Lompat ke konten
Kategori Home » Sosial Politik » Teori Politik Normatif

Teori Politik Normatif

  • oleh

Teori politik normatif terdiri dari 3 (tiga) teori, yaitu teori politik normatif, teori atau studi institusional/kelembagaan, dan teori feminisme.

1. Teori Normatif

Normative Theory menitik beratkan perhatian pada the discovery and application of moral notions in the sphere of political relations and pratice”;konsern pada fondasi atau pertanyaan moral dasar yang mempengaruhi kehidupan politik.; penekanan pada what ought to be dibandingkat what is dalam kehidupan politik.

Orientasi metdologinya deductive analytical. Aada tiga karakteristik dari variasi methode dari normative theory:

1. konsistensi dalam pendapat-pendapat moral.

2. menggunakan dari disiplin ilmu sosial yang lain; seperti antropologi sosial dan sejarah dalam rangka mengetahui kesalahan pendapat moral tersebut dalam level empiris atau menampilkan masalah-masalah (problem) dalam pendapat moral tersebut dengan alasan yang tidak abstrak.

3. Ukuran yang digunakan adalah intuisi moral

  • Sifat Teorinya: Normatif, evaluatif dan Preskriptif
  • Pertanyaan dasar yang diajukan oleh kalangan normative theorist sejaka tahun 1970; adalah berkaitan dengan dua hal : (a). Eksistensi Negara.; apa alasan moral dari kehadiran negara? mengapa negara harus dipatuhi? (b). distributive justice dan implikasinya pada kebebasan dan persamaan. Sehingga yang menjadi perdebatan dalam normative theory adalah menyangkut peran negara dalam mendistribusikan sumber daya (goods). Sejauhmana negara bisa intervensi dalam persoalan distribusi sumber daya ini ? Pandangannya menjadi sangat berbeda-beda ; misalnya antara tiga 4 pendekatan yang mendominasi perdebatan normatif theory pada tahun 1970; (a). Utilatarianisme; paham ini menjelaskan fakta dasar dari sifat alamiah manusia adalah mengejar kebahagian dan menghindari kesengsaraan. Oleh karena itu, kebijakan politik yang benar secara moral adalah yang menghasilkan kebahagian terbesar dari sebagian besar masyarakat. Hal itu berarti bahwa sasaran policy makers adalah memaksimalkan manfaat sosial; (b). Liberalisme; lebih berorientasi pada kebebasan manusia. Dalam pandangan liberal, tindakan kolektif harus menghargai hak-hak individu. Ini berarti negara tidak boleh terlalu campur tangan dalam kehidupan individu. (c). Komunitarianisme; menotakan terhadap gagasan liberal dimana mereka menyatakan bahwa konsepsi hak tidak hanya pada individu akan tetapi pada komunitas. Mereka banyak berbicara soal solidaritas sosial.

4. Kritik terhadap normative theory berasal dari; (a). Logical Positivism; (b). Relativism; (c). Determinisme

2. Teori Kelembagaan atau Institusional studies

  • Menekankan pada the rules, prosedur dan organisasi formal dari sistem politik dan dampaknya pada praktek-praktek politik.
  • Banyak dipengaruhi oleh studi-studi hukum, filsafat dan sejarah.
  • Metodologinya lebih banyak deskriptif-induktif, legal-formal dan historical comparative.
  • Sifat teorinya: (a), kausal; menjadikan aturan dan prosedural sebagai independen variabel dan berfungsinya demokrasis sebagai dependen variabel; (b). niali-nilai politik; misalnya tentang demokrasi perwakilan dalam model Westminster.
  • Variasi dari institusionat studies; (a). studi-studi konstitusional; (b).administrasi publik; khsusus pada stusi birokrasi dan pelayanan publik; (c). new institusionalism; memadukan teori organisasi dan sejarah dalam studi institusi politik.

3. Feminism Theory (Gender Theory)

Feminism muncul sebagai akibat dan keinginan untuk merubah patriarki. Konsep-konsep penting dalam teori gender tidak hanya dikotomi laki-laki dengan perempuan, akan tetapi pertama; adanya women’s reproductive role yang

kemudian justru melahirkan hubungan hirarkis (ketidaksamaan) laki-laki atas perempuan. Dunia laki-laki dan perempuan dirmuskan secara stereotype bahwa perempuan ditempatkan pada posisi private, dan domestik sphere, sebatiknya, laki laki berada dalam public sphere.

Kedua, peranan dan nilai gender tesrebut merupakan konstruksi social (tidak natural dan fixed), sehingga bisa dirubah. Oleh karena itu, radikal feminisme banyak berbicara tentang suprioritas ketika berbicara tentang nilai-nilai patriarki dan tema-tema politik seperti; sub ordinasi, powerless, dan oppresion (penindasan) tatkala memperbincangkan ketidaksamaan posisi perempuan.

Walaupun pada awalnya muncul sebagai gerakan (feminsime radikal dan gerakan pembebasan perempuan) di sekitar akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, namun feminisme kemudian mempunyai pengaruh pada ilmu politik. Selanjutnya, feminisme kemudian menjadi obyek dari kajian ilmu politik.

Konsep-konsep gender mengalami perkembangan yang sangat dinamis dan memiliki beragam varian pemikiran, mulai dari Marxist feminims, socialist femenism, sampai dengan Black feminism. Salah satu perkembangan yang terpenting adalah pandangan yang beyond biologis; definisi baru tentang politik dari kalangan feminist yang merumuskan politik sebagai ” the personal is political”. Demikian pula dengan ide tentang feminist democracy.

Menyangkut demokrasi, ada beberapa pandangan dari kalangan feminist; pertama, berasal dari pandangan social demokrat dan ‘state feminism’, yang melihat konsep walfare cintenzenship bukan hanya soal status politik melainkan hak dan kewajiban sosial-ekonomi. Kedua, konsep yang berbeda berasal dari struktur masyarakat yang multikultur seperti USA yang menekankan pada represnetasi; self governing community dan desentralisasi yang radikal.

Dalam hal orientasi methodelogi, feminisme relativist; berpihak pada methode kualitatif, mengembangkan alternative feminist methodology. Di samping itu, sifat teorinya adalah normative, preskriptif, evaluatif dan empirical.

Referensi :

Universitas Gadjah Mada

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *