Lompat ke konten
Kategori Home » Sosial Politik » Obyektivasi

Obyektivasi

  • oleh

Kebudayaan terdiri dari totalitas hasil manusia. Beberapa diantaranya adalah material dan beberapa bukan. Munusia menghasilkan alat-alat dalam aneka bentuk. Dengan alat itu ia mengubah lingkungan fisiknya dan menaklukkannya. Manusia juga menghasilkan bahasa dan dengan bahasa itu dan atas dasar bahasa itu ia membangun simbol yang melingkupi seluruh aspek kehidupannya.

Produksi kebudayaan non material selalu berjalan bersama dengan kegiatan manusia mengubah lingkungannya. Masyarakat tidak lain adalah sebagian dari kebudayaan non material yang menstrukturil relasi dengan manusia dengan sesamanya sebagian salah satu unsur dari kebudayaan masyarakat juga merupakan hasil manusiawi.

Kebudayaan itu memberikan suatu struktur bagi kehidupan manusia. Struktur hasil manusiawi ini tak pernah memiliki stabilitas seperti da lam struktur dunia hewan. Kebudayaan sering disebut sebagai kodrat kedua ini tetap berbeda dan kodrat (pertama) manusia sendiri, karena kebudayaan adalah hasil kegiatan manusia. Kebudayaan hams terus menerus dihasilkan mencapai taraf tertentu dan dihasilkan kembali oleh manusia.

Jadi masyarakat adalah produk manusia, berakar dalam ektemalisasi manusia. Bila kita bicara mengenai hasil-hasil eksternalisasi ini berarti bahwa hasil itu mencapai suatu taraf perbedaan dengan penghasilnya, memiliki suatu otonomi. Hasil yang muncul itu dan yang berhadapan dengan manusia sebagai faktifitas diluar diri manusia disarikan dalam konsep obyektivasi. Dunia yang dihasilkan menjadi suatu yang dapat melawan kehendak penghasilnya. Dengan kata lain, dunia yang dihasilkan mencapai suatu sifat realitas obyektif.

Bila dikatakan bahwa kebudayaan mempunyai status obyektif, ini mengandung dua pengertian kebudayaan obyektif artinya, kebudayaan menghadapi manusia sebagai kumpulan obyek dalam dunia real, berada diluar kesadaran manusia sendiri. Kebudayaan ada disana, Kebudayaan obyektif juga berarti bahwa kebudayaan dapat dialami dan ditangkap bersama. Kebudayaan ada disana bagi siapapun. Kebudayaan dapat dipartisipasikan oleh siapapun.

Dunia budaya tidak hanya dihasilkan secara kolektif, tetapi kebudayaan tetap real berkat pengakuan kolektif. “To be in culture mean to share in aparticular world of obyektive with others”

Kondisi yang sama berlaku pula bagi salah satu unsur kebudayaan, yang kita sebut masyarakat. Tidak cukup mengatakan bahwa masyarakat itu berakar dalam kegiatan manusia yang diobyektivasi.

Ini berarti bahwa masyarakat adalah produk yang telah mencapai status obyektif :

  • Masyarakat dialami sebagai berada “disana”, diluar kesadaran subyektif.
  • Manusia tak dapat memahami masyarakat dengan “introspeksi”, is hanya dapat mendekati obyeknya itu. dengan penyelidikan empiris.
  • Sifat “obyektif” menjadi jelas dalam kekuatan yang memaksa (coersive power) dari masyarakat, memberi sanksi, mengendalikan tata kelakuan dan sebagainya.

Masyarakat sebagai realitas obyektif memberikan suatu dunia tempat tinggal bagi manusia. Biografi manusia individual menjadi real secara obyektif sejauh ditangkap dalam struktur dunia sosial. Meskipun ada interpretasi obyektif dari biografi masing-masing individu, yang menempatkan itu dalam suatu kerangka referensi yang diakui secara kolektif.

Obyektivitas masyarakat meliputi segala macam institusi, peranan dan identitas. Pada akhirnya obyektivitas kegiatan berarti; manusia dapat mengobyektivasi sebagian dari dirinya sendiri sesuai dengan gambaran-gambaran yang telah tersedia sebagai unsur obyektif dari dunia sosial.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *