Lompat ke konten
Kategori Home » Ilmu Psikologi » CARA MELATIH DIRI UNTUK BERPERILAKU ASERTIF

CARA MELATIH DIRI UNTUK BERPERILAKU ASERTIF

  • oleh

Sebagai penangkal terhadap rasa takut, malu, kepasifan, bahkan kemarahan, perilaku asertif perlu dilatihkan. Berdasarkan penelitiannya, Schimmel (1976) menyatakan bahwa beberapa jenis perilaku asertif yang perlu dilatihkan terutama adalah:

  • Berani mengemukakan pendapat, permintaan, kesukaan, dsb, yang menjadikan seseorang dihargai sebagai manusia yang sederajat dengan manusia lain.
  • Mengekspresikan emosi-emosi negative (keluhan, kebencian, kritik, ketidaksetujuan, intimidasi, kebutuhan untuk dibiarkan sendirian) dan menolak permintaan.
  • Memperlihatkan emosi-emosi positif (senang, menghargai, menyukai seseorang, merasa tertarik), memberikan pujian, dan menerima pujian dengan mengucapkan “terima kasih”.
  • Bertanya “mengapa” tentang pemegang kekuasaan dan tradisi, bukan untuk memberontak, tapi meminta tanggung jawab, sebagai bentuk pernyataan kepedulian untuk mengendalikan situasi dan mengubah sesuatu menjadi lebih baik.
  • Memulai, melaksanakan, mengubah, atau menghentikan percakapan secara menyenangkan, berbagi perasaan, pendapat, dan pengalaman dengan orang lain.
  • Mengatasi ketersinggungan sebelum kemarahan makin meningkat dan meledak menjadi agresi.

Untuk melatihkan perilaku asertif di atas, ada dua tahap yang perlu dilakukan, yaitu:

1.Kenali dan sadari dimana perubahan perlu dilakukan dan yakinlah dengan hak anda.

Mengisi buku diary bisa membantu anda menilai seberapa jauh anda terintimidasi, pasif, malu, atau seberapa jauh orang lain menuntut, memaksa, atau agresif terhadap anda. Ambillah contoh, dimana anda pasif atau agresif.

Beberapa dari kita masih memiliki kelemahan untuk berkata “tidak” terhadap teman yang meminta bantuan, kita tidak bisa memberikan atau menerima pujian, kita membiarkan pasangan atau anak kita menguasai kehidupan kita, kita tidak berani berbicara di depan forum tentang ketidaksetujuan kita, kita malu meminta tolong, kita takut membuat orang lain merasa terhina, dsb. Tanyakanlah pada diri sendiri, maukah kita terus menerus dalam kelemahan ini?

Selain itu, pertimbangkan pula, “darimana nilai-nilai yang anda miliki berasal”. Pada masa kecil, kita biasa dijejali dengan aturan-aturan “jangan emosional, jangan berbuat salah, jangan mementingkan diri sendiri, jangan bilang pada orang kalau kita tidak menyukainya, jangan membantah”, dan banyak lagi aturan lain yang berlawanan dengan apa yang kita inginkan. Aturan-aturan tersebut menjadikan anak, bahkan setelah dewasa, sebagai seorang yang selalu tunduk (submisif). Mungkin beberapa aturan tersebut ada benarnya untuk anak- anak, tetapi selaku orang dewasa, seharusnya tidak membabi buta menerapkan aturan tersebut.

Sadari pula, betapa perilaku asertif akan membawa kita menjadi seseorang yang  menghargai diri sendiri dan bahagia, dan di sisi lain, betapa tidaknyamannya diri kita menjadi seorang yang non asertif, misalnya:

1) kita menipu diri sendiri dan kehilangan harga diri karena didominasi orang lain dan tidak bisa melakukan perubahan,

2) kita dituntut  untuk tidak jujur, menyangkal perasaan yang sebenarnya,

3) ketidaksetaraan dan submisif mengancam, jika tidak merusak, rasa cinta dan penghargaan,

4) hubungan yang terjalin dengan orang lain didasarkan pada keberadaan kita sebagai “budak”, “yes man”, “pelayan”,

5) karena harus menutupi perasaan yang sesungguhnya, maka kita harus selalu melakukan manipulasi untuk mendapatkan apa yang kita butuhkan, dan ini menciptakan kebencian, 6) ketundukan kita membuat penindasan terhadap kita makin menjadi-jadi.

Kesadaran tentang kelemahan, ke-submisifan, dan ketidaknyamanan akibat non asertif akan mendorong kita untuk mau mengubah diri menjadi seorang yang asertif. Tapi tentu saja, setiap perubahan biasanya memunculkan kecemasan, dan ini harus diatasi. Kita pun harus meredam konflik dalam diri kita karena melawan nilai-nilai yang selama ini kita anut. Selain itu, juga perlu berbicara dengan orang lain, yang mungkin akan merasa kaget dengan perubahan perilaku yang kita tampilkan. Jelaskan kepada mereka alasan anda menjadi asertif sehingga mereka bisa memahami dan menerima, atau bahkan pada akhirnya, menghargai anda karena menjadi seseorang yang mempertimbangkan mereka, orang lain, dan diri sendiri.

2.Perhitungkan cara-cara yang sesuai untuk menyatakan diri sendiri dalam setiap situasi khusus yang berkaitan dengan diri anda.

Ada banyak cara untuk mencari respons-respons asertif yang efektif, bijaksana, dan adil. Amatilah model/contoh yang baik. Diskusikan situasi yang bermasalah dengan seorang teman, orangtua, supervisor, konselor, atau orang lain. Catatlah dengan teliti bagaimana orang-orang berespons terhadap situasi yang mirip dengan situasi yang sesungguhnya anda hadapi, lalu pertimbangkan apakah mereka tergolong asertif, non asertif, atau agresif. Respons-respons yang asertif memiliki beberapa bagian, yaitu:

1. Jelaskan (kepada orang lain yang terlibat) situasi bermasalah sebagaimana anda melihatnya. Khususkan pada waktu dan tindakannya, jangan memberikan pernyataan yang   bersifat umum/general, seperti “Anda   selalu memusuhi……membingungkan……sibuk”. Objektiflah, jangan menilai seseorang sebagai orang yang buruk secara keseluruhan. Fokuskan pada perilakunya,  bukan pada alasannya.

2. Jelaskan perasaan anda, gunakan pernyataan “Saya” yang menunjukkan bahwa anda memang bertanggung jawab terhadap perasaan anda. Tegar dan kuatkan diri anda, yakinlah, tataplah mereka, dan jangan emosional. Fokuskan pada perasaan positif yang berhubungan dengan tujuan anda, bukan pada kebencian orang lain. Kadang- kadang bisa sangat membantu bagi anda apabila anda menjelaskan alasan, mengapa anda memiliki perasaan tertentu, misalnya “Saya merasa…….. karena ”.

3. Jelaskan perubahan yang ingin anda buat, khususkan pada tindakan apa yang seharusnya dihentikan dan dimulai. Yakinlah bahwa perubahan yang diharapkan tersebut masuk akal, pertimbangkan pula kebutuhan orang lain, dan sebaliknya relakan bahwa anda pun harus berubah. Anda juga harus siap dengan konsekuensi, yaitu bila orang lain ternyata berubah sesuai dengan yang anda harapkan, atau justru tidak berubah. Jangan mengancam bila mereka tidak berubah sebagaimana anda inginkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *