Sebagaimana kekuasaan, istilah otoritas (authority) seringkali dipergunakan dalam berbagai arti. Dalam pembicaraan sehari-hari seringkali kata otoritas digunakan untuk menyatakan beberapa makna. Misalnya, “saya tidak punya otoritas untuk masalah itu” atau “saya punya otoritas atas mereka”.
Pada kalimat pertama, kata otoritas menunjukkan beberapa pengertian, antara lain seseorang tidak memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu, seseorang merasa tidak memiliki kehalian dalam suatu bidang tertentu atau dapat juga berarti seseorang tidak punya hak untuk melakukan sesuatu. Pada kalimat kedua, kata otoritas dapat memilki arti seseorang dapat mengontrol pihak lain atau seseorang berada pada posisi lebih tinggi dari orang lain.
Ini semua menunjukkan bahwa dalam pembicaraan sehari-hari, kata otoritas sering dipergunakan tetapi tidak memiliki suatu arti yang tunggal. Meskipun demikian sangat jelas terlihat bahwa kata otoritas memiliki konotasi dengan hak tertentu dalam pengambilan keputusan.
Dalam pandangan Max Weber kekuasaan dan otoritas merupakan dua konsep yang berbeda. Kekuasaan berkaitan dengan kekuatan atau paksaan. Kekuasaan hanyalah salah satu faktor yang penting dalam suatu organisasi. Di lain pihak, otoritas adalah salah satu bentuk kekuasaan yang tidak berkaitan dengan kekuatan. Otoritas berkaitan dengan penerimaan kekuasaan dan berkaitan pula dengan proses pengambilan keputusan.
Sebagaian besar ahli menyatakan bahwa otoritas dapat diiihat sebagai kekuasaan yang sah. Oleh sebab itu banyak yang mengartikan otoritas dengan wewenang. Otoritas sering dikatakan netral terhadap individu. Hal ini disebabkan karena otoritas berkaitan dengan posisi tertentu dalam suatu struktur, sedang individu yang menduduki suatu posisi pada struktur itu bisa saja berganti-ganti.
Otoritas merupakan sesuatu yang dimiliki dan diberikan oleh institusi pada suatu posisi tertentu. Masuknya individu pada suatu posisi dalam struktur sehingga memiliki otoritas tertentu sesuai dengan posisi itu dapat menyebabkan terjadinya demoralisasi pada individu. Pada sisi yang lain, otoritas juga seringkali dilihat sebagai insentif yang bersifat non-material dan dengan suatu otoritas tertentu, individu juga dapat memiliki akses terhadap berbagai sumber yang ada.
Karena berkaitan dengan suatu .struktur, maka ketika suatu struktur organisasi dibentuk, secara bersamaan ditentukan apa dan seberapa besar otoritas ditentukan pada setiap posisi dalam struktur itu, tanpa memperhatikan siapa yang akan menduduki posisi itu. Jika suatu struktur telah dibentuk dan apa otoritas yang dimiliki serta seberap? besar otoritas itu dimiliki oleh setiap posisi, barulah kemudian individu memasuki dan menduduksi suatu posisi tertentu dari struktur itu. Jadi Individu harus berada pada suatu posisi tertentu untuk dapat memiliki suatu otoritas.
Setiap posisi dalam suatu struktur selalu berkaitan dengan suatu tugas atau kegiatan tertentu, oleh karena itu maka setiap otoritas yang ada pada suatu posisi tertentu juga memberikan suatu beban tanggung jawab tertentu pula. Ini berarti bahwa otoritas juga berkaitan dengan kontrol dan evaluasi atau penilaian dalam organisasi, dimana dengan otoritas yang dimilikinya, seseorang dapat melakukan kontrol dan evaluasi atau penilaian mengenai kegiatan atau tugas yang dijalankan oleh pihak lain.
Setiap institusi menentukan secara khusus otoritas macam apa dan seberapa luas yang dimiliki oleh suatu posisi tertentu. Setiap organisasi menentukan pesyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap orang yang akan menduduki suatu posisi tertentu dalam organisasi itu. Misalnya, setiap individu yang akan menduduki suatu posisi dalam organisasi haruslah memiliki kemampuan atau kapasitas untuk menjalankan otoritas yang secara tetap terlekat pada suatu posisi tertentu itu. Jadi, pemberian otoritas pada suatu posisi bukanlah untuk selamanya dan bukanlah tanpa batas. Pada saat suatu otoritas dari suatu posisi tertentu diberikan maka pada saat yang sama struktur itu juga memberikan batasan, seberapa besar otoritas yang dimiliki oleh posisi itu.
Adanya kejelasan mengenai batasan otoritas yang dimiliki suatu posisi ini akan memberikan kemudahan bagi setiap individu yang akan menempati posisi tertentu itu untuk mengidentifikasi batas-batas dari otoritas yang dimilikinya dan dapat dipergunakannya, yang mengatur tingkah laku posisionalnya, dan memberikan dasar keabsahan bagi tindakannya. Di sisi yang lain, kejelasan mengenai batasan otoritas yang dimiliki suatu posisi itu juga akan memberikan kepada pihak lain yang melakukan hubungan dengannya suatu kejelasan akan batas wewenang dan keabsahan tindakannya ketika berhubungan dengan pihak lain itu.
Suatu tindakan yang sah atau memiliki legitimasi dapat dipatuhi tetapi dapat juga tidak dipatuhi. Pihak bawahan sebagai manusia yang memiliki pertimbangan rasional, dapat menerima atau menolak suatu perintah yang berasal dari atasannya dengan akibat tertentu.
Meskipun demikian, pada umumnya di dalam organisasi, sebagian besar orang mengikuti prinsip dasar organisasi dimana orang akan mentaati perintah dari pihak lain yang memiliki otoritas atau tindakan yang sah dalan. suatu hal. Setiap penolakan pada perintah yang memiliki legitimasi akan menghadirkan sanksi tertentu atau hukuman tertentu, mulai dari yang paling ringan sampai yang terberat, misalnya dari sekedar ditegur atau diberi peringatan sampai dikeluarkan atau dipecat. Sebaliknya, penerimaan, kepatuhan atas suatu perintah yang sah akan menghasilkan suatu bentuk ganjaran, misalnya mendapat pujian, penghargaan, promosi jabatan dan sebagainya.
Dilihat dari sisi yang lain, otoritas`dapat terpusat atau tersentralisasi atau sebaliknya, terbagi atau terdesentralisasi. Sentralisasi otoritas menunjuk pada suatu penempatan otoritas secara sistematis dan konsisten pada suatu titik di pusat atau sentral dari pengambilan keputusan.
Desentralisasi otoritas menunjuk pada suatu penempatan otoritas tidak pada satu titik di pusat atau sentral pengambilan keputusan, tetapi otoritas didelegasikan sevcara sistematis kepada berbagai posisi tertentu di dalam organisasi. Meskipun terjadi sentralisasi ataupun desentralisasi otoritas, akan tetapi pada hal-hal tertentu, otoritas tetap berada pada tingkat tertinggi dari pemegang otoritas dalam organisasi.
Sentralisasi atau desentralisasi otoritas menunjukkan adanya aliran distribusi otoritas dari suatu tingkatan ke tingkatan lain yang lebih rendah, dengan tingkat pemberian otoritas yang bervariasi untuk setiap fungsi atau tingkat yang berbeda-beda.
Esensi dari konsep otoritas adalah bahwa perintah yang diberikan oleh pihak atasan, secara sukarela ditaati oleh pihak bawahan.
Adapun kriteria dari otoritas meliputi:
(a) mentaati secara sukarela suatu perintah yang sah
(b) menggantungkan keputusan pada perintah dari pihak yang lebih atas (c) terdapat orientasi nilai yang menunjukkan bahwa penggunaan kontrol adalah sah.
Otoritas memiliki perbedaan dari bentuk lain perilaku. Pada kenyataannya, seseorang dengan suka rela berada di bawah pengaruh pihak lain tidak selalu menunjukkan suatu hubungan otoritas. dapat saja hal itu berakiatan dengan perilaku lain, misalnya persuasi, sugesti atau dapat pula menunjukkan penerapan suatu kekuasaan tanpa otoritas. Seseorang yang mendapat persuasi dari pihak lain menerima itu hanya sebagai salah satu dasar yang menguatkan pilihan seseorang, tetapi pilihan itu tetap berada di tangan orang yang mendapatkan sugesti itu.
Persuasi juga memberikan alasan untuk menerima atau menolak suatu tindakan, tetapi pilihan tetap berada di tangan orang yang akan menentukan pilihan, bukan pemberi persuasi. Ini berkaitan erat dengan pendirian seseorang. Otoritas dari seorang atasan diterima oleh bawahan, tidak berkaitan dengan pendirian seseorang, kesukaan atau ketidak sukaan, atau ada tidaknya peluang menentukan pilihan. Pada setiap otoritas terdapat suatu penundukan total atau kepatuhan sepenuhnya.
Otoritas dapat dilaksanakan jika perintah yang sah dari pemegang suatu posisi ditaati secara sukarela dari bawahan. Menurut Max Weber, sumber dari otoritas dapat berasal dari tradisi, kharisme atau peraturan.
Oleh sebab itu menurut Weber terdapat tiga tipe otoritas, yaitu:
(a). Otoritas tradisional
Tipe otoritas ini berlandaskan pada suatu kepercayaan yang mapan terhadap tradisi zaman dahulu serta legitimasi status mereka yang menggunakan otoritas yang dimilikinya. Jadi alasan penting orang taat pada struktur otoritas tradisi ini adalah kepercayaan mereka bahwa hal itu sudah selalu ada. Hubungan antara pihak yang memiliki otoritas pada dasarnya merupakan hubungan pribadi. Orang-orang yang patuh memiliki rasa setia secara pribadi kepada pemegang otoritas, sebaliknya pemegang otoritas mempunyai kewajiban tertentu untuk memperhatikan orang-orang yang patuh padanya. Walaupun antara pemegang otoritas dan orang-orang yang patuh padanya terikat pada peraturan-peraturan tradisional, tetapi masih terdapat suatu keleluasaan bagi para pemegang otoritas itu secara pribadi dalam mempergunakan otoritasnya.
(b). Otoritas Kharismatik
Tipe otoritas kharismatik didasarkan pada mutu luar biasa yang dimiliki oleh orang yang memiliki otoritas atau pemimpin, sebagai seorang pribadi. Otoritas kharismatik berbeda dengan otoritas biasa. Istilah kharisma dipergunakan dalam pengertian yang luas untuk menunjuk pada daya tarik pribadi yang ada pemimpin. daya tarik seperti itu mampu menarik para pengikut yang setia kepada pemimpin yang memiliki kharisma itu secara pribadi. Kepatuhan para pengikut tergantung baik pada identifikasi emosional dengan pemimpin itu sebagai seorang pribadi maupun pada komitmen terhadap nilai-nilai absolut yang dikekukakan dan diajarkan pemimpin itu. Tidak seperti sistem otoritas tradisional, kepemimpinan kharismatik tidak diorientasikan kepada hal-hal rutin yang stabil dan langgeng. Kalau otoritas tradisional dipergunakan untuk mempertahankan status-quo, maka kepemimpinan kharismatik biasanya menentang status-quo.
(c). Otoritas Legal
Tipe otoritas legal merupakan otoritas yang didasarkan pada komitmen terhadap seperangkat peraturan yang diundangkan secara resmi dan diatur secara impersonal. Karena berkaitan dengan rasionalitas instrumental, otoritas ini sering juga dikatakan sebagai otoritas legal rasional. Otoritas legal berbeda dengan otoritas tradisional dan kharismatik dalam hal sifat impersonal pelaksanaannnya. Orang yang sedang melaksanakan otoritas legal rasional adalah karena orang itu memiliki suatu posisi sosial yang menurut peraturan yang sah. Bawahan tunduk pada otoritas karena posisi sosial yang mereka miliki itu didefinisikan menurut peraturan yang sah sebagai yang harus tunduk dalam bidang-bidang tertentu. Seleksi terhadap orang-orang untuk menduduki posisi otoritas legal itu atau posisi bawahan juga diatur secara jelas oleh peraturan yang secara resmi adalah sah.