Berikut ini dipaparkan sejarah perkembangan psikologi sosial secara singkat, yang dipelopori oleh beberapa tokoh yang mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan psikologi sosial. Tokoh-tokoh tersebut antara lain:
a. Gabriel Tarde (1842-1904)
Seorang sosiolog dan kriminolog Perancis yang dianggap pula sebagai Bapak Psikologi Sosial (Social Interaction). Tarde berpendapat bahwa semua hubungan sosial (social interaction) selalu berkisar pada proses imitasi; bahkan semua pergaulan antar manusia itu hanyalah semata-mata berdasarkan atas proses imitasi itu. Menilik katanya, imitasi berasal dari bahasa Inggris “to imitate” yang berarti: frilow the example ofi take as a model or pattern, yang kalau diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia secara bebas berarti mencontoh mengikuti suatu pola.
Istilah imitasi ini secara populer diartikan sebagai “meniru”. Imitasi itu dalam masyarakat melalui suatu proses perkembangan, adapun prosesnya meliputi tahapan berikut:
(1). Timbulnya gagasan-gagasan, penemuan-penemuan baru yang biasanya dirumuskan oleh individu yang berbakat tinggi.
(2). Gagasan-gagasan atau penemuan baru kemudian diimitasi dan disebarluaskan oleh orang banyak di dalam masyarakat, sehingga seolah-olah dalam masyarakat terdapat suatu arus imitasi. Demikian seterusnya dan arus imitasi itu timbullah gagasangagasan atau penemuan-penemuan baru.
b. Gustave le Bon (1841-1932)
Terkenal dengan sumbangannya dalam lapangan “Psikologi massa”. Yang dimaksud dengan massa ialah kumpulan orang satu sama lain untuk sementara waktu karena minat atau kepentingan bersama. Cortoh: para penonton pertandingan olah raga, sepakbola dan sebaginya.
Le Bon mengatakan bahwa massa itu mempunyai suatu jiwa tersendiri yang berlainan sifatnya dengan sifat-sifat jiwa individu. Jadi seorang individu yang tergabung dalam massa itu akan bertingkah laku secara berlainan dibandingkan dengan tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari sebagai individu.
Adapun sifat massa itu lebih impulsif, Iebih mudah tersinggung, ingin bertindak dengan segera dan nyata lebih mudah terbawa-bawa oleh sentimen, kurang rasionil lebih mudah dipengaruhi (sugestibel), lebih mudah mengimitasi dan sebagaina.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa menurut Le Bon pada manusia terdapat dua macam jiwa, yaitu jiwa individu dan jiwa massa yang masingmasing berlainan sifatnya. Jiwa massa lebih bersifat primitif (buas tidak rasionil, penuh sentiment daripada sifat-sifat jiwa individu.
Pendapat Le Bon tersebut ternyata banyak menimbulkan kritik terutama pandangannya terhadap massa. Jiwa massa dianggapnya banyak mengandung sifat-sifat negatif pada hal sebenarnya anggapan itu tidak selalu benar seluruhnya, sebab massa dapat membangun secara konstruktif serta dapat mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang susila. Contoh: kesatuan-kesatuan aksi massa dan lain-lain.
c. Sigmund Freud (1856-1939)
Seorang ahli psikologi, sekaligus Bapak Psiko-analisa, juga sebagai psikiater Austria yang ternama. Seirama dengan Gustave Le Bon, ia berpendapat bahwa jiwa manusia itu rnempunyai sifat-sifat khusus yang berlainan dengan sifatsifatjiwa individu.
Berlainan dengan Le Bon, ia berpendapat bahwa jiwa massa itu sebenarnya sudah terdapat dan tercakup oleh jiwa individu. Hanya saja sering tidak disadari oleh manusia itu sendiri, karena memang dalam keadaan terpendam. Pendapat mi sesuai dengan prinsip Ilmu Jiwa dalam yang dibinanya. Baru setelah berada dalam situasi massa, maka sifat-sifat yang terpendam tersebut seolah-olah diajak untuk mengatakan dirinya dengan leluasa, sehingga tampaklah jiwa massa yang sebelumnya tidak terduga-duga itu.
Sudah barang tentu pendapat Freud tersebut mengandung kelemahan. Salah satu kelemahannya ialah bahwa tinjauan Freud mengenai jiwa massa hanya dan segi yang negatif, segi yang tidak baik. Padahal pada jiwa massa terkandung pula sifatsifat yang positif, sifat-sifat yang baik antara lain: sifat rela berkorban, suka membantu dan lain sebagainya.
d. Emile Durkheim (1858-1917)
Sebagai seorang tokoh sosiologi, ia berpendapat bahwa:
1. Gejala-gejala sosial yang terdiri dalam masyarakat itu tidak dapat dibahas oleh psikologi, melainkan hanya oleh sosiologi. Adapun alasannya ialah bahwa yang mendasari gejala-gejala sosial itu adalah suatu kesadaran kolektif dan bukan kesadaran individuil.
2. Masyarakat itu terdiri atas kelompok-kelompok manusia yang hidup secara kolektif dengan pengertian-pengertian dan tanggapan-tanggapan kolektif pula. Dan hanya dengan kehidupan kolektif itulah yang dapat menerangkan gejalagejala sosial.
3. Bahwa manusia terdapat dua macam jiwa, seperti yang dikemukakan oleh Le Bon, yaitu jiwa kelompok (group mind) dan jiwa individu (individu mind). Kritik yang ditujukan atas pendapat Durkheim tersebut meliputi hal-hal dibawah ini:
a. Berat sebelah, artinya sangat menitik beratkan pada peranan jiwa kolektif.
b. Fantastis, artinya pendapat mengenai jiwa kolektif hanya suatu lamunan, khayalan saja yang sukar dibuktikan oleh kehidupan nyata.
e. William James & Charles H. Cooley (hidup diawal abad 20) Mereka berpendapat bahwa perkembangan individu itu berhubungan erat dengan perkembangan masyarakat di sekitarnya. Ciri-ciri dan tingkah laku individu tidak mudah dimengerti jika tidak dikaitkan dalam hubungannya dengan orang-orang lain di dalam kelompok itu, sebab sejak dilahirkan individu itu sudah beninteraksi sosial dengan orang lain, misalnya dengan orang tuanya, keluarganya, kawankawan sepermainan yang kesemuanya ini akan memupuk perkembangan individuil serta keseimbangan pribadi sebaik-baiknya. Bahkan Cooley menambahkan self-concept seseorang individu merupakan refleksi dan konsepkonsep orang lain.
f. Kurt Lewin (meninggal tahun T966)
Beliau menjadi terkenal karena pembinaannya dalam lapangan psikologi moderm
yang disebut “Typological Psychology” atau Field Psikologi. Pokok pikiran Field Psychology adalah bahwa bagaimanapun dan bilamanapun manusia itu hidup dalam suatu ‘field” (lapangan). Jadi yang dimaksud dengan field adalah suatu lapangan kekuatan physis maupun psychis yang senantiasa berubah menurut situasi kehidupannya. Oleh karena itu uraian mengenai tingkah laku manusia harus pula memperhatikan kekuatan-kekuatan yang bekerja terhadapnya dalam lapangan yang berubah-ubah itu.
Kesimpulan Kurt Lewin tersebut merupakan kesimpulan ekperimental, sebab ditarik oleh ekperimen yang dilakukan bersama-sama dengan Lippit dan White (1939). Penelitian mereka atas tiga kelompok yang dipimpin dengan pola kepemimpinan yang berbeda ternyata mampu menghasilkan pengaruh yang berlainan pula terhadap suasana kerja dan cara-cara bertingkah laku dalam kelompoknya masing-masing.
Selanjutnya perlu diketahui, bahwa psikologi sosial mulai berkembang setelah Perang Dunia 1. Kejadian mi diikuti oleh meluasnya komunisme, depresi ekonomi pada tahun 1930, munculnya Hitler, kekacauan diantara ras, dan Perang Dunia II yang merangsang lahirnya cabangcabang ilmu sosial. Kemunculan itu berupaya untuk menjawab berbagai pertanyaan yang muncul karena situasi di atas.
Psikologi sosial sendiri diharapkan pada berbagai masalah yang memerlukan jawaban dan penjelasan. Masalah-masalah itu adalah masalah-masalah yang berhubungan dengan gejala-gejala kepemimpinan, pendapat umum (public opin ion), propaganda, prasangka sosial, perubahan sikap, komunikasi, pembuatan keputusan, hubungan ras serta konflik nilai. Beberapa kejadian sejarah penting dalam perkembangan psikologi sosial dapatlah di petakansebagai berikut (John H. Harvery dan William P. Smith, 1977 :4):
Tahun 1897: Eksperimen dalam bidang psikologi sosial yang pertama dilakukan oleh triplett.
Eksperimen ini bermaksud meneliti pada kecepatan pengendara sepeda dengan hadirnya pengendara sepeda (motor) lain didepannya. Ternyata kecepatan ditemukan meningkat dengan hadirnya pengendara lain di depannya.
Tahun 1908:
Buku pertama tentang psikologi sosial secara bersamaan dikeluarkan oleh Mc. Dougall dan Ross. Buku Mc. Dougall menekankan peranan instrink dalam tingkah laku sosial, sedangkan buku Ross pada peranan imitasi (peniruan) dan “Group mind” di dalam tingkah laku sosial.
Tahun 1921:
Terbitlah “The journal of Abnormal and social psychology” yang banyak memuat laporan penelitian di lapangan. Pada tahun 1965 Journal itu dipisahkan ke dalam “Journal of Abnormal Psychology” dan “Journal of personality and sosial psychology”.
Tahun 1920-1950:
Selama periode ini tekanan diletakan pada pengukuran sikap dalam Psikologi sosial. Tokoh-tokoh yang mengembangkan validitas, skala reliabilitas untuk mengukur sikap adalah Bogardus (1924), Thurstone (1928), Likert (1932), dan Guttman (1950). Juga selama periode ini Moreno (1934) mengembangkan teknik sociometri untuk mengukur ketertarikan antar individu (inter personal attraction).
Tahun 1945:
Lewin mendirikan Pusat Riset untuk Dinamika Kelompok (Research Center for Group Dynamics) di institut Pusat Teknologi Massachusatts. Pendirian ini berarti pendekatan eksperimental dalam Psikologi sosial. Banyak para tokoh senior dalam psikologi sosial sekarang ini yang memulai pekerjaan mereka dengan Lewin Pusat Riset ini.
Sesudah Lewin meninggal pada tahun 1947 Pusat Riset ini pindah ke tempat yang sekarang yaitu Universitas Mechigan.
Akhir 1950 dan 1960:
Selama periode ini Psikologi Sosial tumbuh secara aktif. Progam gelar dalam Psikologi dimulai di sebagian besar universitas