Lompat ke konten
Kategori Home » Ilmu Psikologi » Dasar Mempelajari Psikologi Sosial

Dasar Mempelajari Psikologi Sosial

  • oleh

Dalam kehidupan manusia merupakan makhluk tertinggi di antara makhlukmakhluk lain ciptaan Tuhan. Kelebihan manusia dan makhluk- makhluk yang lain terutama karena kecerdasan dan kemauan yang dimilikinya dan kesadara bterhadap Tuhan zat Yang Maha Tinggi/pencipta dirinya dan seluruh alam semesta.

Karena kecerdasan dan kemauan yang dimiliki manusia tersebut manusia mampu menguasai alam, menaklukkan makhluk yang lebih kuat dari padanya dan sebagai homo Faber manusia mampu menciptakan segala sesuatu untuk kesempurnaan dirinya. Manusialah satu-satunya makhluk yang berbudaya yang selalu berkembang ke arah yang lebih baik dan paling dapat menyesuaikan diri terhadap tuntutan alam dengan sebaik-baiknya.

Oleh karena ditinjau dari segi kebutuhannya, manusia adalah makhluk monodualis artinya di samping manusia membutuhkan sesuatu untuk kelangsungan hidupnya sebagaimana makhluk biologis yang lain, manusia juga membutuhkan hasil kebudayaan untuk pertahanan dan perkembangan hidupnya, sehinga tidak tertelan oleh tuntutan alam dan kemajuan zaman, justru sebaliknya dapat memperkembangkan dan menyempurnakan hidupnya ke derajat yang lebih tinggi.

Kesemuanya itu bisa tercapai karena potensi-potensi yang dimiliki manusia, di mana potensi ini mengalami proses perkembangan setelah individu itu hidup dalam lingkungan masyarakat.

Potensi-potensi tersebut antara lain:

1. Kemampuan menggunakan bahasa

Kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa ini hanyalah semata-mata terdapat pada manusia dalam pengertian, bisa merubah menambah dan mengambangkan bahasa yang digunakan. Pada binatang memang ada tetapi masih sangat sederhana sekali dan terbatas pada bunyi suara yang merupakan isyarat atau tanda-tanda.

2. Adanya sikap etik

Dalam setiap masyarakat pasti ada peraturan/norma-norma yang mengatur tingkah laku anggota-anggotanya baik itu di masyarakat modern maupun di masyarakat yang masih terbelakang sekalipun norma-norma tersebut merupakan ketentuan apakah suatu perbuatan itu dipandang baik atau buruk.

Norma-norma tersebut tidak selalu sama antara masyarakatyang satu dengan masyarakat yang lain sesuai dengan adat kebiasaan, agama dan perkembangan kebudayaan pada umumnya dimana dia hidup. Individu sebagai anggota masyarakat berusaha untuk berbuat sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat karena adanya sikap etik yang dimilikinya.

Namun demikian sesuai dengan tuntutan kebadayaan manusia berusaha untuk menyempurnakan norma-norma yang telah ada.

3. Hidup dalam alam 3 dimensi

Artinya manusia maupun hidup atas dasar 3 waktu. Tingkah laku manusia didasarkan pada pengalaman yang lampau, kebutuhan-kebutuhan sekarang dan tujuan yang akan dicapai pada masa yang akan datang. Pengalamanpengalaman masa lalu merupakan pegangan bagi perbuatan-perbuatannya

masa sekarang, sehingga kesalahan yang sama tidak akan selalu terulangulang. Pengalaman-pengalaman yang tidak baik diingat untuk tidak diperbuat lagi sedang pengalaman yang baik dipegang untuk pedoman dalam aktifitasaktifitasnya masa kini sedangkan aktifitas-aktifitas masa kini di arahkan untuk mencapai tujuan selanjutnya,dengan sebaik-baiknya. Dengan perkataan lain manusia dapat merencanakan apa yang akan diperbuat dan apa yang akan dicapai.

Ketiga pokok di atas biasa pula di sebut sebagai syarat “human minimum”. Dengan demikian yang tidak memenuhi human minimum ini dengan sendirinya sukar digolongkan sebagai masyarakat manusia. Ditinjau dan sifat manusia

sebagai makhluk monopluralis artinya di samping sebagai makhluk individul juga

sebagai makhluk sosial dan makhluk berketuhanan. Atas dasar sifat-sifat manusia

tersebut, Dr. A. Kuypers menggolongkan kegiatan manusia menjadi 3(tiga)

golongan utama yang hakiki, ialah kegiatan yang bersifat individual, kegiatan yang

bersifat sosial dan kegiatan yang bersifat keTuhanan.

Manusia sebagai makhluk individual, berarti manusia itu merupakan suatu

totalitas. Individu berasal dari kata in-dividere, yang berarti tidak dapat dipecahpecah.

Memang ada beberapa pandangan tentang hal ini, misalnya Aristoteles

berpendapat bahwa manusia itu merupakan penjumlahan daripada beberapa

kemampuan tertentu yang masing-masing bekerja tersendiri, seperti kemampuan

vegetatif: makan, berkembang biak, kemampuan sensitif (bergerak mengamati

dan mempunyai nafsu), dan kemampuan intelektif (berkemauan dan

berkecerdasan).

Descartes menyatakan bahwa manusia itu terdiri atas zat-zat rohaniah ditambah

zat material yang masing-masing tunduk pada peraturan-peraturan tertentu yang

kadang-kadang bertentangan. Dengan demikian kita melihat bahwa pada manusia

itu masih terdapat adanya dualisme, yang tidak saja berbeda tetapi bahkan

kadang-kadang berlawanan.

Dengan munculnya Wilhelm Wundt, sebagai tokoh aliran ilmu jiwa modern,

barulah ada penegasan bahwa jiwa manusia itu merupakan satu kesatuan jiwa

dan raga yang berkegiatan sebagai keseluruhan. Dalam pembahasan ilmu jiwa

sosial, yang menjadi pokok pembahasan, dengan tidak mengabaikan segi

individulnya, karena tanpa memperhatikan segi individul tersebut akan sukarlah

diperoleh pengertian yang sewajarnya, adalah manusia sebagai makhluk sosial.

Sejak manusia dilahirkan selalu membutuhkan bantuan orang lain, ia memerlukan

bantuan untuk makan, minum, dan memenuhi kebutuhan biologisnya. Demikian

pula setelah bertumbuh lebih besar, anak belajar berbicara, berjalan, mengenal

benda-benda, normal dan sebagainya selalu membutuhkan pertolongan dan

bantuan orang-orang sekitarnya.

Pada pokoknya tak mungkin manusia hidup sendiri tanpa adanya komunikasi

dengan manusia lainnya. Manusia baru menjadi manusia yang sebenarnya kalau

ia hidup bersama manusia juga. Dengan kata lain, pada dasarnya pribadi manusia

tak sanggup hidup seorang diri tanpa lingkungan psychis atau rohaniahnya

walaupun secara biologis-fisiologis ia mungkin dapat mempertahankan dirinya.

Justru dalam interaksi antar manusia itulah sebenarnya, manusia dapat merealisir

kehidupan secara individul. sebab tanpa adanya timbal balik dalam interaksi sosial

itu dia tidak dapat mereali kemungkinan-kemungkinan serta potensi-potensi yang

ada padanya sebagai makhluk individu.

Dalam kehidupan bersama ini pula individu akan turut membentuk norma-norma

kelompok/norma-norma sosial. Selain itu dalam kehidupan sosial tadi individu

bukan hanya akan mendapat kesempatan untuk mengembangkan kecakapannya,

tapi masyarakat itu juga membutuhkan sumbangan.

Atas dasar uraian-uraian di atas maka sudah seharusnya manusia mengabdi

kepada kehidupan bersama dan meningkat kehidupan bersama tersebut ke arah

yang lebih tinggi, karena meningkatnya kehidupan masyarakat merupakan pula

pendorong untuk meningkatkan diri pribadi dan memberikan kesempatan yang

lebih besar untuk mengembangkan kecakapan sera potensi yang ada pada

dirinya. Untuk maksud itu ilmu jiwa sosial merupakan salah satu ilmu yang sangat

penting sebab ilmu jiwa sosial memberikan dasar-dasar pengertian tentang gejalagejala

kejiwaan dan tingkah laku individu dalam situasi sosial; dengan demikian

akan memudahkan dalam meng-approach masyarakat untuk mengadakan

perubahan-perubahan dan pengarahan kepada suatu tujuan dengan

sebaikbaiknya.

Di samping itu dengan mempelajari ilmu jiwa sosial maka kita tidak akan mudah

terpengaruh dan terbawa-bawa oleh situasi yang ada dalam masyarakat,tidak

mudah tersugesti oleh gerakan-gerakan massa yang tidak selamanya baik.

Dengan bantuan ilmu ini pula memungkinkan kita untuk memecahkan suatu

problema sosial secara tepat dan sistematis, mengenai semua proses kejiwaan

yang mengakibatkan kehidupan bersama utuk merubah manusia-manusia lama

menjadi manusia baru sesuai dengan manusia itu sendiri, maka salah satu cara

yang dapat dilaksanakan ialah dengan merubah sifat dan sikap sosialnya; caracara

demikian dipelajari pula dalam ilmu sosial.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *