Tujuan diadakannya suatu proses di muka pengadilan adalah untuk memperoleh putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Hakim wajib mengadili semua tuntutan dan tidak boleh menjatuhkan putusan hal-hal yang tidak dituntut atau lebih dari apa yang dituntut.
Ada dua golongan putusan, yaitu putusan sela dam putusan akhir. Putusan sela adalah putusan yang dijatuhkan sebelum hakim memutus perkara, yakni untuk mempermudah kelanjutkan perkara, sedang putusan akhir adalah putusan yang mengakhiri pemeriksaan suatu perkara di pengadilan.
Menurut sifatnya, putusan hakim dibedakan menjadi :
1). Putusan declataroir, yaitu putusan yang bersifat menerangkan suatu keadaan semata;
2) putusan constututif, yaitu putusan yang meniadakan atau menimbulkan suatu keadaan hukum baru, dan
3) putusan codemnatoir, yaitu putusan yang menetapkan bagaimana hubungannya suatu keadaan hukum disertai dengan penetapan penghukuman kepada salah satu pihak.
Terhadap putusan sela dapat dibedakan menjadi :
1) putusan praeparaoir, yakni putusan untuk mempersiapkan perkara, misalnya menggabungkan dua perkara menjadi satu. dan
2) putusan interlocutoir, yakni putusan di many hakim sebelum memberikan putusan akhir, memerintahkan kepada salah satu pihak supaya membuktikan sesuatu hal, atau putusan yang memerintahkan pemeriksaan setempat.
Perbedaan dari kedua putusan di atas. yaitu bahwa kalau putusan praeparatoir ini tidak mempengaruhi terhadap putusan akhir, sedangkan putusan interlocutoir mempengaruhi putusan akhir.
Putusan hakim tidak selalu mengabulkan gugatan untuk seluruhnya, dapat pula gugatan itu dikabulkan untuk sebagian. Oleh karena gugatan dikabulkan untuk sebagian. maka gugatan selebihnya harus ditolak atau dalam bab-bab tertentu dinyatakan tidak diterima.
Sistimatika/isi dari suatu putusan terdiri :
1) kepala putusan;
2) identitas para pihak;
3) pertimbangan, dan
4) amar.
Setiap putusan harus berkepala putusan “Demi Keadilan Berdasarkan KeTuhanan Yang maha Esa” (Pasal 435 RV). Kepala putusan ini memberi kekuatan eksekutorial. Apabila tidak ada kepala putusan seperti ini, maka hakim tidak dapat melaksanakan putusan tersebut (Pasal 224 HIR, 258 RBg). Identitas para pihak dalam suatu putusan harus memuat : nama, umur, alamat dan nama dari pengacaranya (jika ada). Pertimbangan sering disebut juga considerans. Pertimbangan ini dibagi 2, yaitu pertimbangan tentang duduk perkara dan pertimbangan tentang hukumnya.
Amar (dictum) merupakan jawaban dari petitum. Amar ini dibagi menjadi bagian yang declaratif, yaitu yang menetapkan hubungan hokum daripada sengketa, dan bagian yang dispositif, yaitu yang memberikan hukumnya.
Suatu putusan harus ditandatangani oleh ketua majelis, hakim anggota dan panitera. Apabila ketua berhalangan maka dapat ditandatangani oleh hakim anggota yang paling senior, sedang apabila yang berhalangan panitera, maka cukup dicatat dalam berita acara.