Model direct democracy bersumber dari pemikiran Karl Marx dan Friedrich Engels. Gagasan keduanya tentang demokrasi berangkat dari kritikan terhadap beberapa kecenderungan dalam tradisi berpikir protective dan developmental democracy yang menjadi basis utama model demokrasi liberal modern. Pertama, Marx dan Engels menolak kebiasaan pemikir liberal menempatkan individu sebagai unit politik—dan analisis—paling penting. Sebaliknya kedua pemikir ini menekankan arti penting kolektivisme, terutama kelas, sebagai penggantinya.
Marx menulis, man is not an abstract being squating outside the world (dalam The Critique of Hegel’s Philosophy of Right). Kedua, Marx dan Engels mempertanyakan argumen negara netral—negara pluralis. Karena dalam praktiknya negara beroperasi berdasarkan tuntutan dan kepentingan kelas sosial dominan. Ketiga, Marx dan Engels mengkritik gagasan yang menghendaki pemisahan tegas antara kehidupan privat dan publik. Keduanya malah menekankan saling keterkaitan antara kedua wilayah tersebut—ekonomi-politik— dan tidak menempatkan demokrasi hanya pada wilayah publik.
Bagi Marx demokrasi bukanlah alat melainkan menyangkut proses pembebasan manusia dari ketertindasan sosioekonomi. Pembebasan hanya bisa dilakukan dengan cara merombak struktur kelas yang ada—yakni pembedaan antara kelas borjuasi dan proletar—yang dipandang sebagai sumber penindasan. Pada gilirannya perombakan struktur kelas menghendaki penghapusan sistem produksi, terutama kapitalisme, yang berbasikan eksploitasi, yang menyebabkan manusia terasing dari kemanusiannya. Akhirnya demokrasi yang berintikan pembebasan manusia tak lain dari upaya rehumanisasi umat manusia yang telah terpuruk oleh sistem produksi yang dengan sengaja memenjarakan kebebasan dan kemerdekaan.
Demokrasi berkaitan erat dengan gerakan sosial, atau bahkan revolusi, dalam rangka merubah struktur kelas yang ada. Gerakan sosial melibatkan perjuangan kelas tertindas untuk menciptakan masyarakat tanpa kelas atau komunisme. Sebelum mencapai komunisme perjuangan ini akan lebih dulu berakhir dengan sebuah fase transisi atau fase sosialisme yang ditandai dengan munculnya negara sebagai agen pemilik alat produksi menggeser posisi para kapitalis. Namun pada akhirnya fase ini akan mengalami transformasi ketika alatalat produksi sudah dikuasai secara bersama oleh seluruh masyarakat. Negara dalam hal ini akan hilang dengan sendirinya karena masyarakat komunis mengembangkan self-governing society yang membuat gagasan tentang demokrasi menjadi redundant.
Salah satu konsep penting dalam gagasan Marx dan Engels tentang direct democracy adalah dictatorship of the proletariat. Kurang lebih konsep ini merujuk pada sebuah bentuk kontrol demokratis yang dilakukan kelas tertindas terhadap negara dan masyarakat (dalam The Civil War in France). Marx menemukan bentuk empirik dictatorship of the proletariat dalam diri Paris Commune selama periode revolusi 1871 di Paris. Komune ini beranggotakan kelas pekerja atau perwakilannya yang dipilih berdasarkan hak pilih universal, bertanggung jawab terhadap konstituennya dan selalu bisa dipecat atau diganti dalam jangka pendek. Tugas utama komune adalah mengambil alih fungsi-fungsi yang pada waktu itu dijalankan polisi, militer, gereja dan sekolah yang cenderung mengabdi pada kepentingan kelas sosial dominan.
Jauh setelah kematiannya perkembangan pemikiran demokrasi ala Marx dan Engels terpecah menjadi tiga kubu pendekatan. Kubu pertama, kubu libertarian, berupaya mengintegrasikan gagasan persamaan dan kebebasan ke dalam konsep perjuangan untuk mencapai sosialisme dan komunisme. Kelompok pluralis yang terutama berkembnag di Eropa Barat mengambil jalan moderat dengan cara memanfaatkan lembaga dan prosedur demokrasi liberal untuk merebut kekuasaan negara yang dapat digunakan untuk restrukturisasi masyarakat. Kubu ortodox percaya pada kepemimpinan yang profesional dan kader revolusioner yang berdisiplin tinggi dalam proses memperjuangkan sosialisme dan komunisme.