Selama berabad-abad, buku telah digunakan sebagai sumberdaya untuk membantu orang mengatasi masalahnya. Sebagai contoh, pada masa Thebes1 kuno, perpustakaan digambarkan sebagai “The Healing Place of The Soul”, tempat penyembuhan jiwa. Masyarakat Thebes kuno menghargai buku sebagai sebuah sumber untuk meningkatkan kualitas kehidupan. Schrank dan Engels (1981) menyatakan bahwa praktik bibliotherapi dapat telusuri sampai masa Thebes kuno dan kemudian digunakan sebagai sumber bantuan untuk pengajaran dan penyembuhan.
Beberapa buku sekolah permulaan di Amerika seperti New England Primer dan Mc Guffy Readers digunakan tidak hanya untuk tujuan mengajar anak-anak namun juga membantu mereka mengembangkan karakter dan nilai (value) positif, dan untuk meningkatkan penyesuaian pribadi (Spache, 1974). Para pendidik saat ini, termasuk banyak klinisi, menyadari bahwa dapat memainkan peran positif dalam membantu orang mengatasi masalah penyesuaian pribadi, termasuk masalah kehidupan sehari-hari.
Bibliotherapy baru belakangan ini mendapat pengakuan sebagai sebuah pendekatan treatment. Perkembangan ini terjadi pada sekitar awal abad 20. Dua orang pendukung awal bibliotherapy pada abad 20 adalah Dr. Karl dan Dr. William Menninger. Sejumlah artikel muncul dalam literatur profesional pada tahun 1940-an; artikel-artikel ini seringkali memfokuskan pada validitas psikologis dari teknik treatmen baru ini (biliotherapy) (Bernstein, 1983). Selama tahun 1950-an beberapa pemikiran yang berkaitan dengan bibliotherapy dibuat oleh Shrodes (1949), yang menguji status seni ini yang sangat mempengaruhi pandangan filosoif. Definisi awal dari Shrodes (1949) tentang bibliotherapy “as a process of dynamic interaction between the personality of the reader and literature under the guidance of a trained helper” (proses dari intraksi dinamis antara kepribadian pembaca dengan literatur yang mendasari bimbingan dari helper terlatih) terus mempengaruhi lapangan ini pada masa sekarang.
Pada masa kini, Pardeck dan Pardeck (1989) berpendapat bahwa bibliotherapy tidak harus merupakan proses yang perlu diarahkan oleh terapis terlatih. Sebagaimana kemudian dinyatakan dalam bukunya, bibliotherapy dapat dilakukan oleh individu yang tidak dilatih sebagai terapis. Sebagai contoh, orangtua atau guru dapat berhasil menggunakan bibliotherapy untuk membantu anak mengatasi masalah yang berhubungan dengan perkembangan dan penyesuaian pribadi.
Pada tahun 1960-an, Hannigan dan Henderson (1963) melakukan penelitian ekstensif tentang dampak bibliotherapy terhadap kedekatan remaja penyalahguna obat-obatan dengan pembebasan bersyarat. Penelitian mereka terdiri atas beberapa upaya awal untuk menguji keefektifan bibliotherapy sebagai alat treatment. Sejak tahun 1960-an, telah dilakukan sejumlah studi tentang keefektifan bibliotherapy dalam membantu orang mengatasi masalah emosional dan penyesuaian. Walaupun ditemukan bahwa bibliotherapy merupakan alat klinis yang efektif, namun kritik terhadap bibliotherapy terus meningkat (Craighead, Mc Namara, & Horan, 1984).