Lompat ke konten
Kategori Home » Ilmu Psikologi » Berpikir Menurut Psikologi

Berpikir Menurut Psikologi

  • oleh

Floyd L. Ruch dalam bukunya yang klasik, psychology and life (1967), menerangkan bahwa berpikir merupakan manipulasi atau organisasi unsur-unsur lingkungan dengan menggunakan lambang-lambang sehingga tidak perlu langsung melakukan kegiatan yang   tampak.   Menurut   Paul   Mussen   dan   Marx   R.   Rosenzweig, “Tue  term’ thunking’refers to many kind of activities that involve the nianipulationof concepts and symbols,  representation  of  objects  and  evets” (1973:410). 

Berpikir  menunjukkan berbagai  kegiatan  yang  melibatkan  penggunaan  konsep  dan  lambang,  sebagai pengganti objek dan peristiwa. Berpikir kita lakukan untuk memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan (decision making), memecahkan persoalan (problem solving), dan menghasilkan yang baru (creativity).

Memahami realitas berarti menarik kesimpulan, meneliti berbagai kemungkinan penjelasan dan realitas eksternal dan internal. Sehingga dengan singkat, Anita Taylor et al. mendefinisikan berpikir sebagai proses penarikan kesimpulan atau thinking is a infering proces.

Secara garis besar ada dua macam berpikir: berpikir austik dan berpikir realistik. Yang pertama mungkin lebih tepat disebut melamun. Fantasi, menghayal, wishful thinking, adalah contoh-contohnya. dengan berpikir austik orang melarikan diri dari kenyataan, dan melihat hidup sebagai gambar-gambar fantastis. Berpikir realistis disebut juga nalar (reasoning) ialah berpikir dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata.

Ruch menyebut tiga macam berpikir realistik: deduktif, induktif, evaluatif. Menurut perkembangan mutakhir psikologi kognitif, manusia lebih sering berpikir tidak logis dan pada berpikir logis, seperti berpikir deduktif. Morton Hunt mengatakan bahwa berpikir logis bukanlah kebiasaan kita atau hal yang alamiah. Dan cara berpikir yang menurut kaidah logika tidak valid, yang biasanya kita lakukan, justru berjalan agak baik dalam kebanyakan situasi sehari-hari.

Kalau begitu, tentu hanya mereka yang ahli saja yang dapat berpikir logis. Sudah lama diduga orang bahwa wanita, anak kecil, rakyat pedesaan, atau orang berpendidikan rendah, berpikir tidak logis. Yang logis hanya ilmuwan, kaum profesional, dan pejabat.

Anggapan ini tidak benar Paul E. Johnsohn meneliti cara berpikir ilmuwan dan para ahli dari berbagai profesi. Ia menulis, “saya selalu terkejut menyaksikan bahwa ahli-ahli yang kami teliti sangat jarang melakukan berpikir sepert logikal formal. Kebanyakan mereka melakukan berpikir inferensial kira-kira, yang didasarkan pada pengenalan kesamaan” (Hunt, 1982:139). Oleh R. Hasti dan Alexander George – keduanya sarjana Ilmu Politik – menemukan bahwa pengambil keputusan luar negeri di tingkat atas lebih banyak menetapkan keputusan berdasarkan proses yang irasional. Inilah yang disebut berpikir analogis.

Seluruh proses komunikasi intrapersonal yang kita kaji dengan menggunakan konsep sensasi, persepsi, memori, dan berpikir di atas hanya menjelaskan bagaimana sesunguhnya proses dinamis yang ada dalam diri manusia ketika menenima stimulus. Pada tataran yang lebih dalam, komunikasi intrapersonal bisa dimaknai sebagai proses berkomunikasi  dengan  diri  sendiri (bahkan  ada  yang  menganggap  komunikasi intrapersonal adalah komunikasi tnansendental dengan sang Pencipta).

Terlepas dari semua itu, komunikasi intrapersoal sebenarnya membuka peluang untuk merenungi diri. Perenungan diri ini terkait erat dengan perjalanan manusia dalam menemukan jati dirinya. Konsep diri merupakan terminologi yang dipakai untuk menggambarkan jati diri tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *