Menurut Syaikh ‘Atha bin Khalil, seorang mujtahid yang akan mengistinbath hukum syara’ haruslah menempuh 2 (dua) langkah sebagai berikut :
Pertama, mencari dalil yang menetapkan adanya thalab dalam suatu nash, baik thalab itu berupa thalabul fi’li (tuntutan untuk mengerjakan perbuatan), ataupun berupa thalabut tarki (tuntutan untuk meninggalkan perbuatan).
Kedua, mencari qarinah yang kalau digabungkan dengan dalil thalab yang telah diperoleh, akan dapat menjelaskan jenis tuntutan dan menentukan maknanya. (‘Atha bin Khalil, Taysir Wushul Ila Al Ushul, hlm. 19).
Langkah kedua untuk mencari qarinah itu hukumnya adalah wajib secara syar’i sehingga berdosalah seorang mujtahid kalau meninggalkan langkah tersebut. Sebab pada dasarnya mengistinbath hukum syara’ adalah wajib hukumnya demi untuk menyelesaikan berbagai masalah manusia (mu’alajat li masyakil al insan). Dan kewajiban ini tidaklah mungkin terlaksana tanpa ada langkah mencari dan memahami qarinah-qarinah. Maka langkah mencari dan memahami qarinah hukumnya adalah wajib, berdasarkan kaidah maa laa yatimmul waajibu illa bihi fahuwa wajib (jika suatu kewajiban tidak sempurna tanpa sesuatu, maka sesuatu itu wajib pula hukumnya). (Muhammad Qasim Al Asthal, Al Qarinah ‘Inda Al Ushuliyyin wa Atsaruha fi Fahm An Nushush, hlm. 40).