Lompat ke konten
Kategori Home » Sosial Politik » Teori Sentimen Kemasyarakatan

Teori Sentimen Kemasyarakatan

  • oleh

Teori ini menyatakan bahwa agama yang permulaan itu rnuncul karena adanya suatu getaran, suatu emosi yang ditimbulkan dalam jiwa m,anusia sebagai akibat dari pengaruh rasa kesatuan sebagai warga masyarakat.

Teori yang disebut ” Teori Sentimen Kemasyarakatan” ini berasal dari pendapat seorang ilmuwan Perancis , Emile Durkheim, yang diuraikan dalam bukunya, Les formes Elementaires. de Lavia Religieuse – diterjemahkan kedalam bahasa Inggris “The Elementary Forms of The Religious Life” (1965).

Dalam bukunya itu, Durkheim mengemukakan teori baru tentang dasar-dasar agama yang sama sekali berbeda dengan teori-teori yang pernah dikembangkan oieh para ilmuwan sebelumnya.. Teori itu berpusat pada pengertian dasar berikut

a) Bahwa untuk pertama kalinya, aktivitas religi yang ada pada manusia bukan karena pada alam pikiranya terdapat bayanganbayangan abstrak tentang jiwea atau roh – suatu kekuatan yang menyebabkan hidup dan gerak di dalam alam – tetapi, karena suatu getaran jiwa, atau emosi keagamaan, yang tibul dalam alam jiwa manusia dahulu, karena pengaruh suatu sentimen kemasyarakatan.

b) Bahwa sentimen kemasyarakatan dalam bathin manusia dahulu berupa suatu kompieksitas perasaan yang mengandung rasa terikat, bakti, cinta; dan perasaan lainnya terhadap masyarakat dimana ia hidup.

c) Bahwa sentimen kemasyarakatan yang menyebabkan timbulnya emosi keagamaan dan merupakan pangkal dan segala kelakuan keagamaan manusia itu, tidak selalu berkobar-kobar dalam alam bathinnya. Apabila tidak dipelihara, maka sentimen kemasyarakatan itu menjadi lemah dan laten, sehingga perlu dikobarkan sentiment kemasyarakatan dengan mengadakan satu kontraksi masyarakat, artinya dengan mengumpulkan seluruh masyarakat dalam pertemuanpertemuan raksasa,

d) Bahwa emosi keagamaan yang timbul karena rasa sentimen kemasyarakatan membutuhkan suatu obyek tujuan. Sifat yang menyebabkan sesuatu itu menjadi obyek dari emosi keagamaan bukan karena sifat luarbiasanya, anehnya, megahnya, atau ajaibnya, melainkan tekanan anggapan umum masyarakat. Obyek itu ada karena terjadinya satu peristiwa secara kebetulan di dalam sejarah kehidupan suatu masyarakat masa lampau menarik perhatian orang banya di dalam masyarakat tersebut. Obyek yang menjadi tujuan emosi keagamaan juga obyek yang bersifat keramat. Maka obyek lain yang tidak mendapat nilai keagamaan (ritual value) dipandang sebagai obyek yang tidak keramat (profane).

e) Obyek keramat sebenarnya mempakan suatu lambang masyarakat. Path suku-suku bangsa asli Australia, misalnya, obyek keramat dan pusat tujuan dari sentimen kemasyarakatan, sering berupa binatang dan tumbuh-tumbuhan. Obyek keramat seperti itu disebut totem: Totem adalah mengkonkritkan prinsip totem dibelakangnya. Dan prinsip totem itu adalah suatu kelompok di dalam masyarakat berupa clan (suku) atau lainnya.

Pendapat tersebut di atas, yang pertama mengenai emosi keagamaan dan sentimen kemasyarakatan, adalah menurut Durkheim Pengertian pengertian dasar yang merupakan inti atau esensi dari religi, sedangkan ketiga pengertian lainya; kontraksi masyarakat, kesadaran akan obyek keramat berlawanan dengan obyek tidak keramat, dan totem sebagai lambang masyarakat, bermaksud memelihara kehidupan dari inti konstraksi masyarakat itu.

Obyek keramat dan totem akan menjelaskan upacara, kepercayaan, dan metodologi. Ketiga unsur itu menentukan bentuk lahir dari suatu agama. Perberdaan itu tampak dari upacara-upacara, kepercayaan, dan metodologinya.

Referensi : Universitas Gadjah Mada

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *