Lompat ke konten
Kategori Home » Ekonomi Syariah » Definisi dan Pengertian Taklid

Definisi dan Pengertian Taklid

  • oleh

Secara syar’i Al-Ghazali menyebut taklid sebagai tindakan mengikuti pandangan orang lain tanpa hujah. (Al-Ghazali, Al-Mustashfâ, hal. 370). Al-Amidi menyebutnya dengan melaksanakan pandangan orang lain dengan tanpa hujah yang mengikat, sebagaimana orang awam mengambil pendapat mujtahid, atau mujtahid mengambil pendapat orang lain yang selevel dengannya. (Al-Amidi, Al-Ihkâm, IV/221). Maka mengikuti pernyataan Rasul, perbuatan atau taqrir beliau, juga ijma’ shahabat, tidak bisa disebut taklid, sebab pernyataan Rasul, perbuatan atau pengakuan beliau, dan juga ijma’ shahabat itu sendiri adalah hujah. Karena mengikuti (ittiba) hujah bukanlah taklid.

Taklid tidak menghasilkan dugaan kuat apalagi keyakinan, karena itu taklid tidak boleh ada dalam masalah akidah, sebab akidah wajib dibangun berdasarkan keyakinan. Berbeda halnya dengan hukum syara’, dalam hukum syara’ seseorang diperbolehkan untuk taklid kepada orang lain, karena hukum syara’ menyangkut perbuatan dan bukan keyakinan. Maka, bertanya kepada seorang mujtahid tentang hukum syara’ dalam kasus tertentu adalah taklid dan orangnya disebut muqallid, baik bertanya untuk sekedar diketahui semata, atau untuk diketahui dan dilaksanakan.

Taklid juga bisa berarti bertanya kepada selain mujtahid tetapi orang tersebut menguasai hukum syara’ dan berpotensi untuk menyampaikan hukum tersebut kepada orang lain, baik pihak yang ditanya tersebut ulama atau bukan, bahkan sekalipun orang yang bertanya tersebut tidak mengerti hukum syara’ yang diambil dari orang tersebut pendapat siapa, tetapi dia percaya bahwa itu merupakan hukum syara’. Tetapi jika dia tidak percaya, baik karena tidak yakin terhadap dalilnya, karena faktor ketidakyakinannya terhadap agama pihak yang menyampaikannya, maka dalam kondisi seperti ini, dia tidak diperbolehkan mengajarkannya kepada orang lain agar bisa dia laksanakan. (An-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah, juz I/195 & 225).

Muqallid atau orang yang bertaklid ini terbagi menjadi dua level:

  1. Muqallid muttabi’ adalah orang yang sudah memiliki sebagian ilmu yang diperlukan dalam berijtihad, namun belum cukup untuk menghantarkannya berijtihad, dan ia bertaklid kepada seorang mujtahid setelah ia mengetahui dalilnya;
  2. Muqallid ‘ammi adalah orang yang tidak memiliki sebagian ilmu yang diperlukan dalam berijtihad, sehingga ia bertaklid kepada seorang mujtahid tanpa mengetahui dalilnya. (An-Nabhani, Nizhâm al-Islâm, 2001: 78).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *