Persepsi adalah pengalam tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Hubungan sensasi dengan persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun begitu, menafsirkan, makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi, dan memori. Persepsi, seperti juga sensasi, ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional. Aspek awal yang sangat mempengaruhi pesepsi pada manusia yakni perhatian.
Perhatian (Attention)
“Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah”, demikian definisi yang diberikan oleh Kenneth E. Andersen (1972:46), dalam buku yang ditulisnya sebagai pengantar pada teori komunikasi. Perhatian terjadi bila kita mengkonsentrasikan diri pada salah satu alat indera kita, dan mengesampingkan masukan-masukan melalui alat indera yang lain.
Ada dua faktor yang membuat kita cenderung untuk memberikan perhatian, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor situasional terkadang disebut sebagai determinan perhatian yang bersifat eksternal atau penarik perhatian (attention getter). Stimuli diperhatikan karena mempunyai sifat-sifat yang menonjol, antara lain :gerakan, intensitas stimuli, kebaruan, dan perulangan.
Terkait dengan faktor internal, pada din manusia terjadi apa yang disebut perhatian yang selektif (selective attention). Apa yang menjadi perhatian kita lolos dari perhatian orang lain, atau sebaliknya. Ada kecenderungan kita melihat apa yang kita ingin kita lihat, kita mendengar apa yang kita ingin kita dengar. Perbedaan perhatian ini timbul karena dari faktor internal dalam diri kita.
Beberapa contoh faktor internal yang mempengaruhi perhatian kita adalah faktor biologis, sosiopsikologis, motif sosiogesis,sikap, kebiasaan, dan kemauan. Disamping itu Kenneth E. Andersen menyimpulkan ada 13 dalil tentang perhatian selektif yang harus diperhatikan oleh ahli-ahli komunikasi. Terlepas dan semua pendapat para ahli, ketika manusia melakukan sebuah proses persepsi maka ada dua faktor yang sangat berpengaruh. Kedua faktor itu adalah faktor fungsional dan faktor struktural. Kita akan coba ulas kedua faktor tersebut.
1. Faktor-faktor Fungsional yang menentukan Persepsi
Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli itu.
Bruner dan Goodman menyuruh dua kelompok anak untuk mengukur besaran bermacam-macam uang recehan. Kelompok anak-anak yang miskin cenderung memberikan ukuran uang yang lebih besar dan pada kelompok anak-anak kaya. ini menunjukkan bahwa nilai sosial satu objek bergantung pada kelompok sosial orang yang menilai.
Dan sini, Krech dan Crutchfield merumuskan dalil persepsi yang pertama: Persepsi bersifat selektif secara fungsional. Dalil ini berarti bahwa objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi kita biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi. Terdapat pengaruh yang kuat dan kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosional, dan latar belakang budaya terhadap persepsi. Hal inilah yang dihimpun dalam konsep Kerangka Rujukan (Frame Of Reference).
2. Faktor-faktor Struktural yang menentukan Persepsi
Faktor-faktor struktural berasal semata-mata dan sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu. Para psikolog Gestalt, seperti Kohler, Wertheimer (1959), dan Koffka, merumuskan pninsip-prinsip persepsi yang bersifat struktural. Prinsip-pninsip ini kemudian terkenal dengan teori Gestalt. Menurut teori Gestalt, bila kita mempersepsi sesuatu, kita mempersepsinya sebagai suatu keseluruhan.
Kita tidak melihat bagian-bagiannya, lalu menghimpunnya. Menurut Kohler bagian-bagian medan yang terpisah (dan medan persepsi) berada dalam interdependensi yang dinamis (yakni, dalam interaksi), dan karena itu dinamika khusus dalam interaksi ini menentukan distribusi fakta dan kualitas lokalnya. Mungkin masih agak sukar dicerna. Maksud Khler, jika kita ingin memahami suatu peristiwa, kita tidak dapat meneliti fakta-fakta yang terpisah: kita harus memandangnya dalam hubungan keseluruhan. Untuk memahami seorang, kita harus melihatnya dalam konteksnya, dalam lingkungannya, dalam masalah yang dihadapinya.
Dari prinsip ini Krech dan Crutchfield melahirkan dalil persepsi yang kedua: Medan perseptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti. Kita mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya. Walaupun stimuli yang kita terima itu tidak lengkap, kita akan mengisinya dengan interprsetasi yang konsisten dengan rangkaian stimuli yang kita persepsi.
Dalam hubungan dengan konteks, Krech dan curtchfield menyebutkan dalil persepsi yang ketiga: sifat-sifat perseptual dan kognitif dan substruktur ditentukan pada umumnya oleh sifat-sifat struktur sacara keseluruhan. Menurut dalil ini, jika individu dianggap sebagai anggota kelompok, semua sifat individu yang berkaitan dengan sifat kelompok akan dipengaruhi oleh keanggotaan kelompoknya, dengan efek yang berupa asimilasi atau kontras.
Karena manusia selalu memandang stimuli dalam konteksnya, dalam strukturnya, maka iapun akan mencoba mencari struktur pada rangkaian stimuli. Struktur ini diperoleh dengan jalan mengelompokkan berdasarkan kedekatan atau persamaan. Prinsip kedekatan menyatakan bahwa stimuliyang berdekatan satu sama lain akan dianggap satu kelompok.
Krech dan Curtchfield menyebutkan dalil persepsi yang keempat: Objek atau peritiwa yang berdekatan dalan ruang dan waktu atau menyerupai satu sama lain, cenderung ditanggapi sebagai bagian dan struktur yang sama. Dalil ini umumnya betul-betul bersifat struktural dalam mengelompokkan objek-objek fisik, seperti titik, garis, atau balok. Kita segera menganggap bentuk-bentuk segitiga sebagai saW kelompok, dan titik-titik sebagai kelompok yang lain. Kita dapat meramalkan dengan cermat, dengan mengukur jarak diantara objek atau melihat kesamaan bentuk, benda-benda mana yang akan dikelompokkan.
Pada persepsi sosial, pengelompokan tidak murni struktural; sebab apa yang dianggap sama atau berdekatan oleh seorang individu yang lain. Di sini, masuk jugalah peranan kerangka rujukan. Ahli zoologi menganggap kuda, manusia, dan ikan paus sebagai satu kelompok (sama-sama mamalia). Kita melihat ketiganya berasal dan kelompok yang berlainan; kuda, hewan darat, ikan paus, hewan laut, dan manusia, tentu bukan hewan.
Kebudayaan juga berperan dalam melihat kesamaan. Pada masyarakat yang menitikberatkan kekayaan, orang akan membagi masyarakat pada dua kelompok: orang kaya dan orang miskin. Pada masyarakat yang mengutamakan pendidikan, orang mengenal dua kelompok: kelompok terdidik dan tidak terdidik. Pengelompokkan kultural erat kaitannya dengan label; dan yang kita ben label yang sama cenderung dipersepsi sama. Denagn label “pribumi” dan “non pribumi”, kita mengorganisasikan Cina, India, arab,Jepang pada kelompok yang sama. Dengan label “eksterm”, pemerintah dapat memasukkan siapa saja yang menetang atau mempersoalkan Pancasila. Dalam komunikasi, dalil kesamaan dan kedekatan ini sering dipakai oleh komunikator untuk meningkatkan kredibilitasnya. Ia menghubungkankan dirinya atau mengakrabkan dirinya dengan orang-orang yang mempunyai prestise tinggi.
Terjadilah apa yang disebut “gilt by association” (cemerlang karena hubungan). Orang menjadi terhormat karena duduk berdampingan dengan anggota kabinet atau bersalaman dengan Presiden. Sebaliknya, kredibilitas berkurang karena berdampingan dengan orang yang dinilai kredibilitasnya rendah pula. Di sini terjadi apa yang disebut bersalah karena hubungan. Jadi kedekatan dalam ruang dan waktu menyebabkan stimuli ditanggapi sebagai bagian dan struktur yang sama. Sering terjadi hal-hal yang berdekatan juga dianggap berkaitan atau mempunyai hubungan sebab dan akibat. Bila setelah terjadi kematian seorang tokoh, turun hujan lebat, kita cenderung menganggap hujan lebat diakibatkan oleh matinya sang tokoh. Bila pada saat terjadi kesulitan ekonomi Anda memegang Pemerintahan, orang akan mengkaitkan kegagalan ekonomi itu pada kebijaksanaan Anda. Bila setelah saya menjadi pimpinan bantuan datang, orang akan menghubungkan bantuan itu pada pengangkatan saya menjadi pimpinan. Dalam logika, kecenderungan ini dianggap sebagai salah satu kerancuan berpikir: Post hoc ergo proter hoc; sesudah itu, dengan demikian karena itu. Menurut Krech dan Crutchfield, kecenderungan untuk mengelompokkan stimuli
berdasarkan kesamaan dan kedekatan adalah hal yang universal. “It is not something that only the poor logicians can do,” ujar mereka. Kita semua sering atau pernah melakukannya.