Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman disebutkan pengertian dasar istilah perumahan dan permukiman. Perumahan dimaksudkan sebagai suatu kelompok rumah yang memiliki fungsi lingkungan tempat hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan, sedangkan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Kebijakan perumahan dan permukiman Indonesia tahun 2000-2020 antara lain adalah lokasi perumahan dikembangkan dengan memperhatikan jumlah penduduk dan penyebarannya, tata guna tanah, kesehatan lingkungan, tersedianya fasilitas sosial, serta keserasian dengan lingkungan (Kantor Menteri Negara Perumahan Rakyat, 1999).
Kuswara (2004) dalam kajiannya mengungkapkan bahwa perumahan dan permukiman merupakan tempat aktivitas yang memanfaatkan ruang terbesar dari kawasan budidaya. Pengelolaan pembangunan perumahan harus memperhatikan ketersediaan sumberdaya pendukung serta keterpaduannya dengan aktivitas lain. Dalam kenyataannya hal tersebut sering terabaikan, sehingga tidak berfungsi secara optimal dalam mendukung suksesnya perkembangan kota. Oleh karena itu, diperlukan upaya pengembangan perencanaan dan perancangan, serta pembangunan perumahan yang kontributif terhadap tujuan penataan ruang.
Berdasarkan pengertian dasar tersebut tampak bahwa batasan aspek perumahan dan permukiman sangat terkait erat dengan konsep lingkungan hidup dan penataan ruang. Lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Permasalahan perumahan saat ini menurut Kirmanto (2005) adalah telah terjadi: (1) alokasi tanah dan tata ruang yang kurang tepat; (2) ketimpangan pelayanan infrastruktur, pelayanan perkotaan, dan perumahan; (3) konflik kepentingan dalam penentuan lokasi perumahan; (4) masalah lingkungan dan eksploitasi sumberdaya alam; dan (5) komunitas lokal tersisih, dengan orientasi pembangunan terfokus pada kelompok masyarakat mampu serta menguntungkan.
Tantangan perkembangan pembangunan perumahan yang akan datang antara lain: (1) urbanisasi yang tumbuh cepat merupakan tantangan bagi pemerintah untuk berupaya agar pertumbuhan lebih merata; (2) perkembangan tak terkendali di daerah yang memiliki potensi untuk tumbuh; (3) marjinalisasi sektor lokal oleh sektor nasional dan global; dan (4) kegagalan implementasi dan kebijakan penentuan lokasi perumahan (Kirmanto, 2005).
Setelah lokasi perumahan ditentukan berdasarkan pilihan yang optimal, perlu dibuat rencana tapak (site planning), agar dalam jangka panjang perumahan tersebut tidak menimbulkan dampak negatif dalam arti luas. Rencana tapak ini penting, karena akan menentukan bentuk kota, dapat menciptakan kemudahan atau kesukaran bagi para penghuni, serta dapat mempengaruhi tingkah laku penghuni di lokasi perumahan tersebut.
Pengadaan perumahan, baik yang dilakukan oleh sektor formal maupun informal, didasarkan atas kebutuhan rumah. Pengusaha swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyediakan rumah berbagai tipe untuk berbagai kelompok masyarakat dengan mempertimbangkan kemampuan dan keterjangkauan daya beli masyarakat untuk membeli rumah.