Dengan lahirnya undang-undang tentang otonomi daerah yaitu UU Nomor 22 Tahun 1999, maka perlu dilihat posisi peradilan agama. Pasal 7 ayat (2) UU Nomor 22 Tahun 1999 mengatur bahwa “Kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain”.
Berdasarkan penjelasan di atas, peradilan tidak menjadi obyek otonomi daerah, apalagi peradilan agama secara jelas berkaitan dengan agama Islam. Ketentuan ini dipandang sudah tepat dan logis karena dengan demikian kebijakan pemerintah pusat dalam bidang agama dapat diterapkan secara seragam dan utuh di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Dengan demikian, sesuai dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, tugas dan wewenang peradilan agama tidak dilimpahkan ke daerah. Pengelolaannya tetap dilakukan oleh pemerintah pusat.
Namun demikian, adanya kebijakan otonomi daerah dapat saja mempengaruhi proses kinerja peradilan agama, terutama sebagai akibat adanya UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang berpengaruh terhadap anggaran peradilan agama.