang ada, sehingga dapat ditentukan mana yang dapat bertahan hidup dan mana yang tidak?.
Pendekatan determinisme lingkungan mulai dipersoalkan dan dalam banyak hasil studi yang dikembangkan oleh para ahli Teori Organisasi, pendekatan determinisme lingkungan terbukti bukan satu-satunya penjelasan mengenai pengaruh lingkungan terhadap perubahan organisasi. Pandangan yang lain secara meyakinkan menunjukkan penekankan pada adanya berbagai variabel lain yang ikut mempengaruhi perubahan organisasi, bukan sematamata hasil seleksi alam. Dalam pandangan pendekatan ini, walaupun sumbangan utama dari lingkungan ekologis adalah pada konseptualisasi lingkungan yang dinamis, namun hal itu bukan berarti kemudian dapat mengabaikan berbagai variabel lain yang mempengaruhi perubahan organisasi.
Dari hasil-hasil studi yang dikembangkan kemudian nampak jelas bahwa variabel ekologi atau lingkungan telah dikombinasikan dengan variabel-variabel institusional dan struktural untuk menjelaskan adaptasi organisasi terhadap perubahan lingkungan.
Jadi, pendekatan determinisme lingkungan yang mendasarkan pada variabel-variabel ekologis, tidak dapat dilihat sebagai satusatunya penjelasan mengenai pengaruh lingkungan terhadap perubahan organisasi sehingga bukanlah satu-satunya penjelasan yang secara lengkap dapat menjelaskan kelangsungan hidup organisasi.
Pandangan lain dari kalangan ahli Teori Organisasi yang menekankan pada segi manajemen melihat bahwa persoalan perubahan organisasi itu dapat direncanakan atau tidak dapat direncanakan sebelumnya, merupakan suatu persoalan manajerial semata. Pandangan ini berlandaskan pada asumsi bahwa proses perubahan organisasi dapat diarahkan atau dikelola pada suatu tujuan tertentu.
Ini berarti bahwa perubahan organisasi yang direncanakan merupakan sesuatu yang dapat dilakukan. Untuk mencapai suatu tujuan tertentu itu, perubahan dapat direncanakan, melalui usaha untuk membuat ketidak pastian dan ketidak stabilan yang menyertai perubahan itu harus direduksi atau dikurangi, atau bahkan dihilangkan.
Pandangan ini juga melihat dari pengalaman bahwa tidak semua perubahan dapat direncanakan dan tidak semua perubahan merupakan perubahan-perubahan yang cukup berarti untuk direncanakan. Terdapat sebab perubahan, baik sebab internal maupun eksternal, yang selalu dapat diarahkan pada suatu tujuan tertentu.
Pada kasus yang demikian, perubahan dapat mengakibatkan berbagai hal yang tidak direncanakan, Namun bagaimana organisasi itu mensikapi perubahan, pandangan ini lebih menekankan bahwa hal itu hanyalah masalah manajerial semata. Dengan demikian pendekatan manajemen sangat diperlukan untuk menjelaskan perubahan organisasi ini.