Lokasi perumahan berhubungan dengan permintaan perumahan. Hal ini ditegaskan oleh penelitian yang dilakukan Elder dan Jumpano (1991) mengenai kepemilikan lahan, permintaan perumahan dan lokasi permukiman. Metode penelitiannya adalah metode korelasional. Teknik analisis data dengan regresi. Sumber data untuk melakukan estimasi diperoleh dari thePanel Study of Income Dynamics (PSID) Michigan University. Sampel terdiri dari rumah tangga dengan anggota keluarga yang bekerja hanya satu orang. Hanya ada satu orang dari satu keluarga yang melakukan pergerakan ke tempat kerja dengan usia kepala keluarga antara 18 sampai dengan 65 tahun.
Elder dan Jumpano (1991) mengungkapkan atribut utama perumahan yang semakin memperoleh kesepakatan di dalam literatur adalah lokasi. Kalangan peneliti berusaha menjelaskan hasil observasi yang menyatakan bahwa di banyak kawasan metropolitan, kalangan rumah tangga dengan pendapatan tinggi cenderung tinggal di luar pusat kota, sementara rumah tangga dengan pendapatan rendah terus bermukim di kota, dekat dengan pusat pekerjaan. Dalam model keseimbangan ruang yang dikembangkan untuk menjelaskan pola lokasi ini, rumah tangga memiliki cita rasa dan pendapat yang sama. Lokasi optimal rumah tangga didasarkan pada pembobotan biaya perjalanan dan lahan. Rumah tangga memilih lokasi tertentu dengan membandingkan elastisitas pendapatan dari permintaan mereka akan lahan dengan elastisitas pendapatan mereka untuk biaya perjalanan.
Kepadatan penduduk bergantung pada tingkat akses. Salah satu tolok ukur tingkat akses yang paling lazim digunakan adalah jarak ke Central Business District (CBD), yang menurut model Bid Rent (Wheaton, 2001) merupakan tempat terkonsentrasinya hampir semua pekerjaan. Pelebaran daerah pinggiran kota diyakini memiliki kontribusi yang berarti terhadap naiknya pemakaian kendaraan.
Karakterisasi pola-pola transportasi, akan diukur dua dimensi dasar transportasi, jarak tempuh dan pergantian alat angkutan (moda split).Jarak tempuh diukur dengan menentukan jarak tempuh rata-rata per kotamadya, dan pergantian alat transportasi dilakukan dengan menggunakan proporsi tempuh melalui alat transportasi mobil. Kedua variabel ini dihitung berdasarkan matriks asal-tujuan mobilitas harian yang diperlukan.
Bentuk perkotaan dan variabel sosial ekonomi: (1) kepadatan Penduduk Netto (KPN); (2) jarak ke Pusat (JP), terdiri dari jarak jaringan dari pusat geografis setiap kota ke pusat kota Barcelona (CBD); (3) jarak ke sumbu Transportasi (JST), merupakan jarak dari pusat geografis setiap kota ke sumbu transportasi terdekat. Dalam memberi karakterisasi berbagai faktor sosial ekonomi, ada dua indikator yang diberikan, yaitu pendapatan rata-rata rumah tangga dan rasio pekerjaan; (4) Pendapatan Rata-Rata Rumah Tangga (PRRT) adalah rata-rata pendapatan yang dilaporkan untuk masing-masing kota yang diperoleh dari informasi fiskal; (5) Rasio Pekerjaan (RP), yaitu perbandingan antara jumlah pekerjaan dengan jumlah warga kota. Perbandingan ini pada dasarnya mengacu pada dimensi sektor perekonomian dalam kaitannya dengan warga sebuah kota (Wheaton, 2001).
Ada dua kelompok indikator komunitas yang dapat digunakan, yaitu
(1) indikator lokal obyektif yang mengukur kuantitas-kuantitas fisik berwujud misalnya karakteristik-karakteristik sosial ekonomi atau kemajemukan persediaan rumah,
(2) indikator subyektif yang mengukur sikap terhadap berbagai peristiwa, misalnya, sampai seberapa ramahkah anggapan seseorang terhadap adanya tetangga baru (Jhonson, 2001).
Oxford (2006) melakukan penelitian mengenai penilaian lokasi dan pasar rumah perkotaan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan mengemukakan faktor terpenting dalam menentukan harga rumah adalah lokasi. Atribut perumahan dibagi menjadi atribut struktural dan atribut lokasional. Atribut struktural menjelaskan struktur fisik properti dan kaveling lahan tempatnya berada, sementara atribut lokasional berhubungan dengan lokasi dari properti yang bersangkutan.
Atribut lokasi mengkuantifikasikan properti dalam kaitan dengan kawasan perkotaan secara keseluruhan, dan berkaitan dengan suatu bentuk tolok ukur tingkat akses. Biasanya tingkat akses ini diukur dengan berbagai tolok ukur tingkat akses ke CBD (Central Business District).
Atribut lokasi pada dasarnya merupakan tolok ukur eksternalitas lokasi. Semua yang berkaitan dengan biaya dikelompokkan sebagai eksternalitas negatif dan memiliki pengaruh yang merugikan terhadap harga rumah, dan semua eksternalitas yang memberikan manfaat dikelompokkan sebagai eksternalitas positif dan memiliki pengaruh positif terhadap harga rumah (Oxford, 2006).